Mengenal thaharah mengenai keseluruhan mandi dari berbagai persoalan
Mengenal thaharah mengenai keseluruhan mandi dari berbagai persoalan
Nama : DivaAlicaTwin Bernika Putri
NIM : 210512520016
Mandi merupakan kegiatan yang melembapkan seluruh tubuh dengan air. Dalam Islam, mandi adalah bagian dari hukum Syariah, menurut Allah swt. “Jika kamu junub, maka mandilah.” (al-Mä’idah [5]: 6)
Berikut beberapa pembahasan terkait mandi.
A.Hal-hal yang mengharuskan seseorang mandi.
- 1. Keluarnya mani karena syahwat, baik saat tidur maupun terjaga, laki-laki atau perempuan.Hal ini adalah kesepakatan para ahli fiqih.berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan AbiSaid. Ia bercerita bahwa Rasulullah saw. bersabda ,
“Mandi (wajib) dilakukan karena mani.”
Ummu Salamahra pun mengatakan kepada Ummu Sulaim: “Rasulullah, Allah tidak malu dengan kebenaran. Apabila seorang wanita bermimpi, apakah ia juga harus mandi? “Rasulullah menjawab, “Ya, apabila dia mengeluarkan mani.” Berikut beberapa hal terkait hal tersebut yang sering terjadi. Jika air mani mengalir bukan karena rangsangan seksual, tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka tidak perlu bak mandi besar. Mujahid berkata, “Ketika kami-Ibnu Abbas, Thawus, Said bin Jubair, dan Ikrimah-sedang berada di masjid, dan Ibnu Abbas sedang melaksanakan shalat, datanglah seorang lelaki menemui kami. la berkata, ‘Adakah mufti di antara kalian?’ Lelaki itu berkata, ‘Setiap kali akukencing, selalu ada air kental yang ikut keluar.’
‘Maksudmu air mani?’
tanya kami. ‘Ya, jawab lelaki itu. Kami berkata kepadanya,
‘Kamuwajib mandi (karenanya).’ Lelaki itu kemudian pulang. Ibnu Abbas terlihat segera menyelesaikan shalatnya . Rasulullah saw. bersabda,
“Ahli fiqih lebih sulit (digoda) setan dari pada seribu orang ahli ibadah”
Lelaki itu datang kembali. Ibnu Abbas menemuinya danberkata, Jika air mani itu keluar, apakah kamu merasakan dorongansyahwat?’ pria itu menjawab,
‘Tidak.’ ‘Apakah kamu merasakan getaran dalam dirimu saat cairan keluar?’tanya Ibnu Abbas. ‘Tidak,’ jawab pria tersebut. Jika seperti itu, itu hanyalah mani yang keluar karena suhu dingin. Maka Kamu hanya cukup berwudu saja.”
-Jika mimpi basah, tapi tidak ada cairan keluar, maka tidak wajib mandi.
Di dalam hadits Ummu Sulaim didepan telah dijelaskan bahwa seorang perempuan yang mimpi basah wajib mandi, jika ia mengeluarkan cairan saja. Rasulullah saw. bersabda,
“Ya, jika ia mengeluarkan mani.”
Artinya, apabila tidak ada cairan keluar, maka perempuan tersebut tidak wajib mandi.Namun, jika air mani itu keluar juga setelah ia bangun, maka ia tetap wajib mandi.
-Jika sescorang terbangun dari tidur dan menemukan cairan keluar tapi ia tidak ingat bahwa ia mimpi basah,
maka ada dua kemungkinan sebagai berikut.
Pertama, jika ia yakin bahwa itu adalah mani, maka la wajib mandi.Air mani iru pastilah keluar karena mimpi yang terlupa.
Kedua, jika tidak yakin itu mani atau bukan, maka sebaiknya mandi. Mujahid dan Qatadah berkata, “Orang itu tidak wajib mandi hingga ia benar-benar yakin bahwa cairan itu adalah mani, sebab kondisi awal adalah suci, dan keyakinan akan kesucian tidak bisa dihapus dengan keragu-raguan.”
mengaitkan kewajiban mandi dengan keluarnya mani. Jika air mani tidak keluar, maka tidak wajib mandi. Akan Tetapi, apabila saat kemudiancairan mani keluar,misal saat orangsedang berjalan,maka wajib mandi.
-Jika seseorang menemukan cairan mani dipakaian yang ia pakai,tetapi ia tidak tahu dari mana cairan itu berasal, padahal ia sudah melaksanakan shalat, maka ia wajib mengulangi semua shalatnya,mulai dari tidur terakhir yang ia lakukan. Kecuali jika ia yakin bahwa cairan itu berasal dari mimpi atau tidur jauh sebelum ia melaksanakan shalat, maka ia tidak perlu mengulangi shalat. la hanya perlu mengulangi shalat terdekatnya
- 2. Sanggama,
yakni masuknya penis ke dalam vagina, meski tidak sampa orgasme (muncratnya air mani). Allah swt. berfirman,
“jika kamu junub, maka mandilah.” (al-Ma’idah[5]: 6)
Yang dimaksud dengan sanggama ialah masuknya penis ke vagina. Jika (penis) hanyadisentuhkan tanpa dimasukkan (kedalam vagina), maka keduanya tidakwajib mandi. Ini adalah pendapat jumhur ulama.
- 3. Ketika masa nifas dan haid berakhir.
Allah swt. berfirman, dan jangan dekati dia sebelum suci. Apabila ia sudah suci, diperbolehkan engkau mencampuri mereka sesuai perintah Allah” (al-Baqarah [2]: 222)
Rasulullah saw. pernah berkata kepada Aisyah binti Abi
Hubaisi r.a.,
“Tinggalkanlah shalat di hari-hari selama kamu haid, lalu mandilah dan lakukanlah shalat.”
Hadits itu, menjelaskan tentang haid, akantetapi nifas tersebut dianalogikan samadengan haid, sesuai konsensus para sahabat. Apabila seorang wanita melahirkan, tetapi ia tidak mengeluarkan darah, maka ada dua pendapat: (1) wajib mandi dan (2)tidak wajib mandi. Tidak ada yang menerangkan hal ini.
4.Kematian. Jika seorang muslim meninggal, maka ia wajib dimandil.Masalah ini akan dijelaskan nanti di bab tersendiri.
5.Seorang kafir yang masuk Islam.
Abu Hurairah r.a. bercerita bahwa Tsumamah al- Hanafi telah menjadi tawanan perang. Rasulullah saw, mendatanginya dan berkata,
“Apa yang engkau miliki, wahai Tsumamah?”
Tsumamah mengatakan, “apabila engkau membunuh- (ku), maka sebenarnya kau membunuh seorang dzimmi; dan jika
engkau berbelas kasihan (kepadaku), maka sesungguhnya engkau telah memberikan kasih kepada orang yang pandai bersyukur; dan jika engkau menginginkan harta, maka aku akan memberikan apa yang engkau mau.” Pada saat itu, para sahabat Nabi saw. lebih menginginkan harta tebusan tersebut. Mereka berkata, “Apa yang kita peroleh dengan membunuh orang ini?” Lalu Rasulullah saw, meninggalkan Tsumamah. Tidak lama kemudian Tsumamah masuk Islam, kemudian dibebaskan, dan diperintahkan pergi ke taman Abu Thalhah untuk mandi. Tsumamah mandi dan melaksanakan shalat dua rakaat.
Nabi saw. berkata,
“Sungguh sangat baik keislaman saudara kalian ini.
