Pengendalian Gas Buang
Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada
umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu diambil beberapa langkah untuk dapat mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut antara lain: Uji emisi, pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan penggunaan katalitik konverter.
1. Uji Emisi
Beberapa tahun lalu Swiss Contact bekerja sama dengan 200 bengkel di
Jakarta melakukan uji emisi kendaraan. Hasilnya, dari 16 ribu mobil yang diuji, hanya 54 persen yang memenuhi baku mutu emisi. Padahal hanya dengan perawatan sederhana seperti tune up dan mengganti saringan bensin atau oli sudah dapat menurunkan kadar emisi 30-40 persen. Seharusnya uji emisi dapat diterapkan secara ketat. Pemberian sertifikat uji emisi sebaiknya jangan diberikan secara sembarangan.
Karena adanya keharusan memiliki sertifikat inilah yang akan mendorong pemilik
kendaraan betul-betul merawat kendaraannya. Untuk lulus dalam uji emisi kendaraan sebetulnya tidak terlalu sulit. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah, memastikan perangkat emisi ada pada kendaraan, karena bagian pertama dari uji emisi adalah dengan memastikan peralatan emisi berada di tempatnya. Dan sebaiknya kendaraan yang dipergunakan mempunyai peralatan original. Beberapa hal yang
sering hilang ataupun tidak berada di tempatnya adalah EGR (exhaust gas
recirculation valve), pompa udara, atau pipa intake pemanas udara.
Mesin yang kondisinya baik biasanya bersuara halus. Busi yang tidak
berfungsi, kebocoran ruang vakum, atau bensin campur akan menyebabkan tinggi
emisi gas buang. Di samping itu oli mesin yang sangat kotor akan mengganggu proses
penguapan oli, kemudian terhambat masuk ke ruang mesin dan akhirnya keluar
melalui knalpot. Mesin sebaiknya dipastikan bekerja pada suhu yang tepat. Karena suhu yang tidak
tepat, misalnya terlalu dingin akan mengakibatkan injeksi bahan bakar berlebihan. Hal
ini juga bisa berakibat Anda gagal dalam uji emisi gas buang. Untuk mengetahui
apakah kendaraan teresebut layak atau tidak mendapat sertifikat uji emisi, maka dapat
dilakukan suatu cara yang sederhana yaitu dengan memacu kendaraan kendaraan
tersebut pada kecepatan tinggi. Ini akan membantu untuk mengetahui apakah busi
kendaraan tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, gas buang bebas karbon atau
tidak, dan apakah residu tertinggal pada catalytic converter atau tidak.
Sebelum mengikuti uji emisi terlebih dahulu kendaraan harus dikondisikan.
Pengkondisian bisa dilakukan dengan memanaskan mesin selama 15 menit sehingga
memastikan mesin berada pada suhu yang cukup, sensor oksigen panas dan
mengirimkan sinyal, serta catalytic converter berfungsi. Agar bisa berfungsi catalityc
converter harus dalam kondisi panas. Jika converter berada di bagian bawah-belakang
kendaraan dan mesin tidak dijalankan atau berjalan lambat dan sebentar, converter
akan dingin dan berhenti berfungsi.
Selama uji emisi, teknisi akan mengukur kadar hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). HC biasanya berasal dari pembakaran
yang tidak sempurna. Silinder yang macet akan mengakibatkan kadar HC tinggi.
Sedangkan CO dihasilkan oleh proses pembakaran normal akan tetapi kadar CO
tinggi dapat dicegah melalui penggunaan bahan bakar secara hati-hati dan
penggunaan catalytic converter. Selain itu bensin campur dalam jumlah banyak akan
mengakibatkan tingginya kadar CO.
Sementara itu NOx terjadi saat suhu pembakaran sangat tinggi, yang
diakibatkan oleh desain mesin atau penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR)
pada suhu silinder tinggi. Waktu pembakaran yang tidak tepat dapat meningkatkan
suhu silinder sehingga mendongkrak emisi NOx. Jadi sebaiknya jangan pernah
menggunakan bensin campur.
Tidak lulusnya uji emisi kendaraan biasanya disebabkan oleh hal-hal yang
sederhana seperti: busi atau kawat busi yang jelek, filter udara kotor, waktu
pembakaran yang tidak tepat, atau pemakaian bensin campur dalam jumlah banyak.
Perawatan rutin dan pemanasan mesin sebelum uji emisi akan membantu kelulusan uji
emisi kendaraan Anda.
