Menghadapi era modern yang penuh tantangan, pendidikan akhlak menjadi salah satu kunci penting dalam mencetak generasi muda yang unggul. Tak hanya cerdas dalam intelektual, generasi muda juga perlu dibekali dengan akhlakul karimah agar mampu menghadapi dunia dengan sikap yang baik dan bermanfaat bagi sesama. Dalam proses ini, takwa kepada Allah SWT adalah pondasi yang sangat fundamental, karena akhlak mulia dibentuk atas dasar ketakwaan.
Takwa dalam Kamus Arab-Indonesia diartikan sebagai “menjadi kuat” (taโayyada), sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takwa adalah upaya menjaga diri untuk terus taat kepada Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Lebih dari itu, takwa juga mencakup aspek kesalehan hidup, di mana seseorang harus menunjukkan kesalehan tidak hanya dalam ibadah kepada Allah, tetapi juga dalam hubungan sosial dengan sesama manusia.
Dalam kitab Washaya, Shaikh Shakir menegaskan bahwa takwa bukan sekadar melakukan ritual ibadah seperti salat dan puasa. Bertakwa kepada Allah juga berarti menjalankan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan, seperti tolong-menolong, jujur, serta menjaga hubungan baik dengan sesama. โBertakwalah kepada Allah dengan sepenuh hati, baik dalam ibadah murni kepada-Nya maupun dalam kehidupan sosial,โ ujar Shaikh Shakir. Ia mengingatkan agar kita tidak sembrono dalam menjalankan peran kita sebagai hamba Allah dan anggota masyarakat.
Lebih jauh, Shaikh Shakir juga menjelaskan bahwa takwa dalam hubungan persaudaraan berarti menjaga hati dan perasaan saudara atau teman kita, tidak menyakiti mereka baik secara fisik maupun emosional. Takwa dalam bernegara berarti tidak berkhianat kepada bangsa sendiri dan tidak memilih pemimpin yang tidak berpihak pada kebenaran. Dalam kehidupan pribadi, takwa berarti memanfaatkan waktu sehat dengan baik, tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berbuat kebajikan, dan selalu menjaga akhlak yang mulia.
Pesan-pesan Shaikh Shakir di atas menggambarkan dua dimensi takwa: vertikal dan horizontal. Takwa vertikal atau hablun minallah adalah hubungan langsung manusia dengan Allah, sementara takwa horizontal atau hablun minannas adalah kesalehan dalam berhubungan dengan sesama manusia. Kedua dimensi ini sangat relevan dengan tujuan besar Kiai Hasyim Asyโari, yang menginginkan generasi muda tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak mulia.
Kiai Hasyim Asyโari menekankan bahwa seorang murid hendaknya menghindari sifat iri hati dan perbuatan tercela lainnya, agar dapat mudah menerima ilmu dan menjadikannya sebagai bekal untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia berpesan agar motivasi dalam menuntut ilmu bukan untuk tujuan duniawi semata, melainkan untuk mencapai ridha Allah. Ilmu yang diiringi dengan niat baik dan akhlak mulia akan membawa kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan demikian, mencetak generasi muda berakhlak mulia memerlukan pendekatan yang menyeluruh, mencakup pengajaran ilmu pengetahuan yang disertai dengan pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai ketakwaan. Generasi muda yang tumbuh dengan landasan akhlakul karimah akan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat, bangsa, dan agama, serta menjadi pemimpin masa depan yang berintegritas.
Leave a Reply