Saya kebetulan punya kenalaan lama yang sehari-hari pekerjaannya sebagai tukang potong rambut. Usahanya itu sesungguhnya tidak terlalu maju. Pelanggannya tidak terlalu banyak. Hanya istimewanya, para pengguna jasanya itu dari tahun ke tahun, saya lihat tidak banyak berubah. Keistimewaan lainnya, mereka datang dari tempat yang jauh-jauh, umumnya para pejabat atau pengusaha. Kiranya mereka itu pantas disebut kelas menengah ke atas. Tukang potong rambut kiranya di mana-mana ada. Tetapi tidak semua didatangi oleh pelanggan setia. Sudah lama saya lihat, tukang potong rambut kenalan saya, sekalipun sudah berkali-kali pindah tempat, tetapi selalu dicari pelanggannya. Bagi orang-orang tertentu, potong rambut tidak mau berganti-ganti. Mereka mencari tukang yang sudah terbiasa dan dipercaya. Padahal semestinya, siapapun bisa melakukan dan tidak perlu memilih-milih, yang harus datang ke tempat yang jauh. Fenomena serupa, saya juga lihat adalah penjual ayam goreng. Betapa banyak rumah makan di pinggir jalan, menjual berbagai masakan termasuk ayam goreng. Tetapi kenapa penjual ayam goreng yang satu ini, sekalipun tempatnya jauh dari jalan besar, masuk ke gang kampung, pelanggannya luar biasa banyaknya. Padahal tarif masakan itu juga tidak murah. Rumah makan, penjual ayam goreng ini, didatangi banyak pelanggan, hanya karena sudah berhasil memiliki nama, dikenal dan dipercaya. Sebaliknya, saya juga melihat banyak penjual jasa potong rambut lainnya dan juga rumah makan, yang sudah sekian lama tidak mendapat pelanggan, hingga kehidupan usahanya itu tidak kelihatan bergerak maju. Jangankan maju, bertahan hidup saja rupanya baik pejual jasa potong rambut maupun penjual makanan, tampak berat. Mereka itu rupanya belum berhasil mengenalkan usahanya dan apalagi membangun kepercayaan. Perbedaan antara contoh pertama dan kedua, sesungguhnya tidak banyak, tetapi amat mendasar, yakni tentang kepercayaan. Kepercayaan ternyata memiliki nilai atau harga yang sangat tinggi terhadap hidup mati, dan maju atau mundurnya sebuah usaha. Orang yang sudah berhasil membangun kepercayaan, ternyata didatangi banyak orang, dan demikian juga sebaliknya. Saya kira kasus-kasus sebagaimana diangkap di muka, selalu ada di mana-mana. Orang yang sudah mendapatkan kepercayaan selalu dikejar-kejar orang dan demikian juga sebaliknya, betapa sulitnya merintis usaha jika belum dikenal dan mendapatkan kepercayaan. Hanya sayangnya, setelah kepercayaan itu diperoleh, betapa banyak orang yang tidak mampu menjaganya. Banyak kasus, pengusaha atau penjual jasa, tatkala sudah mulai mendapatkan kepercayaan, karena kelemahannya, melakukan kesalahan, maka akibatnya kepercayaan dari pelanggannya berkurang, akhirnya usahanya menurun dan bahkan berhenti. Membangun kepercayaan di bidang apa saja, tidak saja bagi penjual jasa potong rambut dan penjual ayam bakar sebagaimana contoh di muka, bahkan hingga persoalan politik, agama, hukum, atau apa saja termasuk persoalan pendidikan, ternyata tidak mudah. Di bidang politik misalnya, betapa sulitnya membangun kepercayaan. Agar seseorang dipilih menjadi pejabat, atau wakil rakyat, harus berkampanye dengan biaya tidak murah. Tidak terkecuali di dunia pendidikan, seseorang agar dipercaya, bahwasanya ia telah menguasai ilmu atau memiliki keahlian tertentu, maka dilengkapilah namanya dengan berbagai gelar akademik dan simbul-simbul lainnya. Bukti-bukti tentang mahal dan sulitnya menjaga kepercayaan itu, akhir-akhir ini bisa kita lihat dengan mudah. Sekalipun seseorang sudah berpendidikan tinggi, dan bahkan telah berhasil meraih jabatan terhormat, hanya lantaran tidak mampu menjaga kepercayaan yang disandangnya, tergoda melakukan kesalahan dan atau kecerobohan hingga jatuh, dan kemudian berperkara di pengadilan, dan akhirnya harus menjalani hukuman di penjara. Padahal orang yang telah mengalami hal seperti ini, maka habislah semua yang telah diraihnya. Tukang potong rambut maupun penjual ayam goreng sebagaimana contoh di muka, sekalipun sederhana, ternyata penting direnungkan tatkala kita harus menjaga kepercayaan yang harganya sedemikian mahal itu. Kepercayaan tidak bisa dibeli dengan harga dan diperoleh dari manapun, hanya harus dibangun dan dijaga sebaik-baiknya. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang