Ketika Islam Baru Dimaknai Sebatas Sebagai Agama

agama, maka yang terbayang adalah kegiatan yang terkait dengan spiritual. Orang menyatakan agama penting, oleh karena kegiatan agama dipandang sebagai upaya menumbuhkan kehidupan spiritual, yang merupakan bagian penting dari kehidupan seseorang. Spiritual kemudian dimaknai sebagai kegiatan batin atau ruhani. Kegiatan agama juga disebut sebagai kegiatan runahi, sehingga kemudian muncul istilah santapan ruhani, khutbah, atau ceramah agama, bahkan juga ada lagu-lagu ruhani. Isinya biasanya mengenalkan ajaran agama yang bersumber dari kitab suci, sejarah nabi, orang-orang sholeh dan perjuangan membela dan menegakkan agama. Selain itu, agama selalu terkait dengan doa, sembahyang, pemujaan, ritual. Oleh karena itu, maka tatkala berbicara agama, bahkan juga Departemen Agama, maka yang terbayang adalah tempat ibadah, —-masjid, gereja, pura, klenteng dan sejenisnya. Karena agama juga diartikan sebagai pengorbanan, maka yang terbayang kemudian adalah zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, dan juga dana pelayanan dan kebaktian. Kegiatan agama juga meliputi doa di seputar kelahiran, khitan, pernikahan dan kematian. Pemahaman terhadap lingkup kegiatan agama sebatas itu membawa pengertian bahwa Departemen Agama hanya mengurus hal-hal yang terkait dengan kegiatan spiritual, yakni kegiatan di seputar tempat ibadah, pendidikan agama dan kegiatan yang terkait dengan peribadatan, seperti zakat, puasa, haji dan hari-hari besar keagamaan. Jika agama menjamah persoalan pendidikan, rupanya hanya dimaknai secara terbatas, yakni jenis pendidikan yang terkait dengan pelatihan ibadah dalam maknanya, lagi-lagi dalam lingkup spiritual itu. Oleh karena itu kita lihat jenis-jenis pelayalanan di kantor itu, bidang agama Islam misalnya, hanya meliputi Direktorat Pendidikan Agama, Direktorat Urusan Haji dan Penerangan Agama. Penjelasan seperti ini membawa pada suatu pengertian bahwa agama memang sempit, hanya sebatas mengurus hal yang terkait dengan spiritual, ibadah, kebaktian dan tidak lebih dari itu. Islam memang dipandang sebagai agama, tetapi jika kita mengkaji lebih mendalam terhadap isi kitab suci al Qur’an dan kehidupan Muhammad sebagai pembawa risalah itu, ternyata tidak sesempit itu. Islam tidak cukup dibahami hanya sebatas memberi petunjuk tentang kehidupan ritual dan spiritual. Islam berisi tuntunan tentang kehidupan secara luas, yakni seluas kehidupan itu sendiri. Al Qur’an memberikan petunjuk tentang siapa sesungguhnya yang disebut Tuhan itu, sehingga lahir dari sana konsep tentang tauhid. Selain itu al Qur’an berbicara tentang siapa sesungguhnya manusia, yakni makhluk yang memiliki dimensi jasmani, qolb, akal dan ruh atau jiwa. Al Qur’an juga berbicara tentang alam atau jagad raya. Kitab suci ini memperkenalkan tentang semua makhluk, dari yang berukuran besar hingga yang berbentuk kecil. Diperkenalkan oleh al Qur’an tentang bumi, langit, matahari, bulan, bintang dan planit lainnya, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Bahkan al Qur’an juga memerintahkan manusia untuk berjalan di muka bumi, mempelajari berbagai hal hingga binatang seperti unta hingga semut yang kecil. Al Qur’an juga memberikan penjelasan agar manusia dalam hidupnya meraih keselamatan. Keselamatan dalam konsep al Qur’an berdimensi luas dan panjang, yakni selamat di dunia dan di akherat. Agar manusia meraih keselamatan dan juga kebahagiaan, maka diperkenalkan berbagai konsep tentang Iman, Islam, ikhsan, amal sholeh, dan akhlaq. Islam juga menganjurkan untuk menggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Oleh karena itu membandingkan agama dalam pengertian sosiologis, antropolis dan sejarahnya dengan agama secara normatif menurut kitab suci—–dalam Islam ialah al Qur’an dan hadits, maka sesungguhnya telah terjadi reduksi yang sangat jauh. Islam yang memiliki pengertian yang sangat