Pada hari Rabu, tanggal 15 September 2010, saya diundang oleh Prof.Amin Abdullah, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk  berceramah dalam   acara halal bi halal di kampusnya. Kesempatan itu, bagi saya merupakan penghormatan yang luar biasa.  Oleh karena itu, saya  merasa wajib memenuhi  undangan tersebut. Saya diminta berceramah tentang hikmah halal bi halal dikaitkan dengan upaya menumbuhkan kebersamaan warga kampus  sebagai modal utama untuk memajukan  UIN Sunan Kalijaya ke depan.Â
 Undangan itu saya maknai  sebagai bukti adanya jiwa besar yang dimiliki oleh UIN Sunan Kalijaga. Saya mengatakan demikian, karena dibanding UIN Maliki Malang, UIN Sunan Kalijaga Yogya adalah jauh lebih senior. UIN Sunan kalijaga adalah PTAIN tertua di Indonesia. Di kampus itu  banyak guru besar yang seharusnya mengisi acara penting itu. Tetapi, dengan kebesaran hati warga kampus Islam tertua itu, mereka bersedia mendengarkan pandangan pihak luar yang notabene adalah berasal dari perguruan tinggi yang lebih muda dan bahkan masih baru tumbuh.  Perlu diketahui  bahwa,  UIN Maliki Malang dalam sejarahnya adalah merupakan cabang IAIN Surabaya. Sementara IAIN Sunan Ampel Surabaya sendiri pernah berstatus sebagai cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang kini  telah  menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan demikian, dari sejarah itu maka, UIN Maliki Malang adalah cucu dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Namun hal yang menggembirakan dan sekaligus membanggakan bagi UIN Maliki Malang, bahwa perubahan IAIN Sunan Kalijaga dan  STAIN Malang, menjadi UIN  dibersamakan waktunya, dan hal itu dapat dilihat dari  SK Presiden,  baik nomor dan tanggal tentang perubahan itu.  Dalam kesempatan itu, saya menguraikan bahwa PTAIN pada umumnya, dan lebih-lebih bagi UIN pada khususnya,  pada saat ini dituntut agar bekerja lebih keras   untuk melakukan pengembangan  perguruan tingginya masing-masing secara menyeluruh dan  mendasar dalam berbagai aspeknya. Hal itu merupakan keharusan  agar PTAIN yang kini telah mengembangkan berbagai disiplin ilmu, ——sesuai statusnya sebagai universitas, benar-benar berhasil membuktikan ketangguhan  konsep perguruan tinggi Islam sebagaimana yang digagas sebelumnya.  Dalam ceramah itu, di antaranya saya menyampaikan bahwa cita-cita dan karya besar dari mana pun datangnya,  harus disangga oleh orang-orang yang berpikiran, tekat dan jiwa besar pula. Selanjutnya pikiran dan jiwa besar selalu disandang oleh orang yang memiliki  aku besar. Sebagai orang yang memiliki aku besar, mestinya mampu berpikir dan bekerja hingga sampai di luar wilayah  kepentingan dirinya sendiri. Itulah bedanya antara orang berpikiran dan ber-aku besar dengan orang-orang pada umumnya, apalagi dengan orang yang ber-aku kecil. Orang yang menyandang aku kecil, apa saja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Maka, kebesaran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan juga UIN-UIN lainnya membutuhkan orang-orang yang menyandang aku besar. Sebab hanya dengan mereka itulah,  amanah  yang berskala besar akan berhasil diselesaikan.  Saya juga mengatakan bahwa kebesaran UIN Sunan Kalijaga mendatang ,  akan sangat tergantung dan ditentukan oleh warga kampus sendiri.  Bahkan wajah kampus adalah merupakan ekspresi atau gambaran dari semua orang yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jika ingin  menjadi besar dan  kebesarannya diakui oleh orang luar, maka tidak ada pilihan lain kecuali  orang-orang yang berada di dalamnya selalu berusaha menumbuh-kembangkan  pikiran-pikiran besar,  jiwa besar, dan  juga sekaligus aku  besar.  Saya sangat gembira, karena sillaturrahim tersebut dihadiri hampir seluruh warga kampus, terutama para pimpinan, dosen, dan karyawannya.  Dengan demikian, saya bisa menyampaikan pandangan-padangan  yang selama ini saya kembangkan   tentang bagaimana seharusnya perguruan tinggi Islam di negeri ini ke depan.  Pada kesempatan itu, saya juga merasa sangat bahagia, melihat Prof. Amin Abdullah, sekalipun dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan mengakhiri masa jabatannya sebagai rektor yang sudah dijalani selama dua periode masih sangat bersemangat mengembangkan kampusnya. Pak Amin, —-saya menyebutnya begitu, mengajak saya melihat keadaan kampus secara keseluruhan yang baru saja diselesaikan pembangunannya. Kebahagiaan saya terasa lebih, tatkala Pak Amin Abdullah menunjukkan kebanggaannya terhadap  bangunan masjid yang juga baru diselesaikan.  Pak Amin Abdullah yang ketika itu didampingi oleh Prof. Musa Asyári, ——-sebagai calon rektor terpilih  yang akan menggantikannya   dan  Prof. Siswanto Masruri, selaku Wakil Rektor IV,    menjelaskan tentang peran dan fungsi strategis masjid yang berada persis di tengah-tengah kampus. Masjid ini rupanya menjadi salah satu kebanggaan Pak Amin. Melalui masjid ini, menurut konsep beliau, akan dikembangkan untuk menyatukan seluruh potensi, pemikiran, cita-cita warga UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam membangun peradaban Islam di masa depan.  Dalam kesempatan itu, saya membayangkan, andaikan semangat dan ambisi maju yang dimiliki oleh Pak Amin Abdullah juga dimiliki oleh seluruh warga kampus UIN Sunan Kalijaga, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, kampus itu akan benar-benar maju dan sekaligus akan menjadi  salah satu pilar kekuatan untuk membangun peradaban Islam modern dan juga bangsa Indonesia  secara keseluruhan.  Lebih dari itu, peran strategis UIN Sunan Kalijaga akan tampak, karena pengembangan seluruh PTAIN di Indonesia, ——-di antaranya, akan selalu melihat ke perguruan tinggi tertua di tanah air ini.   Pada kesempatan itu, dengan pertimbangan supaya kekuatan atau potensi semua warga kampus itu  berkembang maksimal,  maka saya mengusulkan,  agar  ditumbuh-kembangkan  suasana kebersamaan. Suasana itu muncul jika ada  kebebasan bagi semua warga kampus untuk mengekpresikan pikiran dan pandangan mereka seluas-luasnya. Kampus tidak perlu membuat  batasan-batasan yang membelenggu bagi siapapun.  Sebagai contoh yang sangat kecil, misalnya mengijinkan masjid kampus digunakan untuk shalat hari raya. Sekecil apapun keinginan, aspirasi,  atau buah pikiran, harus mendapatkan perhatian dan dipelihara. Itulah  wujud kasih sayang yang harus dikembangkan oleh semua, dan hal itu  diawali oleh para pimpinannya. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang