Terjadi tiba-tiba tanpa gejala. Cepat cari bantuan! Normalnya, kantung ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II saat pembukaan lengkap pada proses persalinan.
Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis –seperti selaput- yang berisi cairan dan janin selama kehamilan. Normalnya, kantung ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II saat pembukaan lengkap pada proses persalinan. Tapi, kantung ketuban bisa pecah lebih awal atau pecah dini (KPD), yakni pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu, sebelum pembukaan mulut rahim 4 cm, atau sebelum ada tanda-tanda persalinan.
Bagaimana terjadinya? Cairan ketuban keluar secara tiba-tiba dari liang vagina dalam jumlah banyak, tak dapat ditahan atau dihentikan. Cairan ketuban berwarna putih agak keruh, mirip air kelapa muda karena bercampur dengan lanugo atau rambut halus pada janin dan mengandung verniks caseosa , yaitu lemak pada kulit bayi.
Bahaya apa yang bisa ditimbulkannya? Umumnya, ketuban yang pecah tidak menimbulkan rasa sakit, pegal-pegal, mulas, dan sebagainya. Tapi kalau Anda mengalaminya, sebaiknya segera cari pertolongan. Semakin cepat ditangani, semakin kecil risiko terjadinya komplikasi, seperti:
Infeksi kuman dari luar. Jika tidak ditangani dengan benar, infeksi ini dapat berakibat fatal pada ibu dan janin.
Persalinan prematur atau kurang bulan.
Gangguan peredaran darah atau tali pusat yang bisa menyebabkan kondisi gawat janin dan kematian janin akibat tali pusat yang tertekan.
Oligohidramnion, yakni cairan ketuban kurang dari jumlah yang dibutuhkan, atau bahkan habis.
Apa penyebabnya? Belum pasti, tapi sebagian besar berkaitan dengan infeksi (sampai 65%). Misalnya, infeksi kuman, terutama infeksi bakteri, yang dapat menyebabkan selaput ketuban menjadi tipis, lemah dan mudah pecah. Selain itu, beberapa faktor risiko KPD adalah:
Kehamilan kembar.
Ada riwayat persalinan kurang bulan sebelumnya.
Hubungan seksual yang kebersihannya tidak dijaga.
Perdarahan lewat jalan lahir.
pH (tingkat keasaman) vagina di atas 4,5.
Selaput ketuban tipis, yaitu kurang dari 39 mm.
Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi, misalnya pada ibu hamil yang stres.
Higiene yang kurang baik, misalnya keputihan dan infeksi vagina.
Hidroamnion, atau jumlah cairan ketuban sangat banyak.
Kelainan mulut rahim seperti inkompeten serviks.
www.ayahbunda.co.id