Pendekatan Agama Secara Sempurna dalam Membangun Budaya Kerja

Kegiatan spiritual seperti itulah yang disebut sebagai beragama. Sedangkan bekerja yang juga seharusnya dimaknai sebagai bagian ibadah, belum mendapatkan perhatian secara cukup. Atas dasar pandangan ini, maka menurut hemat saya membangun budaya kerja di lingkungan Departemen Agama, dalam perspektif Islam, adalah meningkatkan kualitas ke Islaman bagi umat Islam sendiri. Kualitas yang dimaksudkan meliputi, keimanan, ke Islaman dan juga ikhsan, amal sholeh dan akhlakul karimah, semua itu harus dimaknai secara benar dan sempurna. Departemen agama, seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam upaya menjadikan umatnya menangkap dan selanjutnya menjadikannya sebagai pedoman hidup sehari-hari. Departemen Agama semestinya menjadi pelopor bahwa melalui Islam —–khususnya yang beragama Islam, mampu menjadikan kehidupan ini lebih baik, sempurna dan meraih keunggulan. Jika sementara ini melalui ber Islam belum diraih keberhasilan, maka tidak perlu mencari alternatif jalan lain yang belum menentu kebenarannya. Maka yang diperlukan adalah menggali sedalam-dalamnya ajaran Islam itu dan menyebarluaskannya di tengah-tengah kaum muslimin. Eksperimen di UIN Malang Tanpa harus malu, khawatir dituduh yang tidak-tidak, sejak saya memimpin STAIN Malang yang kini lembaga itu telah berubah menjadi UIN Maulana Malik Ibrahim, mencoba menjadikan ajaran Islam yang saya pahami sebagai ajaran yang bisa diimplementasikan untuk meningkatkan budaya kerja . Hasilnya, kampus ini relatif dinamis. Saya katakan sebatas relatif, sebab menurut hemat saya capaian itu belum maksimal. Tetapi perkembangannya selama ini, baik fisik, kelembagaan, akademik, kinerja para dosen dan karyawan secara bertahap semakin hari semakin baik. Indikator keberhasilan itu akan saya tunjukkan di bagian akhir tulisan singkat ini. Implementasi ajaran Islam yang saya maksud dan kembangkan, meliputi (1) ketauladanan, atau uswah (2) menyatukan semua elemen melalui silaturrahmi, (3) mengembangkan kehidupan spiritual lewat masjid dan ma’had, (4) selalu mengajak berbagi kepada sesama dengan infaq dan shodaqoh, (5) membangun kesamaan dan kebersamaan, (6) membangun harapan dan menghargai semua. (7) selalu berorientasi kualitas atau amal sholeh dan lain-lain. Nilai-nilai ini, saya kembangkan melalui sebuah gerakan yang saya imami sendiri sebagai pimpinan kampus. Saya rasakan keteladanan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa hebatnya dalam membangkitkan semangat dan budaya kerja. Saya tidak pernah menggunakan pendekatan formal, khawatir justru menjadi formalitas. Saya teringat bahwa kekuatan penggerak seseorang, menurut Islam adalah berpusat di hati, yaitu di niat. Bekerja menurut Islam yang saya pahami akan dilihat dari niatnya. Umpama saya tidak dituntut oleh aturan bahwa pegawai negeri harus mengisi daftar hadir, dan —–daftar hadir itu selalu ditanyakan jika petugas Irjen datang, maka kewajiban mengisi daftar hadir pun, umpama boleh, akan saya bebaskan. Maksud saya tanpa daftar hadir pun para pegawai dan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sudah menjalankan tugasnya dengan baik, dan bahkan melebihi takaran yang diwajibkan. Tidak sedikit dosen dan karyawan datang ke kantor lebih awal dan pulang ke rumah lebih akhir. Sehingga, tanpa daftar hadir pun para PNS sudah menjalankan tugas dengan baik. Jika terdapat satu atau dua yang menyimpang dari fenomena itu, saya anggap masih tergolong wajar, karena memiliki alasan yang bisa diterima. Saya mendapatkan inspirasi dari al Qur’an bahwa rasa kasih sayang menjadi sumber kekuatan yang luar biasa menumbuhkan semangat melakukan yang terbaik, dan bahkan dengan kasih sayang juga mendorongan orang untuk mau berkorban. Saya perhatikan sifat Allah yang mulia, yakni Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, bertebaran di hampir semua surat dalam al Qur’an. Betapa banyaknya ayat itu ditampilkan dalam al Qur’an, saya memaknainya, betapa kasih sayang merupakan kekuatan dahsyat untuk menggerakkan siapapun agar bekerja lebih baik. Mengerakkan orang secara efektif, menurut keyakinan saya, bukan melalui peraturan, tata tertip, pengawasan, ancaman hukuman, melainkan sebaliknya adalah melalui upaya menumbuhkan rasa senang, gembira, keterbukaan, dipercaya, dihargai, dibebaskan dari ancaman dan diakui akunya atau disenangkan dan digembirakan. Siapapun menyukai diberi kasih sayang. Karena itulah kasih sayang adalah sifat Allah yang mulia itu, sengaja ditebarkan di berbagai surat al Qur’an, kecuali di surat at Taubah saja. Berangkat dari pemahaman itu semua, saya selalu mencoba untuk menggembirakan semua staf dosen dan karyawan dengan cara mempercayai, mengakui akunya, menjadikan mereka mampu, memfasilitasi, mempromosikan, membesarkan hatinya dan memberikan harapan masa depannya. Dengan cara-cara ini, maka saya melihat muncul semangat bekerja, semangat bekerjasama, semangat berkorban, semangat memberikan yang terbaik. Memang, gerakan semua itu harus dimulai dari pimpinan. Saya berani mengatakan bahwa suasana lembaga atau kantor adalah sangat tergantung dari pimpinannya. Jika pimpinannya berhasil memberikan ketauladanan, memberikan kasih sayangnya kepada semua yang dipimpinnya, mampu mewujudkan rasa keadilan, kejujuran, ketulusan maka akan diikuti oleh semua yang dipimpinnya. Saya berkesimpulan, jika di sebuah lembaga —-termasuk di Departemen Agama, terdapat berbagai persoalan yang tidak memuaskan, maka sesungguhnya hal itu sebagai akibat dari prinsip-prinsip sebagaimana disebutkan di muka belum berhasil dijalankan secara baik. Semua yang saya ungkapkan tersebut, menurut hemat saya adalah bersumber dari kitab suci al Qur’an dan tauladan Rasulullah. Atas dasar uraian singkat tersebut, saya mengatakan bahwa Islam secara utuh telah memberikan pedoman, guidance, petunjuk dalam membangun kehidupan secara lebih baik dan berkualitas, termasuk budaya kerja di kantor Departemen Agama. Nabi sebagai uswah hasanah harus dimaknai dalam wilayah yang luas dan mendalam. Uswah hasanah Nabi, tidak terkecuali dalam menunaikan amanah, ialah berkerja secara sholeh atau berkualitas. Departemen Agama, menurut hemat saya harus secara terus menerus mendorong kepada seluruh aparatnya menjadikan ajaran agamanya masih-masing sebagai petunjuk yang sempurna dalam kehidupan ini. Tidak selayaknya menurut hemat saya, Departemen Agama, mencari alternatif ajaran lain, sebatas membangun budaya kerja di lingkungan Kantor Departemen Agama, dari pusat hingga sampai daerah. Problemnya saat ini adalah bagaimana menjadikan ajaran Islam itu terimplementasi secara sempurna dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang Diraih Beberapa contoh keberhasilan dalam mengimplementasikan ajaran Islam dalam membangun budaya kerja, khususnya di UIN Maulana Malik Ibrahim, antaranya sebagai berikut : (1) iklim kerja kantor lebih bersemangat, konflik terkurangi, kinerja cukup memuaskan, hingga lembaga ini sekalipun baru berumur sekitar empat tahun menjadi universitas, —-perubahan dari sekolah tinggi, seluruh program studinya telah terakreaditasi, kecuali beberapa yang baru. Selain itu UIN Maulana Malik Ibrahim Malang juga telah mendapatkan akreditasi institusi dari BAN-PT dan juga telah mendapatkan ISO 9000-2001. (2) Konflik-konflik terkaitr dengan rekruitmen pimpinan tidak terjadi, pemilihan rektor, dekan dan jabatan lain tidak menimbulkan ekses negatif, sebaliknya berjalan lancar dan bahkan tidak terjadi persaingan yang mengganggu tali silaturrahmi. Mereka mengutamakan kemajuan lembaga daripada kepentingan pribadi atau golongan. (3) Produktivitas baik lulusan maupun hasil-hasil karya ilmiah. Dalam waktu dua tahun tgidak kurang dari 150 buku teks yang berhasil diterbitkan. Sekalipun pada awalnya dosen yang bergelar Doktor (S3) hanya bisa dihitung dengan jari, saat ini mereka yang lulus pendidikan Doktor 38 orang, sedangkan yang sedang menyusun disertasi sejumlah 117 orang. Angka ini tergolong tinggi, sebab jumlah dosen tetap UIN Maulana Malik Ibrahim Malang hanya berjumlah 276 orang. (4) Hasil-hasil lainnya berupa seperti tersusunnya rancangan untuk pengembangan kelembagaan, perluasan lahan kampus, dan lain-lain. Ini semua tidak akan terwujud jika budaya kerja di lingkungan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang lemah. Akhirnya, saya masih merasa perlu mengulang lagi bahwa membangun budaya kerja di lingkungan Departemen Agama cukup dilakukan dengan pendekatan agama. Agama harus diyakini, seyakin-yakinnya telah memilikmi konsep untuk meningkatkan kualitas manusia secara keseluruhan, termasuk dalam membangun budaya kerja. Selanjutnya, membangun budaya kerja dengan pendekatan agama itu akan berhasil jika dimulai dari level pimpinan paling atas, dan seterusnya ke bagian bawah hingga level yang paling rendah. Menurut hemat saya tidak ada sebuah instansi yang lemah budaya kerjanya, kecuali disebabkan oleh kelemahan para pemimpinnya. Oleh karena itu, gerakan meningkatkan budaya kerja melalui pendekatan agama ini adalah gerakan memperbaiki kinerja para pemimpin, —–atau gerakan uswah hasanah, yang selanjutnya akan ditiru dan diikuti oleh seluruh bawahannya. Allahu a’lam. Catatan : Naskah singkat ini ditulis sebagai sumbangan pikiran pada acara workshop Pengembangan Budaya Kerja, diselenggarakan oleh Inspektorat Jendral Departemen Agama, pada tanggal 13 Maret 2009 di Kantor Departemen Agama, Jakarta.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share