Menjadi Bangsa Yang Kaya Kesalahan

Akhir-akhir ini,  pekerjaan yang paling mudah  adalah mendapatkan orang yang menyalahkan dan disalahkan. Sehari-hari  melalui Koran, majalah, radio, televisi, dan juga perbincangan banyak orang terkait  dengan kesalahan dan saling menyalahkan.  Sehingga kiranya  sulit mencari hari,  di mana dan kapan,  tidak ada orang menyalahkan dan disalahkan orang.

  Tidak tanggung-tanggung orang yang dianggap salah itu, mulai presiden, menteri, gubernur, wali kota, bupati camat, pimpinan Bank, BUMN, rector, kepala sekolah, dosen, guru, mahasiswa, aktifis atau pendemo, polisi, jaksa, hakim, KPK, pokoknya semua salah. Sepertinya di negeri ini tidak ada orang benar,  sampai-sampai kyai, pendeta,  suster, pendende, semua  ternyata memiliki  celah  untuk  disalahkan orang.   Presiden, karena dianggap tidak berhasil peningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi angka kemiskinan, tidak tegas terhadap Malaysia, dan akhir-akhir ini menunda keberangkatannya ke Belanda  dan lain-lain, maka kepala negara dianggap salah. Belum lagi, karena tidak berhasil menuntaskan pemberantasan korupsi, penyelesaian kasus bank century yang tidak memuaskan, pemilihan pimpinan KPK dan jaksa agung yang belum selesai, maka semua itu dikatakan salah.   DPR oleh sementara orang diangap lebih parah lagi. Kesalahan mereka itu mulai dari  mengajukan  rencana membangun gedung yang dianggap terlalu mahal dan mewah, usul agar disediakan dana aspirasi, rehab  perumahan dinas yang juga dianggap terlalu mahal, dan belum lagi studi banding ke luar negeri dengan biaya besar. DPR pun akhirnya juga diangap salah, dan bahkan dinilai tidak bermutu. Padahal mereka itu juga hasil pilihan rakyat semua.   Beberapa menteri juga begitu, dianggap  sama saja,  kinerjanya tidak maksimal. Selain itu, para menteri disoroti  telah menerima fasilitas yang berlebihan, mulai dari  mobil dinas terlalu mewah, pakaian dinas yang terlalu mahal,  dan bahkan ada yang dilaporkan telah berselingkuh. Padahal  para menteri  dipilih oleh orang yang memang berhak memilihnya. Mereka  telah diseleksi, atau dipilih dari sekian banyak calon yang ada. Pemilihannya itu  telah   didasarkan atas berbagai pertimbangan,  termasuk telah diperiksa kesehatannya oleh dokter ahli.   Tidak terkecuali yang telah melakukan kesalahan itu adalah  para gubernur, wali kota, bupati, camat, hingga para lurah atau kepala desa.  Bahkan tidak sedikit di antara  para pejabat itu  telah diusut dan diadili. Beberapa di antaranya telah diberhentikan dan dipenjara. Akibatnya,  penjara bukan saja tempat bagi orang-orang kecil atau rendahan, tetapi juga dihuni oleh orang-orang yang semula disebut dan diperlakukan sebagai orang terhormat. Maka artinya,  banyak guberur,   wali kota,  bupati dan pejabat lainnya,  yang melakukan kesalahan.   Demikian pula polisi, jaksa, hakim, termasuk KPK,  juga tidak sepi dari kesalahan. Beberapa petinggi polisi dikabarkan telah memiliki  rekening  gendut. Selain itu juga  ada  kabar tentang kebiasaan atasan menerima setoran dari bawahan. Jaksa dan hakim juga begitu,  sering dinilai salah. Mereka dianggap belum berhasil mewujudkan rasa keadilan. Sementara orang yang salahnya kecil dan sederhana  segera diadili, tetapi lainnya  yang kesalahannya lebih serius, masih  dibiarkan. Koruptor tingkat kakap  dihukum ringan  dan sebaliknya,  orang yang  salah kecil  dihukum berat.  Bahkan, aneh  terdapat  oknum  KPK  dipenjara, karena melakukan kesalahan fatal.   Kesalahan tidak hanya sampai di situ. Banyak pimpinan perguruan tinggi atau kepala sekolah dianggap  keliru, di antaranya, yaitu  menentukan biaya pendidikan terlalu mahal, hingga tidak terjangkau oleh orang-orang berekonomi lemah. Para mahasiswa  juga tidak  selalu benar.  Misalnya, takala ujian, atau mengerjakan karya tulis diselesaikan dengan asal-asalan, mereka sering berdemo yang sebenarnya tidak perlu.  