Mubarok, Jenang Khas Kudus
Mubarok, Jenang Khas Kudus
Mubarok, Jenang Khas Kudus
Minggu, 30 Juni 2013 11:47
Oleh-oleh apa yang banyak dibawa orang dari Kudus, Jawa Tengah? Jenang kudus, itulah jawaban yang mungkin Anda ajukan. “Rasanya belum akan lengkap bila ke Kudus tidak beli jenang Mabarok,” mungkin itu ungkapan yang sering dilontarkan banyak orang.
Jenang Kudus yang mirip dodol Garut, Jawa Barat, itu sudah menjadi oleh-oleh khas dari kota tersebut. Rasanya kenyal manis dengan berbagai aroma buah. Jenang ini biasanya dijual dalam potongan-potongan kecil, dibungkus kertas kaca, dan dimasukkan ke dalam kemasan dus.
Di Kudus, ada ratusan home industry jenang. Namun, yang cukup besar dan terkenal adalah jenang Mubarok. Maklum, jenang Mubarok, yang diproduksi PT Mubarokfood Cipta Delecia, merupakan cikal-bakal pembuat jenang di Kudus.
Industri jenang ini pertama kali dirintis oleh pasangan suami-istri H Mabruri dan Alawiyah pada 1910. Pada waktu itu, jenang tersebut belum diberi merek, bahkan masih sebatas usaha sampingan. Pekerjaan pokok Mabruri sebagai pandai besi yang tinggal di Jalan Sunan Muria, Desa Glantengan, Kudus.
Jenang Kudus dibuat dari bahan campuran gula pasir, gula tebu, dan gula kelapa, ditambah tepung ketan, santan kelapa, mentega, serta aroma rasa buah–diolah dengan komposisi yang tepat. Pembuatan jenang dilakukan secara tradisional di atas tungku dengan pengapian kayu bakar.
Awalnya, mereka hanya memenuhi pesanan, misalnya, untuk acara hajatan pernikahan dan khitanan. Kemudian Alawiyah memasarkan ke Pasar Jember lama, yang berada di selatan Masjid dan Menara Kudus, dengan sasaran pengunjung masjid. Ketika itu, bisa menjual 9 kilogram sehari.
Melihat prospeknya bagus, Mabruri menghentikan usaha pandai besinya dan konsentrasi pada usaha jenang. Ia sempat menghadapi kendala ketika minta izin merek bintang untuk jenangnya. Bahkan ketika pemerintah kolonial Belanda tahu jenang itu bahan bakunya dari gula, tepung ketan, dan kelapa, usaha itu dilarang. Namun, Mabruri tidak kalah akal. Jenangnya pun dibuat dari bahan gaplek (ketela yang dikeringkan) dicampur tepung dari isi buah mangga.
Setelah dipegang generasi kedua, H A. Sochib–salah satu anak lelaki pasangan Mabruri-Alawiyah–pemasaran jenang pun semakin pesat. Pada 1943, dengan izin orang tuanya, Sochib mengajukan hak paten merek Sinar Tiga-Tiga. Merek ini diambilkan dari nomor rumahnya, yang kini masih dipertahankan untuk usahanya. Di bawah Sochib, Sinar Tiga-Tiga mampu menguasai pangsa pasar di daerah Kudus dan sebagian Jawa Tengah. Puluhan karyawan pun direkrut. Rekanan pemasok bahan baku juga dijalin.
Namun, persaingan tak sehat harus dihadapi Sinar Tiga-Tiga, karena beberapa kali merek ini dipalsukan. Bahkan pada 1999, Hilmy terpaksa membawa pelakunya ke pengadilan dan mereka dihukum sembilan bulan penjara.
Kini Mubarokfood mengembangkan merek jenangnya, di antaranya Mabrur, Mubarok Viva, dan Sinar Tiga-Tiga, dengan berbagai aroma rasa. Harga jualnya mulai Rp 5.500 hingga Rp 10.500 per bungkus.
Hilmy–yang merupakan generasi ketiga–mulai mengendalikan usaha keluarganya pada 1992. Pria 42 tahun ini alumnus Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo (1984), dan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (1990).
Pada 2002, Hilmy mengubah bentuk perusahaan menjadi perseroan terbatas, dengan pemegang saham enam saudara kandungnya. Sekarang, perusahaan ini memiliki 150 orang pekerja. Pabriknya tetap dipertahankan di Jalan Sunan Muria, dengan menambah perluasan sejumlah bangunan di sekitar lokasi, seluas sekitar 3 hektare. Bangunan cikal-bakalnya dijadikan outlet penjualan.
Proses pengolahan jenang Mubarokfood sekarang menggunakan teknologi modern. Perusahaan ini memiliki 14 unit mesin mixer, mesin penggilingan tepung, mesin penggilingan kelapa, dan mesin pemeras kelapa. Bahkan dilengkapi pula dengan laboratorium. “Tahun depan, kami akan mendatangkan mesin pengepakan dari Korea,” ujar Hilmy optimistis.
Produksi Mubarokfood sekarang mencapai 50 ton per bulan, dengan omzet penjualan sekitar Rp 500 juta. Jumlah ini mampu menguasai 50 persen pangsa pasar jenang di Indonesia. Pasar terbesar di Jawa Tengah, lalu Jakarta, Bali, Banyuwangi, dan Yogyakarta.
Pelanggannya pun makin beragam. Dari peziarah Masjid Kudus, selebritas, politikus, hingga lembaga pemerintah. “Kalau ke Kudus nggak beli jenang Mubarok, kok kurang puas,” ujar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. (Tempo)
* Polytron, Merek Elektronik Asli Indonesia (2010-04-19) * Extra Joss, Bidik Pasaran Menengah (2010-04-16) * Polygon, Sepeda Asli Indonesia (2010-04-15) * Tjatoet, Teh yang Merambah Australia (2010-04-14) * Aqua, Pelopor AMDK (2010-04-13)