- B. Hal hal yang diharamkan orang yang sedang berjunub
1.Shalat
2.Thawaf
3.Menyentuh
menyentuh atau membawa membawa mushaf Al-Qur’an. Larangan untuk mushaf ini disepakati oleh para ulama.Tidak ada satupun sahabat yang memiliki pendapat berbeda. Contohnya Dawud dan Ibnu Hazm membolehkan seorang junub
atau membawa mushaf. Mereka berdua berlandaskan pada sebuah hadis sahih yang bercerita bahwa Rasullullah saw. megirimkan surat kepada Sand Heraclius, yang di dalamnya terdapat tulisan basmalah dan ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai Ahlul Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, dan bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka),
‘Saksikanlah,bahwa kami adalahorang yang berserah diri.” (Ali Imrân [3]: 64)
Ibnu Hazm mengatakan, “Lihat, Rasulullah saw. mengirimkan sebuah surat yang di dalamnya berisi ayat kepada orang-orang nasrani, dan beliau pasti yakin bahwa mereka akan memegang surat tersebut.” Pendapat ini dibantah mayoritas ulama dengan mengguunakan argumentasi yang dikirim Rasulullah saw. hanya salah satu surat yang memiliki kandungan Al-Qur’an serta bukan mushaf. Surat seperti ini tidak ada bedanya dengan surat lain, buku tafsir, kitab fiqih, dan lainnya. Tidak ada larangan untuk menyentuh atau memegangnya.
4.Membaca Al-Qur’an. Menurut jumhur ulama,
orang yang sedang junub sangat dilarang membaca
Al-Qur’an. Ali bin Abu Thalib
bercerita bahwa Rasulullah saw. tidak r.a. pernah meninggalkan Al- Qur’an kecuali pada saat beliau junub.’ Al-Hafizh berkata didalam al- Fath ,sebagian ulama berkata bahwaperawi hadits itu dhaif. Yang benar, hadits itu hasan dan dijadikan sebagai dalil. Ali bin Abu Thalib r.a, memberikan cerita mengenai Rasulullah saw, yang pernah melakukan wudhu setelah itu membaca Al-Qur’ an. Lalu ia bersabda.
”inilah (yang seharusnya dilakukan) oleh orang- orang yang tidak junub. Adapun orang yang sedang junub, maka ia dilarang membaca Al-Qur’an, meskipun hanya satu ayat”
Haitsami berkata, “Para perawi hadits ini bisa
bisa dipercaya.” syaukani mengatakan, “Jika hadits ini sahih,
maka bisa dijadikan dalillarangan membaca Al-Qur’an (bagi orang yang junub). Adapun hadits pertama, tidak mengandung larangan karena hanya bercerita mengenai Rasulullah saw. meninggalkan Al-Qur’an pada saat ia junub.Hal ini tidak bisa dijadikan landasan untuk sebuah imbauan agar tidak melaksanakan (karahah), apalagi sebagai sebuah larangan.”
Bukhari, Thabrani, Dawud, dan Ibnu Hazm, memperbolehkan orang yang junub membaca Al-Qur’an.
Bukhari berkata, “Kata Ibrahim, tidak apa-apa seorang yang sedang haid membaca Al-Qur’an. Ibnu Abbas juga tidak mempermasalahkan orang junub yang membaca
Al-Qur’an.Rasulullah senantiasa menyebut Asma Allah di setiap saat.” Mengomentari hal ini, al-Hafizh berkata, “Menurut Bukhari, tidak ada satu pun hadits yang sahih dalam hal ini, yakni larangan bagi orang yang sedang junub dan haid membaca Al- Qur’an.Meskipun hadits-hadits yang menerangkan hal ini, bagi sebagian orang, bisa dijadikan dalil.Tetapi,pada hakikatnya kebanyakan dari hadits tersebut masih mengandung penafsiran-penafsiran.
5.Berdiam diri di dalam masjid.
Aisyah .a. bercerita mengenai ketika Rasulullah saw. mengunjungi (ke Madinah), rumahpara sahabat berada di sekitar masjid (dan menghadap masjid). Belau bersabda,
“Alihkan arah rumah-rumah ini dari masjid.”
Ketika Rasulullah saw. kembali ke rumah beliau, para sahabat tidak melakukan apa-apa. Mereka mengharap beliau akan memberikan dispensasi bagi mereka. Rasulullah kembali menemui mereka
dan bersabda,
‘Alihkan arah rumah-rumah ini dari masjid. Saya tidak akan membolehkan orang yang sedang haid atau junub akan berada di dalam masjid.’