Para siswa juga  demikian.  Ketika ujian, termasuk ujian nasional,  kedapatan ada yang tidak jujur, melakukan kerjasama dalam menyelesaikan soal-soal yang semestinya dikerjakan sendiri. Akibatnya, ujian nasional  di beberapa wilayah pernah terpaksa harus  diulang, karena ketahuan melakukan kesalahan.   Rakyat juga  melakukan kesalahan.  Sudah sekian lama  ditolong agar kaya,  tetapi  ternyata tidak  segera kaya. Dengan berbagai cara mereka dicerdaskan,  ternyata juga tidak cerdas-cerdas, sehingga tatkala memilih calon wakilnya sendiri yang akan duduk di parlemen,  ternyata pilihannya salah.  Rakyat memilih di antara  para calon  yang kerjanya kurang berkualitas.   Setelah dipilih,  sehari-hari  mereka  menuntut imbalan  terlalu tinggi, boros, dan   dianggap kurang berhasil membela dan memakmurkan rakyat. Dengan begitu, rakyat pun ternyata melakukan kesalahan yang perlu dikoreksi.   Bahkan, mereka yang  pekerjaannya sehari-hari mengritik melalui berbagai media pun juga andil ikut salah. Mereka hanya berhenti di kegiatan mengritik, dan tidak pernah berkerja apa-apa kecuali mengkritik  itu. Solusi atau jalan keluar  tidak pernah disumbangkan, karena memang bisanya hanya mengkritik iru. Tidak jarang kritikannya  juga kadang salah, misalnya  salah sasaran dan atau terlalu keras. Begitu pula pendemo tidak selalu benar.  Sementara pendemo,  kerjanya sehari-hari hanya berdemo. Demonstrasi  dijadikan sebagai lapangan pekerjaan. Tentu, cara ini juga salah.      Penulis  artikel pendek  inipun  bisa jadi  juga dianggap salah. Misalnya, kenapa yang ditulis hanya beberapa  elemen saja dan tulisannya juga tidak jelas.  Masih banyak yang terlewatkan, misalnya  para direktur Bank, pimpinan BUMN, termasuk mereka yang mengurus air bersih  (PDAM) di mana-mana,  dan juga listrik yang belum merata,  tetapi   mereka tidak disebut kesalahannya, sehingga dengan begitu seolah-olah,  mereka benar sendiri. Selain itu,   masih  banyak  lagi yang salah, seperti petani yang males, pedagang yang tidak jujur, nelayan yag menangkap ikan dengan bom.  Pokoknya, semua  pernah melakukan kesalahan, tidak ada yang tersisa,  pihak-pihak  yang selalu benar.   Akhirnya,  semua memang lagi salah. Karena itu kiranya pantas, bangsa ini  disebut sebagai bangsa  yang  kaya akan kesalahan. Pertanyaannya adalah, apakah semua  itu  memang  benar-benar selalu salah. Tentu jawabnya tidak begitu. Salah atau benar tergantung dari banyak perspektif atau sudut mana dilihatnya.  Sesuatu dianggap benar, ternyata justru salah, dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, tentang hal ini, kaum muslimin dianjurkan untuk selalu berdoa, yaitu  memohon  kepada Tuhan,  agar ditunjukkan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah benar-benar memang salah.   Selanjutnya  selain berdoa,  lalu apa  yang perlu dilakukan.  Jawabnya  sebenarnya mudah saja, yaitu setelah sadar bahwa kesalahan itu adalah milik semua, maka  cara yang tepat adalah saling ikhlas memaafkan dan  beristighfar, memohon ampun pada Allah. Dua hal  itu,   jika dilakukan bersama-sama, maka kesalahan atau dosa  itu akan hilang dengan sendirinya. Sesama manusia memang seharusnya agar saling memaafkan atas  kesalahannya. Sedangkan dengan beristighfar kepada Allah, maka Dzat Yang Maha Pengampun, akan mengampuni semuanya.   Apabila  demikian  itu yang dilakukan, insya Allah bangsa ini akan bangkit, dan tidak lagi menyibukkan diri dengan saling menyalahkan.  Apalagi sebenarnya,   sikap saling menyalahkan di antara sesama, ternyata di mana dan kapan pun,  tidak banyak manfaatnya.  Selain itu, kesalahan  bisa  saja  terjadi pada siapapun,  karena memang,  manusia adalah  tempatnya salah dan lupa.  Maka  di setiap waktu, semua orang dianjurkan  agar saling berwasiat  tentang kebenaran dan kesabaran.   Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share