Mungkin pada zaman dahulu, resiko yang harus ditanggung oleh para pemimpin tidak begitu besar. Pemimpin kharismatik, biasanya dihormati, dicintai dan lebih dari itu kadang juga ditakuti. Mereka yang dipimpin mengikuti apa saja yang menjadi ajakan, perintah, dan bahkan juga menerima hukuman jika yang bersangkutan melakukan kesalahan. Para pemimpin pada saat sekarang ini, tampaknya tidak sebagaimana pemimpin zaman dahulu itu. Pada zaman demokrasi seperti sekarang ini, para pemimpin dituntut secara terbuka agar menjalankan tugas sebaik-baiknya. Pemimpin kadang dianggap bagaikan seorang sopir kendaraan umum, harus mengikuti kemauan penumpang. Jika para penumpang tidak puas, karena merasa sudah mengeluarkan ongkos, jika tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka mereka akan memprotes dan bahkan juga kalau perlu mendemo sopir. Pada zaman dulu, rakyat terhadap kepala desa saja tidak berani. Berbalik dengan itu, pada saat sekarang ini, jangankan kepada kepala desa atau camat, bahkan bupati, wali kota, gubernur, pejabat tingkat menteri, jika mereka dianggap salah dalam menjalankan tugasnya, akan diprotes. Fenomena yang masih hangat-hangatnya sekarang ini, keputusan presiden dalam mengangkat para anggota kabinetnya, tidak luput mendapatkan kritik dari sana-sini. Padahal secara konstitusional, memilih dan mengangkat para menteri, adalah hak sepenuhnya Presiden. Bisa dibayangkan, alangkah beratnya menjadi Kepala Negara jika harus memenuhi seruluh keinginan masyarakat yang dipimpinnya. Penghormatan dan penghargaan terhadap para pemimpin, sebenarnya di zaman sekarang pun masih ada. Pemimpin yang dianggap jujur, adil, mampu mengayomi semuanya, amanah, sabar dan ikhlas masih dihormati dan dihargai. Akan tetapi, membuat seluruh orang yang dipimpin merasa puas, ternyata bukan pekerjaan mudah. Berbagai keterbatasan, menjadikan para pemimpin tidak bisa memenuhi semua harapan masyarakat yang dipimpinnya. Beban dan resiko seorang pemimpin pada saat sekarang ini tampak sedemikian berat. Sehari-hari mereka dikejar-kejar untuk menunaikan tugas sebaik-baiknya. Jika mereka melakukan kesalahan, kekeliruan atau kekurangan, akan segera diprotes. Sedangkan sebaliknya, jika melakukan kebaikan atau hal yang menguntungkan, belum tentu dianggap berprestasi. Keberhasilan itu kadang dianggap sebagai suatu hal yang biasa atau wajar. Yakni, wajar bahwa pemimpin harus melakukan yang demikian itu. Pada zaman sekarang ini resiko itu semakin besar dan berat. Jika seorang pemimpin melakukan kesalahan, akan diadili dan jika kesalahan itu terbukti, maka akan dimasukkan ke penjara. Memang hidup ini selalu diliputi oleh resiko. Apapun jenis kegiatan ada resikonya. Sehingga sementara orang mengatakan bahwa, duduk saja jika terlalu lama dan tidak dimbangi oleh olah raga yang cukup, maka akan terserang penyakit ambiyen. Apalagi, bagi seorang pemimpin. Resiko yang dihadapi wajar jika sedemikian banyak dan berat. Hanya saja anehnya, masih banyak orang yang bernafsu menjadi pemimpin. Tatkala meraih posisi itu, mereka merasa telah memperoleh keberhasilan atau sukses. Kebanggaan itu ditunjukkan dengan cara bertasyakur di kalangan keluarga dan handai tolan dengan berbagai cara. Sikap seperti itu boleh-boleh saja. Mereka menyukuri bahwasanya telah mendapatkan pengakuan dan kepercayaan, yang dalam kehidupan ini tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Hal yang tidak dibolehkan adalah melupakan amanah yang seharusnya ditunaikan sebagai seorang pemimpin. Akhirnya, mudah-mudahan para pemimpin, baik yang sudah lama ataupun bagi mereka yang baru dilantik menjadi anggota kabinet misalnya, selalu akan mengingat berbagai resiko itu. Selain itu, setiap orang yang naik status menjadi pemimpin biasanya bergembira. Akan tetapi, hal yang harus diingat pula ketika sedang naik mendapatkan jabatan, ialah bahwa pada waktunya harus turun. Tatkala seseorang bisa naik, maka suatu ketika, juga harus bisa turun dengan sikap dewasa dan elegan. Insya Allah, jika semua itu diterima sebagai amanah sehingga ditunaikan sebaik-baiknya, maka resiko apapun akan bisa diatasi dengan hati lapang dan ikhlas. Wallahu aโlam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektorย Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Leave a Reply