Adanya perbedaan-perbedaan dalam kehidupan ternyata juga telah ditunjukkan oleh Islam. Islam menunjukkan bahwa kehidupan umat manusia terdiri atas beraneka ragam bangsa dan suku serta etnis. Berbagai macam ragam itu agar di antara mereka saling kenal dan mengenal. Di antara kelompok yang berbeda-beda itu tidak ada yang paling hebat, tetapi yang dipandang mulia oleh Allah, menurut Islam adalah yang paling taqwa. Dalam sejarah manusia juga telah ada perbedaan-perbedaan itu. Putra nabi Adam, sebagai sejarah awal kehidupan manusia, juga sudah tidak sama. Ada Habil dan juga Qobil. Keduanya juga sudah berbeda pandangan, dan juga telah bersaing dan bahkan berkonflik.
Islam mengajarkan agar saling mengenal dan memahami, saling menghargai dan saling mencintai kemudian agar lahir suasana saling tolong menolong, saling membantu dan menjaga dan bukan saling menghilangkan dan atau mematikan. Islam mencegah di antara sesama makhluk saling membunuh dan saling meniadakan. Islam membimbing ummat manusia, agar saling membagi-bagi cinta agar terjadi kedamaian. Demikian pula dalam beragama, Islam juga menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan itu. Dalam Islam agama tidak boleh dipaksa. Tidak ada pemaksaan dalam beragama, hal itu ditegaskan dalam al Qur’an. Juga dipertegas pula, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Mengapa Islam tidak memaksa seseorang dalam beragama. Bisa jadi karena keberagamaan itu tidak saja bisa diukur dan tampak pada perbuatan lahir lewat perilaku sehari-hari yang tampak, apalagi pada afiliasi dalam berorganisasi, tetapi jauh dari itu agama menyangkut aspek batin yang tidak mudah dikenali. Keberagamaan juga diawali dari wilayah yang paling dalam, ialah dari kepecyaan dan keyakinan. Keyakinan tumbuh di dalam hati yang paling dalam. Wilayah hati tidak pernah bisa diketahui dan bahkan kadangkala oleh dirinya sendiri. Suara batin dan atau suara hati seseorang bisa jadi berbeda dengan suara bibir dan gerak raga. Karena itu, suara hati tidak bisa dikontrol oleh orang lain. Pemerintah bisa saja mengatur gerakan atau perilaku warga negaranya, akan tetapi akan sulit mengatur suara batin dan atau suara hati mereka. Perkumpulan apa saja bisa diatur oleh kepala Desa dan Camat. Organisasi boleh didirikan dan juga suatu saat boleh dibubarkan oleh pemerintah, akan tetapi gerakan batin dan hati tidak akan mungkin bisa dikontrol. Perbedaan dalam beragama tidak saja terjadi antar masing-masing orang, atau kelompok atau bahkan organisasi. Perbedaan itu, ternyata juga bisa di internal masing-masing orang pada waktu yang berbeda-beda. Seseorang suatu saat imannya bertambah tetapi pada saat lainnya keimanannya berkurang. Iman itu bisa bertambah dan kadangkala juga bisa berkurang. Oleh karena itulah kadang kala ditemui ada seseorang sangat menyesal karena terlambat mengikuti sholat berjama’ah di masjid, tetapi pada waktu yang lain orang tersebut tampak merasa puas hanya sholat di rumah sendirian. Kita juga bisa menemui orang yang jengkel dengan dirinya sendiri, karena tidak terbangun di malam hari, sehingga tidak menunaikan qiyamul laili, tetapi juga pada saat yang lain sekalipun sudah terbangun, karena alasan capek, juga tidak bangun menunaikan sholat malam. Perbedaan itu, ternyata dalam tataran empiris memang nyata adanya. Karena itu, jika setiap berbeda kita pahami sebagai lawan atau musuh, maka alangkah banyaknya musuh itu, termasuk musuh yang ada pada diri kita masing-masing. Dan memang benar, bahwa musuh seseorang bukan saja orang lain, tetapi suatu saat adalah dirinya sendiri. Perbedaan-perbedaan itu tidak saja terjadi di antara orang yang berbeda, tetapi pada diri seseorang pun, antar waktu juga bisa berlainan. Itulah pentingnya beristiqomah, menjaga diri agar selalu berada pada jalan yang benar . Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang