Sebuah Kenangan Karya Pengabdian di Universitas Muhammadiyah Malang Tatkala memperhatikan kalender di rumah, pada pertengahan bulan April 2009 ini, saya teringat saat mengakhiri pengabdian di Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Pembantu Rektor I. Saya menyerahkan amanah, jabatan tersebut pada tanggal 16 April 1996. Jika dihitung-hitung sejak mengakhiri jabatan itu sampai saat ini (2009) sudah genap 13 tahun lamanya, sehingga sama persis lamanya dengan masa pengabdian saya sebagai PR I, terhitung dari tahun 1983 – 1996. Catatan akhir yang pernah saya buat tatkala mengakhiri jabatan itu, sekalipun sudah 13 tahun lamanya, ternyata masih tersimpan dengan baik. Setelah saya baca kembali, rasanya ada sesuatu yang penting untuk dikenali kembali perjalanan sejarah itu. Bagi saya sendiri, sebagai pelaku dan sekaligus penulisnya merupakan cerita yang tidak mungkin bisa saya lupakan. Genap selama 13 tahun meninggalkan kampus itu, sebagai orang yang pernah ikut memimpinnya, tentu merasa bahagia, menyaksikan perguruan tinggi Islam Swasta, yang sampai saat ini masih tampak dinamis dan berkembang. CATATAN AKHIR SEBUAH FASE PENGABDIAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG A. MUKADIMAH Tanggal 11 Juli 1975, Bapak Drs. Masyfuk Zuhdi, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ketika itu, memanggil saya agar ikut rnembantu beliau, mengembangkan kampus milik persarikatan Muhammadiyah. Tawaran mulia itu saya terima dengan senang hati. Saya diberi tugas ikut nengembangkan perpustakaan yang jumlah bukunya tidak lebih dari satu almari kecil. Jumlah staf Universitas ketika itu hanya tiga atau empat orang. Karena itu, selain menangani perpustakaan, saya juga harus membantu menyelesaikan tugas-tugas administrasi universitas. Sebagai seorang staf, terhadap pekerjaan apa saja, saya berusaha nenyelesaikan sebaik-baiknya. Prestasi kecil-kecilan itu, alhamdulillah, menjadikan Rektor dan pimpinan lain semakin memberikan kepercayaan. Tidak lama kemudian setelah lulus sarjana, secara berturut-turut saya diberi tugas menangani lembaga penelitian, sebagai sekretaris Fakultas Tarbiyah, Sekretaris FKIP, lalu diangkat sebagai Dekan Fakultas ilmu Sosial (FIS). Selang beberapa waktu menjabat dekan, ditugasi pula nerangkap menjabat Pembantu Rektor. Seingat saya, tugas sebagai Pembantu Rektor I saya terima sejak tahun 1983, yaitu sejak kepemimpinan Bapak A. Malik Fadjar. Pengalaman panjang yang penuh tantangan, yang saya anggap sebuah fase pengabdian ini, perlu saya ungkap sebagai ekpresi rasa syukur yang mendalam, dalam menjalani kehidupan ini. Saya merasa beruntung dikaruniai peluang, berupa lapangan pengabdian yang saya anggap amat mulia. Agar tidak memperpanjang ceritera catatan-catatan pengabdian ini hanya mengungkap pengalaman, cita-cita yang terlahir, langkah-langkah yang saya tempuh, dan mungkin jenis pekerjaan yang belum tercapai selama saya memperoleh amanah sebagai Pembantu Rektor I, yang saat ini sudah berakhir. Namun sebelum itu, dari lubuk hati yang dalam saya ingin menyatakan rasa syukur kehadirat Illahi yang telah nemberi kekuatan, petunjuk dan pertolongan-Nya, hingga amanah itu bisa saya sangga dan nikmati. Saat rnenulis catatan ini, terlihat baru sedikit yang bisa saya sebut sebagai prestasi yang saya capai, padahal amat banyak peluang yang seharusnya bisa saya kerjakan. Lebih dari itu semua, rasanya seperti menggunung kekeliruan yang telah saya lakukan. Namun naluri kenakalan dan ketidak adilan saya selalu muncul. Sekalipun kecil yang bisa saya perbuat, balasan dari Yang Maha Esa tetap saya angan-angankan. Begitu pula sebesar apapun kesalahan saya, sungguh, saya berharap ampunan-Nya. B. DI AWAL