luas seperti itu, selama ini hanya ditangkap dalam pengertian yang amat sempit. Islam juga ikut-ikut dimaknai hanya sebatas kehidupan ritual dan spiritual. Namun akhir-akhir ini muncul kesadaran, yakni semacam harapan, tuntutan dan bahkan gugatan agar Islam menjadi rahmat bagi seluruh kehidupan. Apalagi, akhir-akhir ini juga muncul kesadaran baru, bahwa ternyata bangsa-bangsa yang berpenduduk muslim di muka bumi ini, selalu tertinggal dari negara lainnya, baik dari ekonomi, sosial, politik, ppendidikan dan juga ilmu pengetahuan. Fenomena ketertinggalan umat Islam itu sesungguhnya sangat mudah dijelaskan. Para pemimpin dan tokoh Agamawan Islam selama ini selalu memaknai Islam dalam pengertian yang terbatas. Mereka menyebut bahwa Islam telah maju dan sukses manakala mereka sudah berhasil membangun masjid dan madrasah, serta menjalankan ritual yang diikuti oleh sejumlah besar orang secara semarak. Islam diposisikan pada tempat yang sempit dan lagi berada di pinggiran. Islam yang sebenarnya mengajarkan tentang budaya luhur dan mulia, yakni mengedepankan ilmu pengetahuan —–sebagaimana sejak awal diperkenalkan perintah ber-iqra’ lewat al Qur’an, konsep amal sholeh dan akhlaq, yakni tentang kejujuran, kebenaran, keadilan, amanah, tabligh, fathonah, yang itu semua adalah merupakan pintu-pintu masuk menuju keunggulan peradaban, ternyata masih gagal dipahami oleh umat manusia yang menamakan dirinya sebagai muslim. Oleh karena itu, jika kaum muslimin menghendaki tampil memimpin dunia, maka tidak jalan lain kecuali harus ada keberanian menangkap isi ajaran kitab suci al Qur’an dan kehidupan Rasulullah secara sempurna atgau komprehensif. Peringatan hari lahir Departemen Agama yang jatuh pada hari ini, 3 Januari 2009 yang disebut sebagai Hari Amal Bhakti Departemen Agama, seharusnya dijadikan sebagai momentum untuk membuka diri seluas-luasnya dalam membangun pengertian dan pemahaman tentang Islam yang sebenarnya. Jika umat Islam berkehendak segera bangkit, maju dan menjadi unggul, maka kegiatan ber-iqra’ harus segera digalakkan, untuk agar kemudian melahirkan kesadaran —-al mudatsir. Kesadaran inilah yang selanjutnya menjadi kekuatan penggerak kebangkitan —al qiyam, sebagai awal melakukan jihad atau bekerja sungguh-sunguh untuk meraih keberhasilan. Kegiatan berjihad, menurut ajaran al Qur’an, harus didahului ber-thoharoh —-watsiyabaka fathohhir. Thoharoh di sini harus dimaknai dalam pengertian yang lebih mendalam, yakni bersih dari suasana subyektivitas dan jauh dari niat-niat buruk, merugikan siapapun atau bernuansa angkara murka. Jika Islam yang luas, yang tidak hanya sebatas sebagai agama, yakni dalam pengertian sosiologis dan antropologis yang sempit itu, berhasil ditangkap oleh umatnya, maka Insya Allah, tidak lama terjadi kebangkitan Islam yang sebenarnya. Allahu a’lam.   1 komentar iqbal kuncaraningrat selamat dan sukses atas peringatan kelahiran departemen agama ke 63. ibarat ilmu padi semakin lama dan tua semakin merunduk, artinya depag seharusnya lebih arief dan bijak karena semakin bertambah usia, bertambah pengalaman dalam memenagent sebuah lembaga harapan ummat beragama di tanah air, memang kalau kita sedit melihat sejarah lahir depag penuh lika-liku yang pertamakali di pimpin oleh orang muda, cerdas, jujur, yakni KH Wahid Hasyim, tapi sepanjang sejarahnya berganti pimpinan, depag dirundung masalah yang pernah akan dibubarkan, ada yang korup, tidak becus memimpin, management yang compang-camping, kotor performent gedung yang kumuh bila dibanding dengan departemen lain, ini sebagai outokritik saya. harap kita depag melakukan rekontruksi management, pola fikir, perilaku berubah menjadi suri tauladan ummat beragama sebagaimana di contohkan Nabi Muhammad SAW, Islam dipahami secara holistik, rahmatan lil alamin. ini tantangan kita semuanya. Brovo….Departemen Agama

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share