SEKILAS TENTANG CERITA DAN PROSES MENULISNYA
SEKILAS TENTANG CERITA DAN PROSES MENULISNYA
Muhaiban Ibnu Muhdi
Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik yaitu unsur yang ada dalam cerita dan unsur itu ikut menentukan mutu cerita tersebut. Unsur itu meliputi berikut ini.
Tema
Setiap cerita memiliki tema, yaitu ide pokok yang menjadi titik tolak pengarang dalam menyusun sebuah cerita. Tema adalah inti yang ingin disampaikan pengarang. Tema merupakan jiwa suatu cerita. Jiwa ini diwujudkan dengan memberinya wadah berupa rangkaian kejadian.
Plot atau Alur
Plot merupakan rangkaian peristiwa yang membentuk cerita. Plot. adalah rentetan kejadian yang saling berhubungan untuk mendukung tema yang akan disampaikan. Tahapan Plot meliputi: (1) permulaan, (2) tahapan pertikaian, (3) tahapan perumitan, (4) tahapan puncak (klimaks), (5) tahapan peleraian (antiklimaks), dan (6) tahapan akhir.
Ragam Plot atau Alur dibedakan atas: (1) alur maju, yaitu alur yang peristiwa atau kejadiannya berjalan teratur dari awal sampai akhir cerita; (2) alaur mundur, yaitu alur yang menceritakan peristiwa pada masa lampau; (3) alur sorot balik (flash back), yaitu alur yang terjadi karena pengarang mendahulukan bagian akhir cerita dan setelah itu baru kembali ke awal cerita; (4) alur klimaks, yaitu alur yang susunan peristiwanya menanjak dari peristiwa biasa meningkat menjadi luar biasa; (5) alur anti klimaks, yaitu alur yang susunan peristiwanya makin menurun, dari peristiwa yang luar biasa kemudian menjadi kendur, dan berakhir dengan peristiwa biasa; (6) alur kronologis, yaitu alur yang susunan peristiwanya berjalan sesuai dengan urutan waktu.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah para pelaku yang ada dalam cerita, sedang penokohan adalah cara pengarang melukiskan tokoh-tokoh dalam cerita.
Latar atau Setting
Latar merupakan tempat atau waktu terjadinya suatu peristiwa
Sudut Pandang atau Titik Kisah
Sudut Pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita. Sudut pandang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu, (1) pola orang pertama, dalam pola ini pengarang tampak terlibat dalam cerita yang yang dikarangnya. Pengarang dapat bertindak sebagai: tokoh utama, pengamat langsung, pengamat tidak langsung. Kata ganti yang dipakai adalah aku atau saya; (2) pola orang ketiga, dalam pola ini pengarang tidak ikut terlibat dalam
peristiwa yang terjadi dalam cerita. Kata ganti yang dipakai: dia, ia, atau nama orang.
Gaya
Gaya adalah cara atau teknik yang digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menciptakan nuansa penuh makna.
Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik yaitu unsur yang ada di luar cerita, tetapi ikut menentukan mutu cerita tersebut. Unsur ini meliputi: latar belakang pendidikan pengarang, ideology yang dianut, agama yang dianut, kedudukan pengarang dalam masyarakat, dan waktu ketika cerita itu diciptakan.
Lahirnya Inspirasi atau Ide
Proses penulisan seringkali diawali dengan timbulnya inspirasi. Inspirasi bisa muncul karena berbagai peristiwa atau kejadian yang dilihat, dibaca, dialami, didengar oleh penulis. Misalnya: setelah membaca cerpen orang lain, setelah menonton film, setelah mendengar cerita orang, setelah melihat tingkah laku orang sekeliling, atau setelah menyaksikan kejadian alam.
Ide tulisan juga bisa timbul karena peristiwa yang remeh atau kecil, gabungan peristiwa kecil, atau hasil dari perenungan.
Hambatan Penciptaan
Di tengah proses penulisan suatu karya tulis, cerpen misalnya, seorang penulis seringkali menemui hambatan sehingga tidak dapat melanjutkan kegiatan kepenulisannya. Gagasan yang telah mengeram di benak penulis tidak dapat dituangkan dalam tulisan. Keadaan seperti ini tyidak saja sering dialami oleh para penulis pemula, akan tetapi juga oleh para penulis profersional.
Bentuk-bentu hambatan yang dihadapi oleh setiap penulis dapat bervariasi sesuai dengan jenis dan bentuk tulisan. Hambatan yang terjadi pada penulisan karya tulis ilmiah akan berbeda dengan hambatan yang ada pada penulisan karya ilmiah populer, dan berbeda pula dengan hambatan pada penulisan karya fiksi. Perbedaan hambatan tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan penulis. Berikiut dikemukakan secara ringkas hambatan penciptaan.
Hambatan penciptaan adalah terganggunya kreatifitas dan produktifitas penulis, baik ketika penulis akan melaksanakan kegiatan menulis, maupun di tengah proses penulisan karya tulis.
Secara umum ada 2 (dua) hal yang dapat menghambat kreatifitas dan produktifitas tersebut, yaitu (1) keadaan dalam diri penulis dan (2) keadaan di luar diri diri penulis.
Keadaan dalam Diri Penulis
Hambatan yang timbul dari dalam diri penulis dapat berupa hal-hal berikut.