JABATAN SEBAGAI PEMBANTU REKTOR I Masih segar dalam ingatan saya, bahwa usul agar saya duduk sebagai Pembantu Rektor I datang dari Bapak Drs. H. Sukiyanto, dan disetujui oleh Bapak A. Malik Fadjar sebagai Rektor baru ketika itu. Penyebutan nama Bapak Drs. H. Sukiyanto saya anggap paling penting, sebagai ekpresi rasa terima kasih saya yang tak terhingga padanya. Dari Bapak Drs. H. Sukiyanto pula banyak pelajaran yang saya peroleh. Cara kerja seorang matematikawan, cepat dan tidak pernah menunda-nunda pekerjaan, teliti dan bertanggungjawab, itulah sekelumit dari sekian banyak yang benar-benar saya jadikan referensi dalam menunaikan tugas-tugas sehari-hari. Begitu pula kepada Bapak A.Malik Fadjar yang ketika itu tidak saja saya rasakan sebagai senior saya, lebih dari itu tepat kalau saya sebut sebagai “pengganti peranan” ayah saya, — beliau membimbing, menasehati, memberikan sentuhan-sentuhan nurani, meluaskan peluang agar saya berprestasi.’ Dua orang, itulah sesungguhnya, tepat kalau saya sebut sebagai guru saya sejati, selain guru-guru saya yang lain. yang juga begitu besar jasanya. Dipandang dari sisi namanya, jabatan itu amatlah besar. Jabatan sebagai pimpinan universitas, sebuah lembaga pendidikan tinggi jelas memberikan gambaran prestisius dan membanggakan. Akan tetapi yang sesungguhnya, karena lembaga ini masih kecil, berada di awal masa pertumbuhan, saya meraba-raba tepat kalau universitas ketika itu, dalam melengkapi anggota pimpinannya memilih orang yang mau bekerja keras apa saja, sekalipun menurut ukuran-ukuran normal tidak layak ditangani oleh seorang pemangku jabatan pimpinan universitas. Tugas Pembantu Rektor I ketika itu belum pada upaya mencari cara bagaimana mengembangkan keilmuan. Sehari-hari yang terpikirkan, hanyalah persoalan-persoalan teknis dan kadang tidak etis. Pikiran saya ketika itu, hanya terarah pada bagaimana jumlah mahasiswa baru meningkat Pembantu Rektor I selalu bertugas sebagai ketua penerimaan mahasiswa baru. Tugas yang amat sulit ditunaikan, karena universitas belum memiliki daya tarik Pekerjaan teknis lainnya, seperti penyusunan jadwal, mengurus NIRM dari Kopertis, yang juga tidak gampang lantaran berkas-berkas nilainya banyak yang tidak memenuhi syarat. Dalam masa awal pertumbuhan Pembantu Rektor I juga harus terlibat secara langsung pekerjaan-pekerjaan yang amat teknis, seperti misalnya menbungkusi soal-soal ujian, mengawasi ujian, mencari percetakan mana yang paling murah dan layak untuk mencetak pamflet penerimaan mahasiswa baru, mencari tempat-tempat yang tepat untuk memasang baliho dan sepanduk sebagai cara promosi, berkirim surat panggilan kepada calon mahasiswa baru. Dan bahkan juga memimpin beberapa teman dan juga mahasiswa keliling ke SMTA seluruh Jawa Timur, menjelaskan tentang Universitas Muhammadiyah agar tertarik dan masuk ke kampus ini. Pekerjaan-pekerjaan seperti ini, karena belum didukung oleh tenaga yang memadai, terpaksa harus dikerjakan berhari-hari dan tidak jarang sampai larut malam baru bisa pulang. Keikutsertaan saya sebagai Pembantu Rektor menangani jenis-jenis pekerjaan yang bersifat teknis ini seringkali juga memperoleh sindiran-sindiran yang tidak begitu menggembirakan, padahal sesungguhnya siapapun orangnya yang menjabat manakala ingin berhasil, menurut hemat saya harus bersedia menangani tugas-tugas itu. Jangankan sekedar Pembantu Rektor, Rektornya sendiri pun pernah suatu saat, ketika akan ada tamu, terpaksa harus ikut bersih-bersih hingga larut malam. Bekerja kucing-kucingan, sangat tidak layak dikerjakan oleh pengelola perguruan tinggi. Tetapi nyata-nyata itu terjadi. Yaitu, karena gedung universitas pada awalnya menggunakan gedung SMTP dan SMTA