Pemanfaatan Limbah Ternak

Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan.  Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances).  Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).

 

 

C. Limbah Ternak Sebagai Bahan Pakan dan Media Tumbuh

Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya.  Ternak membutuhkan sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat.  Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak.  Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut.  Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara anaerob (Prior et al., 1986).

Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti  menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).

 

D. Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio

 

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi.  Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio.  Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.  Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi.  Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi.  Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).

Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989).  Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3.  Menurut Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya.  Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1980).  Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1.  Komposisi gas dalam gasbio (%) antara kotoran sapi dan campuran

kotoran ternak dengan sisa pertanian.

 

Jenis gas

Kotoran sapi

Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian

Metan (CH4)

Karbondioksida (CO2)

Nitrogen (N2)

Karbonmonoksida (CO)

Oksigen (O2)

Propen (C3H8)

Hidrogen sulfida (H2S)

Nilai kalor (kkal/m3)

65.7

27.0

2.3

0.0

0.1

0.7

tidak terukur

6513

54-70

45-27

0.5-3.0

0.1

6.0

sedikit sekali

4800-6700

Sumber : Harahap et al. (1978).

 

Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik.  Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer.  Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.  Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak.  Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan.

 

Sedangkan bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase di atas terdiri dari :

1.                            Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik, CO2, H2, H2S.

2.                            Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi asetat dan hidrogen. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asam-asam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida.  Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanosarcina.

 

Share