Oleh : Nurcahyani Khairunnisaa Qalbhyah
Awalnya jumpa, lalu luka. Kita sama sadar
sama merasa, tapi diam-diam sepakat untuk tak menyembuhkannya sebab semua perih itu begitu kita nikmati
Sebab juga, katanya, pelangi hanya akan hadir setelah gerimis usai.
Konsekuensi dari kesemuanya adalah kini kita hidup berkawan rindu.
Dalam bisu. Dalam keterdiaman.
Dan seindah-indahnya rindu, tampaknya tak pernah lebih indah dari dua wajah yang bertatapan penuh makna
ketika dua pasang mata yang menyala dan bertemu sudah cukup membuat sepaket manusia saling mengerti.
kita, apa adanya, dan bersepakat untuk membiarkan luka ini sembuh dengan sendirinya
bersama waktu, dalam penantian yang lugu.
Kemarin, mungkin, aku hanya lupa bahwa bintang sejenak disembunyikan
untuk, pada akhirnya, meneteskan rahmatNya.
meski langit dan bumi tiada menyatu, entahlah bagaimana bisa.
Yang kutahu tetesan ini lebih indah dari apa yg kunantikan akan terlihat.
yeeaah terombang-ambing,
entah pada akhirnya akan hancur atau berlabuh di pemberhentian yg tepat.
yang kutahu, ini lebih baik dari sekedar berdiri melawan terjalnya ombak yg siap menenggelamkan.
Yang kamu tahu, yg terlihat hanya sebagian kecil dari diriku saja.
Kamu tak pernah tau seberapa keras kumencoba untuk hanya terlihat tegas.
sedangkan sesuatu dari diriku menolak dgn keras.
Ya, aku melewatinya, momen yg paling kubenci, ketika aku harus melangkah pergi, menjauh.
Aku akan berusaha keras,
mengisi apa yang masih kosong, memperbaiki apa yang masih keliru, menambah apa yang masih kurang.
Di perjalananku menujuNya, aku berualang kali memutar arah.
Ya, berganti haluan. Aku hanya tak bisa menolak kebenaran,
pun ketika kebenaran itu mngharuskanku menjauh dari apa yg hatiku cenderung padanya.
Inilah caraku memperjuangkanmu
Berjuang menjadi keindahan yang nantinya mampu mengindahkan hari-harimu, hari-hari kita.
Aku di jalanku, kamu di jalanmu,
sebelum nantinya kita bertemu di pemberhentian yang sama dengan membawa hati yang utuh.
Hati yang, menjadikanmu sebagai salah satu alasannya bertahan dalam harapan.
menanti waktu, ah bukan, menyatu dengan waktu, menjadikannya partner terbaikku dalam perjalanan menujumu.
Aku tak menutup mataku.
Aku hanya tertunduk sejenak, menatap lebih dalam.
Bukan kamu, tapi makna keberadaanmu.
“Biarkan aku pergi,”
kamu tahu maknanya? Biarkan aku mendekat padamu, mencintaimu dengan caraku,
memperbaiki semua yang tadinya sempat aku rusak dgn tanganku sendiri.
Karena cinta, sangat tak pantas menjadi alasanku menjauhkanmu dari Tuhan.
lalu aku tahu kau pun pergi dengan alasan yang mulia,
beberapa kali kau bilang ini hanya untuk sementara.
senyum tangis mengiringi
apa dayaku? tak punya kekuatan selain mendoakanmu dari jauh
karena ak tau harapan dari kisah ini bukan ending “Live happily ever after”, tapi “Live and Die happily ever after.”
Agama kita mengajarkan kita memahami cinta,
menunjukkan jalan menujunya dengan cara terbaik,
Memahami cara untuk menggapai keindahannya dengan mengindahkan apa yang dapat kuberi.
Karena bukankah cinta adalah tentang saling mengisi?
Maafkan aku yang seolah merusak sketsa yg telah kau buat tentang kita.
Maafkan aku yg tak mampu menggunakan cara yang tak semenyakitkan ini
Aku hanya tak tahu cara mencintai dengan benar, selain cara ini.
Cinta itu menjaga, bukan?
Aku tak ingin nanti, di kehidupan setelah ini, kamu tersentuh siksa, sedikitpun tak ingin.
Hanya karena ketidakmampuan memahami cinta,
hal sesepele itu tak boleh membawamu jatuh kedalam tempat kehinaan.
Kamu trlalu indah untuk itu.
Dan mulai sekarang, biarkan Ia menuntun kita menuju rencana terindahNya.
Bukankah kita sama2 tau bahwa Ia adalah narrator terhebat?
ย
Leave a Reply