Muhammadiyah pada sore hari yang tidak dipakai. Penggunaan gedung secara bersama ini, menuntut agar masing-masing saling menjaga. Jika universitas mendapatkan tamu penting maka papan nama sekolah itu dilepas dan sementara disimpan. Begitu pula, jika SMTP atau SMTA diakreditasi maka mahasiswa maupun papan nama universitas pun disimpan dulu, agar seolah-olah gedung. sekolah tersebut hanya digunakan oleh sekolah yang sama-sama berada di bawah naungan Muhammadiyah ini. Cara seperti ini mudah sekali ditempuh karena pimpinan Muhammadiyah ketika itu secara langsung terlibat, baik di Universitas maupun dalam pengelolan SMTP dan SMTA itu. Cerita ini kelihatan lucu, sederhana dan tidak proporsional. Tapi itulah yang terjadi sesungguhnya. Pekerjaan-pekerjaan yang amat sederhana lainnya yang harus menjadi perhatian Pembantu Rektor I ialah di seputar bagaimana agar kuliah berjalan lancar, ujian tertib, NIRM Kopertis cepat terbit, begitu pura ijazah bagi yang telah lulus agar selesai tepat pada waktunya. Selain itu yang tidak kurang pentingnya ialah agar dana yang tersedia mencukupi sebagian besar kebutuhan yang harus dipikirkan bagaimana agar semua pengadaan terbeli secara murah, cepat, dan baik kualitasnya. Pengembangan dosen, memang belum waktunya dilakukan. Dosen tetap sendiri baru tidak lebih lima orang, itupun berstatus dosen bantuan pemeriniah. Dosen berstatus yayasan, belum ada. Hampir semua tenaga pengajar termasuk pimpinan baik di tingkat universitas maupun fakultas bersatus tenaga luar biasa, tenaga sisa dari perguruan tinggi negeri maupun pegawai pemeriniah daerah di Malang. Mungkin Universitas ini lebih tepat disebut sebagai perguruan tinggi sekedar pengisi waktu luang sebab kebanyakan mereka berkumpul di Universitas ini, yang lebih tampak hanyalah sekedar mengisi waktu yang masih tersisa. Gambaran tersebut di atas, berjalan tidak kurang dari tiga sampai lima tahun. Akan tetapi yang patut direnungkan dan sekaligus menjadi kekayaan bersama adalah kerukunan di antara semua pihak yang terlibat sangat terjaga dengan baik. tidak ada keinginan antara satu dan lain mengembangkan rasa saling tidak percaya, kekurangan yang satu ditutup yang lain, saling memahami bahwa semua adalah merupakan barisan yang saling membutuhkan untuk mencapai cita yang sama, yaitu mengembangkan perguruan tinggi Muhammadiyah. Honor kecil dan bahkan dibayar terlambat pun tidak dianggap sebagai soal. Tapi anehnya orang-orang yang terlibat mengajar, tampak senang dan ikhlas,—mungkin apa yang mereka lakukan dirasa sebagai ibadah. C. MENEMUKAN CITA-CITA DAN KESADARAN YANG AGAK JELAS Dengan berbagai cara dan kerja keras, keinginan agar jumlah mahasiswa bertambah alhamdulillah tercapai. Rektor selalu memberikan semangat, bahwa calon mahasiswa harus dijemput. Embun saja, kata beliau, sudah tidak mau jatuh manakala pohonya tidak digoyang-goyang. Saya sebagai Pembantu Rektor I, yang selalu bertugas sebagai ketua pasukan penerimaan mahasiswa baru, memberikan penjelasan kepada teman-teman dengan sebuah tamsil, bahwa kita tidak boleh jadi trenggiling, bisa makan hanya manakala terdapat semut dan atau serangga lainnya mendekat di mulut. Padahal trenggiling dengan cara kerja seperti itu, kalau jalan hanya berguling-guling, dari atas ke bawah. Artinya, tidak ada kemajuan. Berbeda dengan singa, mencari mangsa ke mana saja, gunung yang tinggi lagi terjal dan bahkan ke desa sekalipun berbahaya, ditempuh. Dicari binatang yang larinya kencang, sehat dan seger. Singa dengan caranya seperti itu, berani menghadapi tantangan, sekalipun berbahaya, ia menjadi binatang yang diperhitungkan dan bahkan diakui menjadi raja hutan. Cara kerja singa itu selalu saya jadikan bahan