Ummu Salamah r.a. juga bercerita bahwa Rasulullah saw. memasuki halaman Masjid Nabawi serta mengatakan,
“Sesungguhnya masjid tidak boleh disinggahi orang yang haid,dan junub.”
hadits di atas menerangkan larangan berdiam diri di dalammasjid bagi orang yang sedang haid dan junub. Namun demikian diperbolehkan bagi mereka untuk sekadar melewatinya. Jabir r.a berkata, “Salah seorang di antara kami melewati masjid ketika ia sedang junub.” Pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Said bin Manshur di dalam as- Sunan.
Ibnu Mundzir bercerita bahwa Zaid bin Aslam berkata, “Para sahabat Nabi biasa berjalan di dalam masjid pada saat mereka sedang junub.” Yazid bin Abi Habib bercerita bahwa rumah- rumah orang orang Anshar menghadap masjid.
Syaukani memberikan peneguhan pada semua penjelasan diatas, “Ini menunjukkan bahwa larangan tersebut mengacu pada sebuah tempat (yakni masjid), dan tidak ada lagi keraguan di dalamnya.
Aisyah r.a menceritakan tentang Rasulullah saw. bersabda kepadanya,
“Ambilkan aku minuman dari masjid.” Aisyah menjawab, “saya sedang haid.” Rasulullah saw. bersabda, “Haid merupakan bukan karena kehendakmu.Mandi yang Disunnahkan
Maksud dari mandi sunnah adalah mandi yang apabila orang melakukannya mendapatkan pahala, dan apabila tidak melakukannya tidak mendapatkan siksa dan cela.
Ada enam mandi sunnah yang akan kami jelaskan
- Mandi Jumat.
hari Jumat adalah hari ibadah, maka Allah memberikan perintah untuk Bersih dan suci. Abi Said r.a bercerita bahwa Rasulullah
saw. bersabda,
“Mandi saat hari Jumat ialah hal wajib utuk seorang telah mimpi basah. Begitu pula dengan siwak serta (dianjurkan juga) untuk memakai wewangian jika ia mampu.
Yang dimaksud dengan “orang yang mimpi basah” di dalam hadits di atas adalah “orang yang telah balig”. kata “wajib”di atas bermakna “dianjurkan”. Syaf’i mengatakan, “Ketika Utsman dan Umar tau mandi (pada hari Jumat) adalah pilihan (sunnah).”
Abu Hurairah r.a juga bercerita bahwa
Rasulullah saw. bersabda,
“Baning siapapun yang berwudhu, lalu ia menyempurnakan lagi wudhunya, kemudian pergi melaksanakan shalat jumat, mendengarkan (khotbah) dan bersikap tenang, maka dosanya antara Jumat dan jumat berikutnya akan,diampuni, ditambah lagi dengan tiga hari berikutnya ”
Untuk semakin meneguhkan bahwa mandi Jumat adalah sunah, Qurthubi berkata, “Menyebutkan wudhu sekaligus dengan pahala- pahala yang menyertainya menunjukkan bahwa dengan wudhu saja itu sudah cukup.”
Di dalam at-Talkhish, Ibnu Hajar berkata, “Hadits di atas adalah dalil palingsahih yang menunjukkan bahwa mandi tidaklah wajib, dan meneguhkan bahwa itu adalah sunnah.Sebab,tanpa mandi pun tidak akan ada kesalahan atau keburukan yang bisa terjadi. apabila seseorang tidak mandi Jumat mengganggu orang sekitar lainnya, misal dengan bau badan , maka mandi menjadi hal wajib. Tidak boleh tidak mengerjakannya. sebagian orang mengakatakan bahwa mandi Jumat adalah wajib, meski tidak akan mendatangkan dosa apabila tidak dilaksanakan.
Mereka memaknai hadits yang menerangkan mandi Jumat secara literal, dan tidak menerima adits yang bertentangan dengannya. dianjurkannya mandi Jumat itu dimulai dari terbitnya matahari sampai waktu shalat Jumat tiba, Jika seseorang berhadats setelah ia mandi, maka cukup baginya berwudhu.
Atsram bercerita bahwa Ahmad pernah ditanya tentang seseorang
yang mandi lalu berhadats. Apakah boleh baginya berwudhu saja? Ahmad menjawab, “iya, Aku tidak mengetahui hadits yang lebihbagus daripada riwayat Ibnu Abza.” Ahmad kemudian menceritakan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang
sahih. Masa sunnah mandi Jumat berakhir ketika shalat Jumat sudah dilakukan. Jika orang mandi setelah shalat Jumat, maka ia tidak lagi mendapatkan pahala sunnah.
- Mandi pada Hari Raya Fitri dan Adha.
Para ulama bersepakat mengenai mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah sunnah, meskipun tidak ada satu pun hadits sahih yang menjelaskan hal tersebut. Di dalam kitab al-Badr al-Munir disebutkan bahwa hadits-hadits tentang mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah dhaif. Meskipun demikian, ada pendapat- pendapat yang baik dari para sahabat Rasulullah saw.
- 3. Mandi apabila setelah memandikan mayat.
Menurut sebagian besar ulama, orang yang memandikan mayat disunnahkan untuk mandi. Abu Hurairah r.a. bercerita mengenai Rasulullah saw. ,
“siapapun yang memandikan mayat, setelah itu dianjurkanlah mandi serta orang yang terlibat membawa jenazah, maka berwudhulah.”
Ada beberapa ulama yang mengkritisi hadits tersebut. Ali bin Madani, Ahmad, Ibnu Mundzir, Raft’i, dan lainnya berkata bahwa para ulama hadits, dalam persoalan ini, tidak benar. Namun, mengenai hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan komentar, “Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan. Ibnu Hibban mengatakan hadits ini sahih. Karena begitu banyak riwayat yang menceritakannya, paling tidak hadits ini adalah hasan. Ketidaksetujuan Nawawi terhadap pendapat Tirmidzi bahwa hadits ini hasan tidak bisa diterima.
4.Mandi ketika mengenakan kain ihram. Menurut sebagian besar ulama, orang yang akan melaksanakan ihram, baik untuk ibadah haji ataupun umrah,
disunnahkan untukmandi terlebih dulu. Zaid bin Tsabit bercerita bahwa Rasulullah saw.pernah pergi meninggalkan keluarga beliau dan mandi.’
5.Ketika masuk ke Kota Mekah
Disunnahkan bagi orang yang akan memasuki kota Mekah untuk terlebih dahulu mandi.Diceritakan bahwa Ibnu Umar r.a setiapkali akan memasuki kota Mekah selalu menginap di Dzi Thuwa, lalu pada esok harinya, di siang hari,baru ia memasuki kota Mekah.
Ibnu Mundzir mengakatakan Mandi pada sat akan memasuki kota Mekah adalah sunnah serta orang yang tidak melakukannya tidak usah membayar denda.
6.Ketika melaksanakan wukuf di Arafah.
Orang yang akan melaksanakan wukuf di Arafah disunnahkan untuk mandi (terlebih dulu). Malik menceritakan bahwa Abdullah bin Umar r.a. mandi terlebih dulu saat akan melaksanakan ihram, ketika akan memasuki kota Mekah, dan pada saat wukuf di Arafah.
A.Rukun-Rukun Mandi
Mandi yang sesuai dengan aturan syariat. minimal harus memenuhi
dua hal berikut ini.
- 1. Niat.
Niat adalah esensi yang membedakan sebuah praktik ibadah
dengan kebiasaan (adat). Niat adalah aktivitas murni hati. Praktik-praktik yang banyak dilakukan oleh orang-orang dengan mengucapkan niat dari mulut adalah tindakan bid’ah (muhaddats) yang tidak ada sandarannya di dalam syariah. Dan itu adalah sesuatu pembahasan wudhu di muka. yang, harus dihilangkan. Kami sudah membahas persoalan niat dalam
- 2. Membasuhi semua anggota badan. Allah swt. berfirman,
“Jika kamu junub, maka segera bergegas mandi.” (al-Ma’idah [5]: 6)
Yang dinamakan dari mandi adalah membasahi seluruh tubuh dengan air.
B.Sunnah-Sunnah Mandi
Orang yang akan melaksanakan mandi segeraah meneladani yang dilakukan Rasulullah saw. saat beliau mandi. Dengan cara seperti dibawah ini.
- membasuh tangan tiga kali.
- 2. Membasuh kemaluan.
- Berwudhu dengan sempurna, seperti wudhu saat pelaksanaan shalat,
yang dilakukan tapi ia bisa menunda
pada membasuh kakinya hingga ia mandi jika ia mandi memakai bakmandi.
- Mengguyur kepala dengan air tiga kali sambil membilasi rambutnya,
hingga air meresap ke dalam kulit kepala.
- Membasahi seluruh badan, dengan cara membasahi tubuh bagian
m kanan terlebih dahulu. Hal ini dilanjutkan dengan membersihkan
ketiak,dalam telinga, pusar,sela jari-jari, serta menggosok seluruh badan.
Tata cara di atas berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a, bahwa Rasulullah saw. setiap kali mandi junub selalu memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu membasuh kemaluan, kemudian berwudhu seperti wudhu sat akan melaksanakan shalat, lalu mengguyur kepala dengan air dan membilas rambut beliau. Ketika beliau sudah yakin air itu meresap ke dalam kulit kepala, beliau membilasnya tiga kali. Dan akhirnya beliau membasuh seluruh tubuh. Ketika beliau merasa air itu merata di kulit kepala, beliau membasuhnya sebanyak tiga kali, baru kemudian membasuh seluruh tubuh . Aisyah r.a juga bercerita bahwa Rasulullah saw., ketika mandi junub,meminta air dan memulai dengan membasuh kepala bagian kanan, lalu bagian kiri. Kemudian beliau mengambil air untuk menyirami kepala secara keseluruhan . Maimunah r.a. bercerita, “Aku pernah mengambilkan air untuk mandi Rasulullah. Beliau lalu membasuh kedua tangan, membasuhnya dua atau tiga kali, lalu membasuh kemaluan beliau, lalu berkumur-kumur dan membersihkan hidung dengan air, lalu membasuh wajah dan kedua tangan beliau, lalu membasuh kepala tiga kali, dan kemudian membasahi seluruh tubuh. Kemudian beliau berdiri dan membasuh kedua kaki. Lalu ia membawakan handuk akan tetapi beliau menolak. Dan Beliau mengeringkan air dengan tangan.
- C. Cara Perempuan Mandi
Tata cara mandi bagi perempuan sama dengan laki-laki. Perempuan tidak perlu membuka kepang rambutnya, jika ia harus yakin air bisa meresap ke dalam kulit kepalanya.
“Cukup membasuh menggunakan air tiga kali, lalu siram
seluruh tubuhmu. Dengan begitu kamu telah berrsuci meskipun rambut dalam keadaan gimbal atau kepang.”
Ubaid bin Umair r.a berkata, ‘Suatu kali Aisyah r.a. mendengar berita bahwa Abdullah bin Umar
r.a. melepas kepang rambut mereka memerintah para wanita untuk mandi. Aisyah r.a. berkata, “Sungguh aneh Ibnu Umar itu , Dia memerintah para wanita untuk membuka kepang rambut mereka? Kenapa tidak sekalian menyuruh mereka memotong kepala mereka? Aku pernah mandi
bersama Rasulullah saw. dalam satu tempat, serta aku hanya
membasuh kepalaku tiga kali.”
Perempuan yang mandi setelah masa haid dan nifas berakhir, disunnahkan untuk mengambil kapas yang telah diberi wewangian, semisal minyak kasturi, lalu membersihkan tempt sisa- sisa aliran darah hingga bersih dan aroma yang tidak enak menghilang. cara bersucinya, yaitu siramilah kepalanya dengan air dan bilaslah dengan kuat, hingga air itu terserap di kulit kepala, siramilah lagi dengan air,
lalu ambillah kapas yang sudah diberi wewangian dan bersucilah dengan dia.”
- D. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Mandi
Berikut merupakan persoalan terkait dengan mandi.
- Seseorang bisa melakukan satu kali mandi untuk dua hal, misalnya mandi untuk junub dan haid; untuk pergi shalat jumat dan hari raya; atau orang junub yang akan pergi shalat jumat, dengan catatan meniatkan mandi itu untuk keduanya. Rasulullah saw. bersabda,
“Dan sesungguhnya setiap orang bergan tung pada apa yang diniatkan.”
- Jika ada orang yang sudah mandi karena junub, tapi ia tidak melakukan wudhu, boleh baginya tidak berwudhu. Mandi yang ia lakukan sudah mewakili. Aisyah r.a. bercerita bahwa Rasulullah tidak berwudu setelah mandi.
Ibnu Umar r.a. bercerita bahwa ada seseorang berkata kepadanya.
“Saya berwudhu ketika usai mandi besar.” Kata Ibnu
Umar, “Engkau melakukan berlebihan.’
Abu Bakar Ibnu Arabi berkata, “Tidak ada ulama yang menentang bahwa wudhu sudah bisa terwakili dengan mandi. Niat bersuci dari junub sudah mewakili bersuci dari hadats, sebab hal- hal yang dilarang karena junub lebih banyak daripada hal-hal dilarang karena hadats. Jadi, sesuatu yang kecil sudah terwakili oleh hal yang lebih besar. Niat hadats akbar sudah mencukupinya.”
- Boleh mandi bersama di dalam satu tempat mandi, jika masing tidak saling melihat aurat yang lain, dan orang-orang di luar tidak melihat aurat mereka.
“Seorang pria tidak boleh melihat aurat sejenisnya,dan begitu juga wanita dilarang melihat aurat wanita lainnya.’
Berzikir kepada Allah di dalam kamar mandi tidaklah dilarang, sebab berzikir kepada Allah bisa dilakukan dimana saja, dan itu tindakan yang baik. Selama tidak ada hal yang melarangnya. Rasulullah saw senantiasa berzikir sepanjang waktu.
- Mengeringkan anggota tubuh dengan handuk atau sapu tangan pada saat mandi atau berwudhu tidaklah dilarang. Baik pada musim dingin maupun musim panas.
- Seorang lelaki (suami) boleh mandi memakai sisa air yang digunakan perempuan (istri). Begitu juga sebaliknya. Boleh juga mandi bersama dalam satu tempat. Ibnu Abbas r.a. bercerita bahwa suatu hari sebagian dari istri- istri Rasulullah saw. mandi di bakmandi. Beliau datang dan ingin berwudhu dengan (sisa) air tersebut. Salah seorang dari mereka berkata, “Wahai Rasulullah, aku mandi junub.” jawab rasulullah,
“Sungguh, air tersebut tidak junub.”
Aisyah r.a, juga pernah mandi bersama Rasulullah saw. dari mandi. Bahkan mereka saling berebut. Kata Rasulullah,
“Berikan air tersebut untukku ”
Kata Aisyah, “Tidak. Berikan itu untukku ”
- Dilarang mandi telanjang apabila di keramaian, karena adalah perbuatan terlarang. apabila ada penutup, seperti kain, maka itu lebihbaik dijadikan penutup aurat. Rasulullah saw. pernah (mandi) dengan ditutupi kain oleh Fatimah. Adapun mandi telanjang di
tempat yang sepi, jauh dari keramaian, adalah hal diperbolehkan. Musa a.s. pernah mandi telanjang.
Sumber : Sabiq,Sayyid.2009.FiqhusSunnah.Jakart aPusat:PenaPundiAksa