Kegiatan membaca khususnya membaca pemahaman sangat penting bagi setiap siswa dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan oleh siswa melalui aktivitas membaca. Membaca pemahaman ialah membaca bahan bacaan dengan menangkap pokok-pokok pikiran yang lebih tajam dan dalam, sehingga terasa ada kepuasan tersendiri setelah bahan bacaan itu dibaca sampai selesai (Suhendar, 1992: 27).
Nuttal (dalam Fifin, 2007:15) mendefinisikan membaca pemahaman sebagai suatu proses interaksi antara pembaca dengan teks dalam suatu peristiwa membaca. Kegiatan atau membaca yang penekanannya diarahkan pada keterampilan dan menguasai isi bacaan. Pembaca harus mampu menguasai dan memahami bacaan yang dibacanya. Dalam hal ini, unsur yang harus ada dalam setiap kegiatan membaca adalah pemahaman.
Pendapat yang hampir sama dengan Nuttal adalah pendapat Tarigan (2008:58) yang menyatakan bahwa membaca pemahaman ialah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, pola-pola fiksi. Membaca pemahaman berkaitan erat dengan usaha memahami hal-hal penting dari apa yang dibaca. Lebih lanjut Somadyo (2011:10) memaparkan bahwa terdapat tiga hal pokok dalam membaca pemahaman, yaitu:
- pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki,
- menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dengan teks yang akan dibaca, dan
- proses pemerolehan makna secara aktif sesuai dengan pandangan yang dimiliki.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pangulimara (dalam Marselina, 2009:34) yang mengungkapkan bahwa, membaca pemahaman atau membaca komprehensi adalah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian (Pangulimara dalam Marselina, 2009:10). Berdasarkan pendapat Pangulimara tersebut, dapatlah dikatakan bahwa inti kegiatan dari membaca adalah suatu pemahaman. Pernyataan Pangulimara tersebut pun sesuai dengan pendapat Grellet (dalam Mardiyah, 2010: 34) menyatakan bahwa mengerti suatu teks bacaan tidak hanya sekedar mengerti apa yang ada, tetapi lebih dalam lagi yakni diperlukan pemahaman.
Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses dalam memahami isi bacaan, mencari hubungan antar hal, hubungan sebab akibat, perbedaan dan persamaan antar hal dalam wacana, menyimpulkan bacaan, dan merefleksikan hal-hal yang telah dibaca. Membaca pemahaman bukanlah teknis atau membaca indah, melainkan membaca untuk mengenal atau menemukan ide baik yang tersirat maupun tersurat. Proses ini melibatkan faktor kecerdasan dan pengalaman pembaca, keterampilan berbahasa, dan penglihatan.
- Tingkatan Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman pada dasarnya adalah suatu proses membaca untuk membangun pemahaman. Dalam proses membaca pemahaman ini ada beberapa tingkatan yang perlu diketahui. Keempat tingkatan membaca pemahaman, yaitu: inferensial, kritis, literal, dan kreatif (Burns dan Roes dalam Hairuddin, dkk, 2007:3-24)).
- Pemahaman Literal
Pemahaman literal adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman literal merupakan pemahaman tingkat paling rendah. Walaupun tergolong tingkat rendah, pemahaman literal tetap penting, karena dibutuhkan dalam proses pemahaman bacaan secara keseluruhan. Pemahaman literal merupakan prasyarat bagi pemahaman yang lebih tinggi (Burns dan Roe dalam Hairuddin, dkk, 2007:3-24).
- Pemahaman Inferansial
Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung (tersirat) dalam teks. Memahami teks secara inferensial berarti memahami apa yang diimplikasikan oleh informasi-informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Dalam hal ini, pembaca menggunakan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks, latar belakang pengetahuan, dan pengalaman pribadi secara terpadu untuk membuat dugaan atau hipotesis.
- Pemahaman Kritis
Pemahaman kritis merupakan kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman kritis pada dasarnya sama dengan pemahaman evaluatif. Dalam pemahaman ini, pembaca membandingkan informasi yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu, pengetahuan, dan latar belakang pengalaman pembaca untuk menilai teks.
- Pemahaman Kreatif
Pemahaman kritis merupakan kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional. Pemahaman kreatif melibatkan dimensi kognitif membaca karena berkaitan dengan dampak psikologi dan estetis teks terhadap pembaca. Pemahaman kreatif, pembaca dituntut menggunakan daya imajinasinya untuk memperoleh gambaran baru yang melebihi apa yang disajikan penulis (Hafni dalam Hairuddin, dkk, 2007:3-25).
Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Anderson (dalam Mardiyah, 2010:37) yang membedakan tingkatan membaca pemahaman atas tiga tingkatan yaitu (1) membaca barisan, (2) membaca antarbarisan, dan (3) membaca di luar barisan. Membaca barisan diartikan sebagai memahami arti harfiah, membaca antar barisan diartikan menginterpretasikan maksud penulis, dan membaca di luar barisan diartikan menarik kesimpulan dan generalisasi.
- Pengukuran Membaca Pemahaman
Kemampuan membaca pemahaman seseorang dapat diukur menggunakan tes. Tes yang bersifat objektif maupun subjektif dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman siswa. Tujuan pokok pelaksanaan tes membaca pemahaman adalah mengetahui dan mengukur kemampuan pemahaman terhadap bacaan yang tersurat, tersirat, maupun implikasi dari isi bacaan (Soenardi dalam Mardiyah, 2010:35). Tes dalam bentuk subjektif dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan yang dijawab dalam jawaban yang panjang dan tepat atau pendek, lebih tepatnya tes ini dalam bentuk esai. Sedangkan tes objektif dapat disusun dalam bentuk tes menjodohkan, melengkapi, atau pilihan ganda.
Nurgiyantoro (2013:253) mengungkapkan bahwa pengukuran kegiatan membaca dapat mencakup dua segi yaitu keterampilan dan kemauan. Keterampilan membaca lebih berkaitan dengan aspek kognitif, sedangkan faktor kemauan berkaitan dengan aspek afektif. Lebih lanjut Nurgiyantoro (2001:248) menyatakan bahwa wacana untuk tes membaca sebaiknya tidak terlalu panjang. Dalam satu tes, lebih baik terdiri dari beberapa wacana pendek daripada sebuah wacana panjang. Berbicara tentang bentuk tes, Nurgiyantoro (2013:249) berpendapa bahwa tes esai maupun objektif dapat dipilih, hanya saja mengukur kemampuan tingkat sintesis dan evaluasi bentuk tes esai lebih mudah disusun. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran kemampuan membaca pemahaman dapat dilakukan dengan melalui tes objektif atau tes esai dengan memperhatikan indikator.