Sebaliknya, ada juga pihak lain yang berpendapat bahwa kegiatan spiritual sangat penting untuk menyempurnakan kehidupan manusia agar lebih utuh. Manusia tidak saja dibekali dengan akal atau rasio, tetapi juga dengan hati. Masing-masing wilayah harus dikembangkan secara bersamaan dan seimbang. Seringkali muncul pertanyaan, apa artinya sebuah kecerdasan atau kepintaran jika pemilik kepintaran itu tidak memiliki sifat-sifat terpuji, sehingga hidupnya selalu menjadikan orang lain sengsara. Sifat-sifat terpuji belum tentu bisa ditumbuh-kembangkan melalui ilmu pengetahuan, melainkan harus ditempuh melalui kegiatan spiritual. Atas dasar pikiran ini maka kegiatan spiritual dianggap besar sekali artinya di kembangkan, termasuk di kampus-kampus. Tulisan singkat ini tidak ingin terlalu jauh, memperbincangkan pandangan masing-masing kelompok yang berbeda itu, lebih-lebih melihatnya dari pespektif fiqh yang biasa menghasilkan kesimpulan berbeda. Tulisan ini hanya ingin menunjukkan kegiatan itu dari perspektif sosialnya. Secara sosiologis dan kultural kegiatan ritual spiritual itu memang besar artinya untuk membangun kohesivitas bersama yang kukuh di antara warga kampus. Kegiatan spiritual seperti sholat berjama’ah bersama di masjid kampus, membaca al Qur’an bersama dan semacamnya itu ternyata berhasil mempererat hubungan sesama warga kampus. Hubungan-hubungan yang dibangun atas dasar kekuatan logika —–sebagai tradisi orang kampus, kadangkala justru melahirkan suasana kontraproduktif, yakni bersifat transaksional, untung rugi, dan bahkan juga bersifat manipulatif. Untuk memperkokoh hubungan antar sesama warga kampus diperlukan media, dan ternyata kegiatan ritual spiritual tersebut sangat efektif dan besar sekali hasilnya. Seringkali tidak disadari oleh banyak orang bahwa hubungan yang hanya didasari oleh kekuatan akal, hanya akan melahirkan jarak sosial sebagaimana dikemukakan di muka. Sebaliknya, sifat-sifat ketulusan, keikhlasan, sabar yang sangat diperlukan dalam kehidupan bersama hanya bisa dibangun melalui kegiatan ritual, spiritual dan kultural seperti itu. Manusia dalam hidup bersama tidak saja membutuhkan pandangan mata yang tajam, tetapi kekuatan itu seharusnya disempurnakan dengan ketajaman hati. Akhir-akhir ini banyak orang mengatakan bahwa berbagai kedewasaan, —–dewasa intelektual, sosial dan spiritual harus dibangun secara bersama. Di kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang kegiatan kultural semacam itu telah lama dikembangkan. Hasilnya yang dapat dilihat ialah di antaranya komunikasi antar warga kampus menjadi lebih lancar, saling mengenal dan memahami, mengerti persoalan yang dihadapi dan akhirnya terjadi saling menghargai dan membantu dan atau paling tidak, terjadi saling menyapa di antara mereka. Dunia yang semakin menyeret manusia ke alam kehidupan yang bersifat indifidualistik, egois dan bahkan angkuh terhadap yang lain, utamanya terhadap mereka yang dianggap lebih rendah, maka dengan kegiatan spiritual bersama itu akan menjadi jembatan atau sarana untuk saling bertemu dan mengenal. Kegiatan kampus yang bernuansa spiritual dan kultural itu, mampu membangun kebersamaan di antara warga kampus, sehingga selayaknyalah dikembangkan dan didukung oleh semua. Wallohu a’lam
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang