Memperlakukan Orang Salah

Setiap hari kita menyaksikan orang melakukan kesalahan. Bahkan orang yang melakukan kesalahan itu, tidak lain adalah kita sendiri. Pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang selalu benar. Kesalahan adalah milik semua orang. Artinya, semua orang selalu melakukan kesalahan. Orang yang selalu merasa benar, jutru mereka sedang dalam posisi salah. Nabi sendiri juga pernah memberikan petunjuk bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Hanya nabi saja yang terjaga dari kesalahan, sehingga ia disebut maksum. Artinya terpelihara dari kesalahan. Sedangkan manusia pada umumnya, justru sebaliknya sehingga wajar andaikan seseorang telah melakukan kesalahan. Atas kenyataan itu maka manusia dianjurkan untuk selalu saling memberi peringatan, bermusyawarah, dan saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Orang yang mulia adalah mereka yang hatinya selalu terbuka menerima permintaan maaf dari sesamanya. Selain itu, agama juga memberikan petunjuk agar memuliakan harkat dan martabat manusia. Manusia adalah makhluk yang mulia, karena itu harus saling memuliakan. Memang di antara manusia, terdapat orang-orang yang suka berbuat dholim, melakukan kejahatan, kerusakan, dan akibatnya merugian banyak orang. Orang dholim tentu berbeda dengan orang salah. Orang dholim senang manakala orang lain susah dan menderita atas perbuatannya itu. Mereka hanya mengejar kesenangan pribadi, sekalipun dengan itu, orang lain menjadi menderita. Orang nakal, jahat, atau dholim tentu harus dibedakan dari orang-orang yang sekedar melakukan kesalahan. Memang hidup di dunia ini tidak mudah. Orang baik dan sekaligus pintar pun bisa saja melakukan kesalahan. Apalagi, seorang pejabat atau pemimpin yang sedang memberikan pelayanan kepada masyarakat luas, seluas negeri ini misalnya. Seorang pemimpin dituntut untuk berbuat adil. Akan tetapi, sebatas mendifinikakan keadilan saja, ternyata tidak mudah, apalagi mengimplementasikannya. Seorang yang kebetulan mendapatkan bagian lebih kecil dari lainnya, akan menyalahkan pihak yang sedang bertugas membagi. Akhir-akhir ini, sehari-hari kita disuguhi oleh berita tentang upaya mencari kesalahan orang lain. Niat itu baik, jika dengan ditemukan kesalahan itu, lalu digunakan untuk meluruskannya, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan. Namun jika kesalahan yang ditemukan itu hanya digunakan untuk merendahkan dan bahkan menjatuhkan banyak pihak, tentu cara itu juga akan berkadar salah. Dalam kehidupan sehari-hari, hampir tidak ada kebenaran atau kesalahan dalam pengertian yang mutlak dan sempurna. Salah dan benar selalu memiliki perspektif yang banyak. Selain itu, penentuan salah dan benar seharus dilihat pada konteksnya. Sesuatu keputusan dianggap benar, belum tentu anggapan itu bertahan lama. Suatu ketika berubah menjadi salah. Begitu juga sebaliknya. Contoh-contoh tentang hal itu, dalam kehidupan sehari-hari sedemikian mudah ditemukan. Banyak orang menyesal, karena ternyata pandangannya yang lalu tidak tepat. Sebatas menentukan apakah sesuatu itu salah atau benar, ternyata memang tidak mudah. Oleh karena itulah, maka sehari-hari umat Islam dianjurkan untuk selalu memohon petunjuk kepada Allah, tentang sesuatu yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Karena memilih yang salah dan benar ternyata tidak mudah dilakukan. Sebagai seorang pendidik, setiap kali mendengar berita tentang upaya mencari kesalahan orang atau sekelompom orang, saya selalu berdoa, semoga upaya itu tidak merugikan semua pihak, baik orang, generasi, dan bangsa ini secara keseluruhan. Saya selalu membayangkan betapa mahalnya harga atau nilai seseorang, apalagi orang tersebut tergolong cerdas, pandai, memiliki dedikasi tinggi terhadap bangsa ini. Salah dan lupa selalu melekat pada setiap orang, tidak terkecuali orang-orang langka itu. Oleh karena itu, tatkala mereka melakukan kesalahan, lalu disingkirkan, maka bukannya yang bersangkutan yang merugi, tetapi adalah semuanya, yaitu seluruh bangsa ini. Saya bukannya tidak sependapat adanya upaya-upaya meluruskan perjanalan bangsa ini. Hal itu harus dilakukan secara terus menerus. Tetapi, upaya itu jangan sampai hanya sebatas ingin menjatuhkan orang, dan apalagi menghukumnya. Negara yang baik, menurut hemat saya adalah negara yang seluruh warganya tidak ada yang terpenjara cuma-cuma, tetapi juga tetap aman, adil, dan makmur. Saya selalu membayangkan betapa tinggi nilai, derajat, dan martabat manusia yang seharusnya selalu dijunjung tinggi. Karena itu, kesalahan seseorang harus dibedakan dari kenakalan, kejahatan, atau kedholimannya. Orang salah harus diluruskan, tetapi sebaliknya terhadap mereka yang jahat, nakal dan dholim memang seharusnya dihukum. Bisakah kita bersikap berbeda terhadap di antara keduanya. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share