Islam Galak

Akhir-akhir ini saya sering mendengar sebutan Islam dirangkaikan dengan kata galak. Istilah Islam foundamentalis atau istilah Islam garis keras sudah lama terdengar. Tetapi istilah Islam galak baru muncul dan saya dengar pada akhir-akhir ini saja. Dulu, ketika orang menyebut kata Islam maka yang dimaksudkan adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., yang kini dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia. Identitas tambahan yang beraneka ragam tersebut tidak pernah terdengar. Jika ada, adalah kategori yang dimunculkan oleh Clifford Geertz, dengan menyebut ada Islam abangan dan Islam santri. Sebutan sebagai Islam galak biasanya dialamatkan kepada orang-orang Islam yang menyampaikan dakwahnya secara tegas, bersifat hitam putih, kurang adaptif dengan situasi yang sedang hidup dan berkembang di tengah masyarakat yang bersifat majemuk. Oleh karena itu maka kadangkala orang juga menyebut mereka sebagai kelompok garis keras. Sebutan galak diberikan kepada kelompok Islam itu, karena dalam menyampaikan ayat-ayat al Qur’an seringkali dilakukan secara fulgar atau tegas. Tentu cara yang dipilihnya itu juga beralasan. Misalnya, mungkin mereka mengira bahwa dengan cara itu orang segera tertarik dan mengikuti seruan itu. Padahal kadang bisa justru sebaliknya, karena berlawanan dengan paham yang diikuti sebelumnya, maka secara spontan malah mendapatkan resistensi atau penolakan. Bahkan, akhirnya memunculkan istilah Islam galak itu. Sebagai pembeda dengan kelompok Islam galak adalah Islam lunak, lembut, atau disebut sebagai Islam dengan cultural. Islam seperti ini tampil secara adaptif dengan kondisi masyarakatnya. Islam ditampilkan dalam wajah yang santun, lembut, menggembirakan, menyejukkan dan penuh dengan kedamaian. Namun juga tidak berarti bahwa Islam garis ini toleran terhadap hal yang semestinya dilarang, dan sebaliknya juga meninggalkan hal yang seharusnya dijalani hanya sebatas beradaptasi dengan lingkungan. Bukan seperti itu maknanya. Islam cultural mencoba untuk memahami orang lain, atau penganut agama lain sebagaimana adanya. Yakni mereka tidak beragama Islam dipahami karena memang selama itu tidak mendapatkan informasi, tradisi dan kebiasaan Islam. Mereka memeluk agamnya itu, karena selama hidupnya hanya agama itu yang didapatkannya. Sama dengan mereka yang beragama Islam, sejak kecil, ajaran yang diperoleh serta lingkungannya membawa kepada tradisi Islam. Oleh karena itu, tatkala bersentuhan dengan mereka dan bahkan memperkenalkan Islam terhadap mereka, tidak akan mungkin cepat berhasil jika menggunakan pendekatan kekerasan itu. Hasil yang diraih justru sebaliknya, yaitu Islam dianggap keras dan bahkan galak itu. Nabi Muhammad sendiri lewat beragai riwayat dalam menyampaikan Islam melalui tahap demi tahap. Ajaran Islam yang diterima di Makkah berbeda dengan ayat-ayat yang diterima dan disampaikan ketika utusan Allah ini sudah berada di Madinah. Ketika masih di Makkah, Rasul lebih banyak memperkenalkan atau menyampaikan ayat-ayat yang bernuansa tauhid. Di fase awal ini, Rasulullah dengan sifatnya yang disebut siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah menyampaikan ajaran yang dibawanya. Berbekalkan sebutan al amien yang artinya dapat dipercaya dan denan akhlaknya yang mulia siapapun diperkenalkan dengan Islam. Usaha itu tentu tidak segera berhasil. Resistensi atau bahkan perlawanan dari para penentangnya selalu dihadapi. Tetapi tidak pernah didapat keterangan bahwa Nabi dianggap sebagai pembawa ajaran yang galak dan keras. Nabi tatkala menyampaikan ajarannya justru mendapatkan tantangan dan sikap-sikap keras dari mereka yang menentangnya. Artinya, sikap keras justru ditunjukkan oleh penentang Nabi. Mereka melawan dan tidak kompromi dengan Nabi, karena kepentingan mereka terganggu. Kepentingan itu misalnya terkait dengan kehidupan social, eknonomi, politik, maupun lainnya. Sekalipun yang dibawa itu adalah ajaran dari Tuhan yang disampaikan langsung melalui Malaikat Jibril, Nabi berusaha tidak melawan kepada siapa pun yang memusuhinya. Nabi justru mengambil sikap menyingkir dan bahkan berhijrah tatkala keadaan sudah tidak mungkin dihadapinya. Bahkan dalam berbagai riwayat, Nabi pernah dikejar-kejar, dianiaya, dilempari batu, tetapi tidak membalasnya dan bahkan justru sebaliknya, mendoakan orang yang menganaiaya itu agar segera mendapat petunjuk dari Allah swt. Nabi memahami, bahwa para pengganggu itu, melakukan hal itu karen a didasarkan oleh kebodohan atau ketidak-tahuannya saja. Gambaran singkat ini menunjukkan bahwa Islam sejak awal datang, di bawa oleh Nabi bukan menggambarkan wajah keras dan apalagi galak. Nabi membawakan berita gembira dan bahkan mengenalkan kepada umat tentang sifat-sifat Allah Yang Mulia, misalnya Yang Maha Pengasil lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pemberi, Yang Maha Pemberi Pertolongan dan sifat-sifat mulia lainnya. Memperhatikan riwayat hidup Nabi dan cara-cara menyampaikan dakwahnya, maka sesungguhnya dapat ditangkap bahwa Islam menjadi diterima dan berkembang luas ke seluruh dunia ini karena lebih banyak disampaikan dengan cara-cara damai. Islam dalam sejarahnya tidak pernah disebut sebagai agama yang keras dan apalagi terkesan galak. Sebutan itu muncul, mungkin dari adanya orang-orang yang kurang memperhatikan bagaimana Nabi sendiri dalam menyampaikan Islam dengan lebut, sejuk, dan penuh kedamaian. Nabi dalam menyampaikan dakwahnya tidak pernah memaksa orang agar memeluk agama yang dibawanya. Sebab Nabi juga mendapatkan wahyu bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Apalagi, petunjuk atau hidayah hanyalah Allah sendiri yang memberikan. Sebaliknya, posisi manusia hanya sebagai pemberi peringatan atau kabar gembira. Atas dasar pemahaman seperti itu memang tidak semestinya, dalam menyampaikan ajaran yang mulia itu menampilankan wajah keras hingga menjadikan Islam disebut sebagai agama yang galak. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share