Perpustakaan Masjid

Ada saja orang berpikiran baik dan maju, yaitu supaya masjid-masjid dilengkapi dengan perpustakaan. Dengan demikian, ketika orang datang ke masjid,  tidak saja  bisa  menunaikan shalat berjamaáh,  menalinkan juga menambah ilmu pengetahuan melalui membaca di tempat  itu. Hanya kemudian,  masjid harus dilengkapi dengan sarana khusus, yaitu tempat menyimpan buku dan sekaligus ruang  membaca. Selain itu,  juga harus ditambah  dengan orang yang bertugas menjaga dan merawatnya.

  Umpama masjid dilengkapi dengan perpustkaan, maka orang-orang ke masjid dan kemudian juga membaca buku-buku koleksinya, akan  mendapatkan beberapa keuntungan sekaligus. Hadir ke masjid,  dengan shalat berjamaáh maka terpenuhi kebutuhan spiritualnya, kemudian membaca buku-buku di sana akan berkembang  intelektualnya,  dan bertemu den gan jamaáh lainnya sehingga terpenuhi pula kebutuhan sosialnya.   Dengan begitu  masjid tidak saja dijadikan tempat  shalat tetapi juga lainnya. Itulah kemudian disebut  bahwa masjid dijadikan sebagai tempat pengembangan pribadi dan sosial dalam pengertian  yang semakin luas dan utuh.  Di  masjid  yang dilengkapi dengan perpustakaan, maka  orang-orang selain b erhasil  menambah ilmu pengetahuan,  sekaligus juga berrekreasi. Dengan membaca, maka  orang akan  mendapatkan hiburanh tersendiri.   Konsep  melengkapi masjid  dengan perpustakaan sebenarnya bukan hal baru. Secara sederhana, pada setiap masjid,  di mana saja,   telah tersedia kitab suci al Qurán.  Sebelum atau sesudah menjalankan shalat jamaáh,  banyak orang membaca al Qurán. Namun jika bacaan yang terserdia hanya   berupa  al Qurán, maka dianggap  belum  sempurna.   Selama ini, saya pernah melihat  masjid-masjid besar di beberapa tempat telah dilengkapi dengan perpustakaan. Masjid al Haram di Makkah dan juga Masjid an Nabawi di Madinah, juga dilengkapi dengan perpustakaan. Hanya saja perpustakaan di kedua masjid itu  tidak terlalu banyak koleksinya. Hal itu mungkin, oleh karena jamaáh yang datang dari  berbagai penjuru dunia, yang diutamakan  adalah menjalankan shalat dan melakukan kegiatan ritual.  Perpustakaan lain yang memberi kesan mendalam bagi saya, yang pernah saya kunjungi adalah perpustakaan masjid yang berada di tengah kota Baghdad. Di   masjid itu Syekh Abdul Qadir al Jailani dimakamkan. Saya tidak tahu keadaannya sekarang ini, setelah  terjadi perang beberapa tahun yang lalu hingga kota Baghdad menjadi hancur.  Mudah-mudahan kekayaan umat Islam,  berupa warisan intelektual tersebut  tidak sampai hilang.   Sekalipun  perpustakaan  masjid di tengah kota  Bagdad,  Irak itu  cuikup sederhana, tetapi koleksi kitab-kitabnya  cukup banyak, hingga yang paling kuno bisa didapatkan di  tempat itu. Al Qurán dengan berbagai ukuran dan jenis cetakan  dikoleksi di perpustakaan itu.  Ketika saya datang di tempat itu, saya melihat para jamaáh selesai shalat,  segera mengunjungi perpustakaan tersebut. Sehingga, saya lihat antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan  intelektual menjadi dua hal yang sama-sama ingin dipenuhi.   Saya juga pernah mengunjungi perpustakaan masjid,  yang menuruit hemat saya adalah sangat besar, yaitu perpustakaan masjid di Masyhad, Iran.  Perpustakaan masjid yang luas dan telah dilengkapi dengan  berbagai sarana  penunjang  lainnya, menurut informasi,  memiliki tidak kurang dari  dua juta lima ratus ribu buah judul buku. Perpustakaan tersebut telah dikelola secara sangat modern,  termasuk peminjaman dan pengembalian buku telah menggunakan fasilitas robot.    Dengan fasilitas robot itu maka para pengguna perpustakaan tidak perlu lalu-lalang ke sana dan kemari,  mencari buku di rak-rak yang ada, tetapi cukup memerintah para robot melalui computer yang disediakan. Demikian pula, tatkala selesai menggunakannya, maka para robotlah yang akan mengembalikan ke tempat semula. Itu adalah perpustakaan masjid, sementara di perguruan tinggi belum banyak menggunakan fasilitas modern seperti itu.      Semua buku juga  telah disimpan dalam bentuk micro film, dan juga disediakan fasilitas modern untuk mengamankan semua buku-buku yang ada itu  tatkala dalam keadaan bahaya, misalnya perang.  Masyarakat di tempat itu sangat mencintai buku. Oleh karena itu pergi ke perpustakaan sudah menjadi sebuah kebutuhan. Perpustakaan bukan lagi  dianggap sebagai  pelengkap, melainkan menjadi kebutuhan yang harus bisa dipenuhi.   Umpama masjid-masjid di mana saja, sekalipun tidak terlalu banyak, ——-sebagai tahap awal, dilengkapi dengan perpustakaan, maka  tempat berkumpulnya ummat Islam itu akan semakin sempurna. Ummat Islam selain kaya dengan kegiatan spiritual juga sekaligus terpenbuhi  kebutuhan intelektual dan bahkan juga solsial. Jika demikian, ummat Islam akan menjadi maju melebihi kemajuan yang diraih oleh ummat lainnya. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share