pembakar semangat teman-teman untuk mencari mahasiswa baru. Dengan cara kerja seperti itu, ternyata membuahkan hasil, selang beberapa tahun –3 sampai 4 tahun– jumlah mahasiswa benar-benar meningkat. Dari semula kurang dari 500 orang, meningkat mencapai 3 sampai 4 ribuan. Keberhasilan dalam merekrut mahasiswa sebagai perguruan tinggi swasta berarti berhasil pula nengumpulkan dana yang sangat penting artinya untuk mernenuhi fasilitas yang diperlukan. Saat itu Universitas Muhammadiyah Malang tergolong perguruan tinggi swasta di Malang yang tertinggal oleh PTS lainnya. Pimpinan Universitas sadar betul bahwa kemegahan gedung, selain status akreditasi, termasuk merupakan daya tarik bagi para calon mahasiswa. Karena itu pembangunan gedung menjadi prioritas utama. Saya sebagai anggota pimpinan universitas sadar betul, dan karenanya pengembangan yang menyentuh kualitas akademik secara riil ditunda terlebih dahulu. Kegiatan yang bersifat akademik, penelitian misalnya, kalaupun toh dilakukan pembiayaannya harus dicarikan dari luar. Berhasil, ketika itu dijalin kerjasana dengan BKKBN Jawa Timur, menyelesaikan beberapa buah penelitian yang seluruh pembiayaanya dicukupi oleh instansi yang bertanggungjawab soal kependudukan ini. Di sela-sela kesibukan menangani pengembangan akademik yang sesungguhya belum menyentuh esensinya ini, sebagai orang yang ingin bertanggungjawab menunaikan amanah sebaik-baiknya, selalu melakukan perenungan tentang pengembangannya di masa depan, inieraksi sesama kolega Perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, juga mengamati beberapa perguruan tinggi yang telah maju pesat, menangkap inspirasi-inspirasi yang terlahir dari pikiran Pak A, Malik Fadjar selaku rektor, tertangkaplah inspirasi tentang idialita perguruan tinggi Muhammadiyah yang harus diwujudkan, khususnya di bidang pengembangan akademik. Universitas Muhammadiyah Malang suatu ketika harus memiliki (1) dosen tetap, secara formal bergelar doktor dan bahkan guru besar. Yang dimaksud dosen tetap ialah tenaga pengajar yang benar-benar dimiliki, dan hanya hidup dari universitas ini; (2) Dosen-dosen ini, tidak saja mengajar tetapi juga meneliti menulis karya imiah yang berbobot lagi memiliki daya tarik, karya-karyanya tersebut menjadi bahan perbincangan keilmuan di kalangan ilmuwan perguruan tinggi secara meluas, (3) dikenal bukan keindahan gedung dan tamannya melainkan karena kepakaran para penghuninya, (4) memiliki jaringan komunikasi keilmuan dan karena itu mobilitas dosen untuk memperbincangkan temuan-temuanya amat luas, (5) memiliki ukuran-ukuran keberhasilan warga kampus yang relevan, ialah karena ilmiahnya, bukan rumah dan kaplingnya. Untuk meraih cita-cita itu semua kampus ini harus dilengkapi laboratorium perpustakaan .yang handal, singkatnya, kampus universitas Muhammadiyah dari sisi akademik harus menjadi rumah ilmu, masyarakat ilmu yang haus akan informasi dan temuan-temuan baru. Untuk memberikan arah pengembangan tenaga dosen, menuju idialitas yang diinginkan, di antaranya ditempuh melalui penyusunan buku yang berisi gambaran yang diinginkan tentang universitas Muhammadiyah mendatang. Buku tersebut diberi judul Universitas Muhammadiyah Malang dalam Citra dan Cita. lewat buku tersebut saya ingin menggambarkan cita-cita yang ingin saya wujudkan atas dasar kapasitas saya sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademik. Untuk menjadikan kampus ini sebagai rumah ilmu perlu pemahaman semua pihak yang terlibat di dalamnya, kesediaan untuk menyesuaikan diri baik pikiran, keinginan maupun gerak langkahnya secara berama sama menuju ke arah cita-cita itu. semua warga kampus khususnya tenaga dosen maupun pimpinannya, diharapkan