1. Ketidakmampuan Mengembangkan Gagasan atau Ide
Proses penulisan selalu dimulai dengan lahirnya sebuah gagasan induk dalam pikiran seorang penulis. Gagasan induk ini harus dikembangkan menjadi rincian- rincian gagasan. Rincian gagasan tersebut kemudian dipilih salah satu untuk menjadi topik tulisan. Topik inipun harus diolah lagi menjadi tema. Topik yang telah dibatasi oleh tema itulah yang akan menjadi pangkal tolak penulisan.
Para penulis pemula seringkali mendapatkan kesulitan dalam pengembangan gagasan ini, sehingga proses penulisan “macet” di tengah jalan. Kemacetan ini terjadi karena gagasan yang akan ditulis terlalu luas dan berada di luar jangkauannya.
2. Hambatan Bahasa
Untuk menuangkan gagasannya secara tertulis, seorang penulis membutuhkan saran. Dalam dunia kepenulisan, sarana ini lazim disebut medium atau wahana, yaitu bahasa tulis yang berupa kosakata, gramatika, dan retorika. Agar seorang penulis dapat menuangkan gagasannya secara baik, ia harus: (1) memiliki perbendaharaan kata yang memadai, (2) terampil menyususn kalimat yang jelas, dan (3) dapat menggunakan bahasa secara efektif.
Tiga hal tersebut biasanya menjadi hambatan terutama bagi para penulis pemula. Gagasan mereka biasanya “meledak-ledak”, akan tetapi mereka tidak dapat menuangkannya dalam tulisan karena mereka “miskin bahasa”. Penulisanpun terhambat di tengah jalan.
3. Hambatan dalam Pemilihan Pola Penulisan dan Jenis Penuturan
Penulis yang baik akan selalu menjadikan masyarakat pembaca sebagai “bahan” petimbangan tulisannya. Ia akan berfikir tentang siapa yang akan menjadi sasaran tulisn tersebut. Anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua, atau semua orang tanpa batasan umur. Hal ini menuntut penulis untuk memilih pola penulisan atau jenis penuturannya sesuai dengan sasaran pembaca dan tema tulisan.
Dalam menentuka pilihan pola penulisan atau jenis penuturan inilah penulis biasanya menemukan hambatan yang kadang dapat “memacetkan” proses penulisan.
Di samping 3 (tiga) hambatan yang lebih banyak terkait dengan kemampuan penulis tersebut, ada juga hambatan lain yang terkait dengan keadaan fisik penulis yaitu hambatan (a) kesehatan dan (b) hambatan “kemiskinan”.
(a) Hambatan Kesehatan
Kesehatan seorang penulis berpengaruh pada kreatifitas dan produktifitasnya. Proses penulisan akan terhambat apabila kondisi kesehatan penulis tidak prima.
(b) Hambatan “Kemiskinan”
Untuk menjadi seorang penulis, seseorang memang tidak harus kaya. Akan tetapi kalau kebutuhan-kebutuhan “kecil” yangmendukuing proses kreatif tidak dapat terpenuhi, maka proses kreatif tersebut akan terhambat. Sebagai ilustrasi, seorang penulis yang kebetulan juga seorang perokok berat, yang tidak dapat “menulis” kecuali sambil merokok, maka ketika di tengah malam sedang asyik menulis dan rokoknya habis (dan tidak mempunyai uang untuk sekedar membeli sebatang rokok) maka proses penulisan akan bisa terhenti dan inspirasi “terburu” hilang.
Keadaan di Luar Diri Penulis
Banyak hal di luar diri penulis yang dapat menjadi penghambat proses kreatif penulis, antara lain sebagai berikut.
1. Lingkungan
Untuk dapat melaksanakan kegiatan penulisan dengan baik, seorang penulis membutuhkan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman, yang memungkinkan tertunagnya gagasan dengan jernih dan lancar. Lingkungan yang bising, gaduh, kotor dan pengap, sering kali dapat menghambat kerja seorang penulis.
2. Waktu
Kesempatan atau waktu juga dapat menghambat kegiatan menulis. Seorang penulis profesional kondang yang banyak terlibat dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan kebudayaan akan mendapatkan hambatan untuk menulis meskipun gagasan telah menumpuk dalam pikirannya.
3. Benturan antara Idealisme dan Kenyataan
Penulis yang baik akan selalu memiliki dan mempertahankan idealismenya. Acapkali idealissme ini berbenturan dengan keadaan nyata di masyarakat. Karena itu, banyak penulis yang memilih berhenti menulis dari pada harus mengorbankan idealismenya.
4. Tingkah Laku Sosial Politik
Serorang penulis sering terbelenggu oleh tingkah laku sosial dan politik masyarakatnya. Ia tidak selalu dapat begitu saja menuangkan gagasannya dalam tulisan karena dibatasi oleh norma-norma masyarakat dan kebijakan politik.
5. Keterbatasan Referensi
Untuk mendukung, memperkaya, dan mewarnai tulisannya, seorang penulis dituntut untuk membaca berbagai referensi. Ada pameo di dunia kepenulisan yang mengatakan bahwa “Bila Anda ingin kencing banyak, maka minumlah yang banyak”. Artinya, apabila seorang penulis ingin berkarya lebih banyak dan bermutu, maka dia harus banyak membaca hasil karya orang lain.
Kegiatan menulis kadang bisa terhambat oleh kurang/tidak adanya referensi yang dapat mendukung atau memperkaya gaggasan yang akan ditulis.
Penutup
Tulisan ini sekedar paparan dari pengalaman kecil penulis selama terlibat dalam proses kepenulisan. Apa yang baik dari tulisan ini semoga dapat dimanfaatkan oleh para caalon penulis untuk memperluas wawasan kepenulisannya. Semoga bermanfaat.
Malang, 6 Desember 2004