Akibatnya memang sangat positif, industri otomotif berlomba membuat
kendaraan dengan motor bakar yang tidak banyak menghasilkan emisi di bawah
standar yang diizinkan. Untuk memperoleh emisi yang rendah antara lain dengan
pemasangan katub PVC sistem karburasi, sistem pemantikan yang lebih sempurna,
sirkulasi uap BBM.
Selain itu dikembangkan kendaraan berbahan bakar alternatif, seperti bahan
bakar gas, mobil listrik, dan juga mobil fuel-cell yang paling ramah lingkungan.
Sebelum mereka bisa memanfaatkan energi alternatif secara maksimal, mereka juga
mengembangkan teknologi seperti HCCI (homogeneous-charge compression-ignition)
yang memberikan basis untuk kelas baru emisi rendah.
Pemakaian gas alam cair, misalnya, bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi
juga menguntungkan untuk kondisi Indonesia yang sangat kaya gas alam. Namun, itu
perlu didukung kebijakan yang mempermudah pembangunan SPBU untuk gas alam.
2. Bahan Bakar Alternatif.
1) Biodiesel Sawit.
Ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas.
Sebagaimana gambaran, diperkirakan cadangan minyak bumi di Laut Utara akan
habis pada th. 2010. Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu negara
pengekspor minyak bumi juga diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak
pada 10 tahun mendatang. Karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi
permintaan pasar yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan
industri.
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menghadapi krisis energi ini, diantaranya
adalah dengan memanfaatkan sumber energi dari Matahari, batubara, dan nuklir, serta
mengembangkan bahan bakar dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui
(renewable). Brasil telah menggunakan campuran bensin dengan alkohol yang
disintesis dari tebu untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Beberapa jenis minyak
tumbuhan seperti minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak sawit juga telah diteliti
untuk digunakan langsung sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, seperti halnya
nenek moyang kita dahulu menggunakan minyak tumbuhan lokal sebagai bahan bakar
alat penerangan.
Beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat telah mengembangkan dan
menggunakan bahan bakar dari minyak tumbuhan yang telah dikonversi menjadi
bentuk metil ester asam lemak, yang disebut dengan biodiesel. Negara-negara Eropa
umumnya menggunakan biodiesel yang terbuat dari minyak rapeseed, sedangkan
Secara umum emisi gas buang terdiri dari partikulat, hidrokarbon, sulfur
oksida dan nitrogen oksida. Partikulat merupakan hasil pembakaran kendaraan
bermotor yang tidak sempurna yang berupa fasa padat terdisperi di udara. Partikulat
ini dapat mengakibatkan berkurangnya jarak pandang dan dapat menganggu
ksesehatan mahluk hidup. Hidrokarbon juga meripakan hasil pembakaran tak
sempurna pada kendaraan yang menghasilkan gas buang yang mengandung
hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat
dalam bahan bakar. Senyawa aromatik dapat mengakibatkan pencemaran udara
karena sifatnya yang aktif secara biologis dan dapat menyebabkan kanker
(carcinogenic). Karbon monoksida berasal dari pembakaran tak sempurna bahan
bakar yang merupakan gas yang tak berwarna, tak berasa dan tak berbau.gas ini dapat
menganggu pernafasan pada konsentrasi yang tinggi. Sulfur dioksida juga berdampak
negatif terhadap lingkungan, material maupun manusia. Pada manusia, asam sulfat
(H2SO4), sulfur dioksida (SO2) dan garam sulfat dapat menimbulkan iritasi pada
membran lendir saluran pernapasan dan memperparah penyakit pernapasan.
Karena dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh emisi gas buang ini
maka perlu diambil suatu tindakan pengendaliannya. Tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara seperti: Uji emisi sehingga membatasi
kendaraan yang berpotensi untuk menghasilkan emisi gas buang yang berbahaya,
pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, dan penggunaan katalitik
konverter untuk mengkonversikan gas buang yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
umber pencemaran udara dapat dikategorikan atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak, yang meliputi berbagai sektor termasuk transportasi, industri, dan domestik. Pada umumnya proses pembakaran bahan bakar fosil, baik yang di dalam mesin (transportasi), proses pembakaran dan pengolahan industri, maupun pembakaran terbuka (domestik) mengeluarkan pencemar-pencemar udara yang hampir sama; walaupun secara spesifik jumlah relatif masing-masing pencemar yang diemisikan tergantung pada karakteristik (properti) bahan bakar dan kondisi pembakaran.
Leave a Reply