mengenal universitas yang ingin diwujudkan di antaranya lewat buku ini. Selain itu, belum lama ini untuk mengarahkan pengembangan akademiknya, berhasil disusun Pola Ilmiah Pokok (PIP) Universitas Muhammadiyah Malang, dengah tema besar “Pengentasan Kaum Dhuafa lewat peningkatan Sumberdaya Manusia”. Kedua buku tersebut telah disebarluaskan kepada seluruh warga kampus ini. Agar kampus ini suatu ketika menyandang kewibawaan di bidang akademik saya selaku Pembantu Rektor Bidang Akademik, sangat yakin bahwa sentral-sentral yang harus memperoleh prioritas utama untuk dikembangkan ialah tenaga pengajarnya. Kehebatan dan ketenaran di masa mendatag bukan saja semata-mata karena memiliki Rektor ternama, melainkan justru kalau terdapat di sana tenaga pengajar yang menyandang wibawa keilmuannya. Saya selalu melihat, bahwa kebesaran beberapa perguruan tinggi di tanah air ini bukan karena semata tertib administrasinya, melainkan karena orang-orang ternama yang ada di sana. Gedung-gedung kampus, selalu saya umpamakan sebagai sangkar, yang sangat penting keberadaannya. Akan tetapi justru yang lebih diperlukan lagi ialah burung-burungnya yang ada di sangkar itu. Kampusnya hebat akan tetapi kalau dosennya berpangkat dan berpendidikan rendah, sama saja dengan sangkarnya bagus, akan tetapi isinya hanya burung emprit. Jika demikian, tidak akan memiliki daya tarik. Cita-cita memiliki burung-burung seperti perkutut yang bersuara merdu, cucak rowo atau burung beo yang bersauara nyaring, atau jelasnya kampus yang para dosennya bersuara dan tulisannya bisa didengar dan dibaca itulah sesungguhnya yang ingin saya wujudkan sebagai Pembantu Rektor I di kampus ini. Mempertimbangkan kondisi obyektif saat itu, cita-cita tersebut secara jujur seperti masih berada pada dunia fantasi, seolah-olah hanya cocok dibicarakan pada pagi hari ketika bangun tidur, arena itu semua hanyalah khayalan dan mimpi. Tapi biarlah impian ini selalu berada di benak ingatan, siapa tahu suatu ketika jadi sebuah kenyataan. D. MEREKRUT DAN MENGEMBANGKAN DOSEN TETAP Menyadari bahwa sementara prioritas dikonsentrasikan pada pengembangan fisik maka ketika akan mengangkat dosen tetap selalu mempertimbangkan berbagai aspek yang luas dan mendalam. Mengangkat dosen tetap berarti universitas harus menyangga imbalan yang layak, tidak saja ketika yang bersangkutan berada pada masa dinas, melainan juga ketika punya tugas nantinya. Pimpinan melihat bahwa pertumbuhan PTS, fluktuasinya sangat tinggi. Sebuah jurusan suatu ketika dibanjiri peminat, tetapi sebentar kemudian sangat susah rnencari calon mahasiswa, dan akhirnya harus dibubarkan. Padahal mengingat dosen tetap itu wajib sifatnya, apalagi kalau cita-cita sebagaimana diuraikan di atas ingin dicapai. Karena itu jalan keluar yang, ditempuh ialah membuat uji coba, tidak mengangkat dosen tetap, melainkan mencoba mengangkat dosen semi tetap. Dosen berstatus semi tetap ini diberi nama dosen takmir. Sebagaimana layaknya takmir, tugasnya ialah mulai membersihkan masjid hingga mengganti peran imam dan khotib manakala yang bertugas berhalangan. Demikian pula dosen berstatus taknik ini diberi tugas mulai nengerjakan administrasi pengawas ujian dan sebagainya, hingga tentu saja harus menunaikan pekerjaan pokoknya yaitu rnemberi kuliah. Istilah takmir yang saya rumuskan ternyata dirasa tidak tepat, berkonotasi kurang elitis oleh Pembantu Rektor II, lalu diubah menjadi Dosen Tidak Tetap Luar Biasa atau disingkat DTTLB. Lalu, merasakan betapa pentingnya kehadiran dosen takmir atau DTTLB ini, pimpinan nengizinkan mengangkat dosen tetap secara bertahap” termasuk yang berstatus takmir ini, agar diangkat menjadi dosen tetap. Bersamaan dengan keinginan mengangkat dosen tetap, terdapat peluang bahwa PTS diijinkan mengusulkan lulusan rmahasiswa berikatan dinas (TID) menjadi dosen dengan status DPK (Dosen Dipekerjakan) pemeriniah. peluang ini segera saya manfaatkan. Saya selaku penanggung jawab akademik, segera mencari mahasiswa berstatus TID yang menjelang dan telah lulus ke berbagai perguruan tinggal negeri ternama. Mereka ini lewat universitas atas rekonendasi Kopertis Wilayah VII diusulkan agar bisa diangkat menjadi pegawai negeri yang dipekerjakan di Universitas Muhammadilrah Malang. Peluang ini sangat membantu bagi pertumbuhan universitas yang sedang mengembangkan jumlah dosen tetapnya. Dalam pengangkatan ini, ada syarat yang diminia oleh Kopertis secara tidak tertulis, yaitu jangan sampai dosen yang berstatus pegawai negeri melebihi 30 % dari jumlah dosen yang ada. Perminiaan ini tentu bisa dipahami, dan akhirnya bersamaan dengan penambahan dosen lulusan TID diangkat pula puluhan dosen tetap berstatus yayasan. Pengadaan dosen baik yang berstatus TID bantuan pemeriniah maupun yayasan ternyata tidak sederhana. Untuk menyelesaikan pengangkatan dosen bantuan pemeriniah diperlukan kesabaran, melengkapi persyaratan administrasi yang kadang membosankan. Sebagai penanggung jawab penyelesaian ini, saya harus mondar-mandir ke Kopertis VII Surabaya dan juga ke Jakarta yang tidak sekali dua kali selesai, memerlukan waktu yang amat lama, agar surat pengangkatan berhasil terselesaikan. Alhamdulillah, tugas-tugas ini sekalipun berat dan amat melelahkan dapat terselesaikan. Tercatat tidak kurang dari 150 orang lulusan TID berhasil ditugaskan menjadi dosen tetap di kampus ini. saya ingin rnengatakan bahwa para dosen berstatus DPK ini sangat membantu pertumbuhan universitas dari banyak aspeknya. Kalimat ini sengaja saya pertegas karena saya tahu, terdapat sementara warga kampus yang agak sulit memahami kebijakan ini. Sayangnya beberapa orang, sekalipun SK pengangkatannya keluar, karena satu dan lain hal mengundurkan diri, jumlah tersebut di atas menjadi berkurang. Sedangkan pengangkatan dosen yayasan, kesulitan muncul setelah dihadapkan oleh banyaknya titipan yang harus diterima. Persoalan ini sederhana, tetapi kalau tidak berusaha dihindari akan melahirkan bom waktu di masa depan. Dosen berstatus titipan pada unumnya kualitasnya tidak begitu bisa dibanggakan. Dosen yang berkualitas rendah, lulus paspasan, akan sulit dikembangkan dan selalu akan tertinggal oleh peserta pertumbuhan ilmu pengetahuan di sekelilingnya. Persoalan pelik lainnya yang muncul bersamaan dengan pengangkatan dosen tetap, baik bantuan pemeriniah maupun dosen berstatus yayasan ialah dalam hal pemberian tugas sesuai peraturan yang ada. Perlu dicatat bahwa sebelum kehadiran dosen tetap, tenaga pengajar kampus ini adalah para dosen luar biasa dari perguruan tinggi negeri maupun pegawai yang masih punya sisa waktu di Malang. Keterlibatan mereka pada pengembangan kampus ini didasari oleh rasa ikhlas dan kesenangan yang mendalam. Terbukti bagi mereka yang hanya mengajar satu mata kuliah selalu menghendaki agar ditambah, begitu pula jumlah jam yang dipegang. tidak pernah saya temui, dosen luar biasa mengundurkan diri beralasan honornya kecil, padahal kehadiran dosen tetap yang begitu banyak, mau tidak mau, suatu saat harus mengurangi porsi beban yang selama ini dipegang oleh para dosen luar biasa. Pekerjaan memberikan pengertian pada dosen luar biasa inilah yang, rnenurut pengalaman saya selama ini, termasuk di antara satu jenis tugas Pembantu Rektor I yang paling berat, baik secara moral maupun material. Tugas berat ini, alhamdulilah bisa saya se
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang