Bahan ini cocok untuk Perguruan Tinggi.
Nama & E-mail (Penulis): Th. Agung M. Harsiwi
Saya Dosen di Yogyakarta
Tanggal: 25 Juli 2003
Judul Artikel: Peranan Agen Perubahan dalam Institusi Pendidikan Tinggi
Topik: Managing change, transformational influence style, and intolerance upon ambiguity
Peranan Agen Perubahan dalam Institusi Pendidikan Tinggi
The Role of Change Agent on Higher Education Institution
Artikel ini dimuat dalam PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PASCASARJANA III 2003 ITS SURABAYA dan dipresentasikan pada tanggal 19 Juni 2003 di Surabaya.
ABSTRAK
Penelitian ini mengidentifikasi peranan Badan Pelaksana Harian atau BPH Yayasan (agen perubahan eksternal)sebagai ‘facilitator’ dan ‘advisor’ perubahan dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas (agen perubahan internal) sebagai ‘leader’ dan ‘negotiator’ perubahan dalam sistem penyelenggaraan PTS. Penelitian menunjukkan pemahaman BPH Yayasan terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan lebih baik daripada Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas, gaya pengaruh transformasional lebih disukai Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas daripada BPH Yayasan, dan intoleransi BPH Yayasan terhadap situasi berarti ganda lebih tinggi daripada Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas. Penelitian ini menemukan kedudukan agen perubahan mempunyai dampak perbedaan pada gaya pengaruh transformasional (TTRANFM) dan intoleransi terhadap situasi berarti ganda (TAMBIG), namun tidak mempunyai dampak perbeda an pada pemahaman terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan (TMCQ). Lebih lanjut penelitian membuktikan tidak satu pun variabel karakteristik individual yang secara signifikan mempengaruhi pemahaman terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan. Secara umum penelitian menunjukan BPH Yayasan bukanlah orang-orang yang efektif melakukan perubahan organisasi.
Kata Kunci : pengelolaan perubahan, gaya pengaruh transformasional, intoleransi terhadap situasi berarti ganda
ABSTRACT
This research identify the role of Daily Executive Body of Foundation (external change agent) as ‘facilitator’ and ‘advisor’ of change and Rector of University-Institute/Head of College/Dean (internal change agent) as ‘leader’ and ‘negotiator’ of change on private higher education institution. This research shows understanding of Daily Executive Body of Foundation upon managing change aspects is better than Rector of University-Institute/Head of College/Dean, transformational influence style is more liked by the Rector of University-Institute/Head College/Dean than Daily Executive Body of Foundation, and intolerance Daily Executive Body of Foundation upon ambiguity is higher than Rector of University-Institute/Head of College/Dean.This research found that the position of change agent has influence in giving differ upon transformational influence style (TTRANFM) and intolerance upon ambiguity (TAMBIG), but there is no influence in giving differ upon understanding managing chan ge aspect (TMCQ). Further more, the research proves no variable of individual characteristics influent significantly the understanding upon managing change aspects. In general, this research shows that Daily Executive Body of Foundation is not the effective people to do the organization change.
Keywords: managing change, transformational influence style, and intolerance upon ambiguity
1. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia yang pesat dewasa ini haruslah diimbangi dengan kemajuan dunia pendidikan tinggi yang didisain sedemikian rupa agar tidak tertinggal dengan perkembangan dunia pada umumnya. Pendidikan tinggi harus mampu menciptakan calon-calon tenaga siap latih untuk memasuki dunia kerja melalui peran pelaku-pelaku institusi pendidikan tinggi yang mampu menjadi agen perubahan yang dapat mendorong perubahan (drive to change), bukannya dipimpin oleh perubahan (lead by change), bahkan menolak perubahan (resist to change).
Rekonstruksi komitmen terhadap pendidikan tinggi dengan seluruh sistem pengelolaannya harus didahului oleh kesediaan dari segenap pelakunya untuk melakukan pembaharuan terhadap pola pikir mereka. Untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga penggerak atau “change agent” yang dapat berasal dari para pakar pendidikan maupun dari para pengamat lainnya, yang mampu menarik para pelaku lainnya agar mampu berfungsi aktif sebagai proponent bagi langkah-langkah perubahan ini, sekaligus tajam dalam mengidentifikasi pihak-pihak oponent yang harus diwaspadai (Susanto, 1998).
Penelitian tentang manajemen perubahan merupakan bidang yang relatif baru dan jarang dibahas orang, sehingga sering terjadi perdebatan tentang isu dan konsep yang muncul. Penelitian mulai marak tahun 1990-an dengan munculnya instrumen Managing Change Questionnaire (MCQ) dari W. Warner Burke Associates untuk meneliti pengetahuan dan pemahaman isu perubahan organisasional antara manajer dan eksekutif.
Dalam perkembangannya telah dilakukan penelitian “OD Practitioner as Facilitators of Change : An Analysis of Survey Results” oleh Church, Waclawski, dan Burke pada tahun 1996 yang meneliti peran praktisi OD sebagai fasilitator perubahan dalam organisasi dibandingkan dengan database penelitian sebelumnya yaitu manajer dan eksekutif. Penelitian tersebut menunjukkan praktisi OD, sebagai “orang luar yang mempunyai pengetahuan orang-dalam” seringkali berada pada posisi yang sangat “lemah” di dalam sistem klien mereka, sedang di lain pihak konsultan OD dan HRD internal seringkali mengalami tekanan yang kontradiktif antara “berbuat hal yang benar” dan “menyelamatkan diri dari permainan politik di dalam organisasi”. (Church, et.al.,1996).
Secara spesifik penelitian ini melihat peranan BPH Yayasan dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas dalam kedudukannya masing-masing sebagai agen perubahan eksternal dan internal pada institusi pendidikan tinggi. BPH Yayasan dalam pengembangan suatu PTS memainkan peran sebagai ‘facilitator’ dan ‘advisor’ perubahan yang berorientasi pada menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya perubahan organisasi serta menjadi konsultan yang memberikan saran (advise) bagi pengembangan PTS. Sebaliknya Rektor/Ketua/Dekan memainkan peran sebagai ‘leader’ dan ‘negotiator’ perubahan yang berorientasi pada memimpin proses perubahan organisasi dengan mentransformasikan visi organisasi ke dalam tindakan nyata serta menjadi perantara bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan PTS.
2.PERUMUSAN MASALAH
Penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana pemahaman BPH Yayasan terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan dibandingkan dengan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas ?
2.Bagaimana gaya pengaruh transformasional BPH Yayasan dibandingkan dengan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas ?
3.Bagaimana intoleransi BPH Yayasan terhadap situasi berarti ganda dibandingkan dengan Rektor Universitas-Insitut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas ?
4.Apakah ada perbedaan pemahaman terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan, gaya pengaruh transformasional, dan intoleransi terhadap situasi berarti ganda pada BPH Yayasan dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas ?
5.Bagaimana karakteristik individual dari BPH Yayasan dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas memberikan pengaruh terhadap pemahaman terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan ?
3.TINJAUAN PUSTAKA
Dalam memahami perubahan, Managing Change Model (yang tertuang dalam Managing Change Questionnaire atau MCQ) menawarkan perspektif baru yang mengintegrasikan kekuatan dari perspektif teoritikal dan menggabungkan isu-isu penting mencakup evaluasi keseluruhan efektivitas proses perubahan. Gambar berikut adalah kerangka kerja organisasi yang khusus digunakan untuk menjelaskan hubungan antarbidang konseptual yang disebut triangle atau delta symbol-Greek symbol untuk menyampaikan dua ide (Church, et.al., 1996): (1) Setiap dimensi adalah bagian integral dari keseluruhan pengetahuan tentang perubahan dan (2) Setiap dimensi dibangun pada pengetahuan terhadap aspek dasar perubahan sebagai sesuatu yang kritis bagi proses perencanaan, kepemimpinan, pengelolaan, dan evaluasi perubahan.
GAMBAR 1
MODEL PENGELOLAAN PERUBAHAN
(Burke and Spencer, 1990)
1.Aspek-Aspek Fundamental Perubahan
Untuk suatu usaha perubahan yang berhasil, tindakan, dan peristiwa perlu didasari pada pemahaman tentang bagaimana individu merespon perubahan, sama baiknya dengan pemahaman tentang bagaimana transisi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses organisasi.
a.Respon Individu terhadap Perubahan
Dimensi ini mengacu pada perbedaan antara perubahan yang diterima dan yang ditolak kuat oleh orang-orang. Item-item dalam dimensi ini juga menunjukkan perbedaan antara mengelola perubahan dan mengelola ketidakacuhan atau apati.
b.Sifat Umum perubahan
Dimensi ini menggambarkan isu-isu perubahan dengan pola yang jelas, pasti melambangkan semua usaha perubahan, dan isu aspek-aspek perubahan “revolusi versus evolusi” – ketika perubahan menuntut langkah yang pasti dan dramatis atau berupa “lompatan” daripada langkah yang moderat dan inkremental.
2.Proses Perubahan
Apabila dinamika dasar perubahan telah dimengerti, proses implementasi usaha perubahan mempunyai kesempatan lebih baik untuk berhasil. Item-item proses perubahan mewakili daya dorong utama pada instrumen ini.
a.Perencanaan Perubahan
Perencanaan perubahan mencakup aktivitas-aktivitas proses perubahan yang terjadi atau seharusnya terjadi sebelum implementasi. Item-item dalam dimensi ini menekankan pada prasyarat dari perubahan, sama pentingnya dengan keterlibatan dalam proses perubahan.
b.Pengelolaan Aspek Perubahan Orang
Dimensi ini menyediakan prinsip dan petunjuk bahwa kesesuaian kriteria dianggap bermanfaat dalam area memimpin dan mengelola orang. Umumnya mereka mengacu pada isu komunikasi : apa (what), berapa banyak (how much), dan bagaimana (how) berkomunikasi selama perubahan.
c.Pengelolaan Aspek Perubahan Organisasi
Dimensi ini memusatkan diri pada aspek pengelolaan perubahan organisasi : sistem penghargaan, struktur organisasi, halangan yang ada untuk mencapai keadaan akhir, dan penggunaan simbol institusional untuk memfasilitasi proses perubahan.
d. Evaluasi Perubahan
Item-item dalam dimensi ini menggambarkan pentingnya mempertahankan momentum perubahan dan energi positif terarah menuju sasaran perubahan, memonitor perkembangan, dan menyediakan umpan balik bagi anggota tentang banyaknya perubahan yang dicapai, tidak menjadi masalah apabila perubahan itu begitu kecil.
Untuk menggali potensi yang dimiliki seseorang sebagai agen perubahan dipergunakan instrumen Change Agent Questionnaire (CAQ). Semakin tinggi potensi sebagai agen perubahan yang dimiliki seseorang diharapkan akan semakin tinggi kemampuan orang tersebut melakukan perubahan organisasi secara efektif. CAQ diadaptasi terutama dari Burke’s Leadership Report dan skala intoleransi ambiguitas versi Budner. CAQ ini menyediakan subskor yang merefleksikan elemen model kepemimpinan transformasional-transaksional yaitu (a) menentukan arahan (determining direction),(b)mempengaruhi pengikut (influencing followers),(c) menetapkan tujuan (establishing purpose),(d) memberikan inspirasi pengikut (inspiring followers), dan (e) membuat sesuatu terjadi (making things happen) (Church, et.al., 1996).
Intoleransi ambiguitas merupakan “kecenderungan untuk mempersepsikan (atau menginterpretasikan) situasi-situasi ambigu (mendua) sebagai sumber-sumber ancaman” yang dilawankan dengan toleransi ambiguitas yang berarti “kecenderungan untuk mempersepsikan situasi-situasi ambigu (mendua) sebagai sesuatu yang diinginkan”. Pribadi dengan intoleransi ambiguitas yang tinggi gagal menjadi fleksibel dalam perubahan, perantara, dan komunikasi antara aspek-aspek berbeda dan berkonflik dari suatu obyek atau situasi.(Chen dan Hooijberg, 2000).
4. METODE PENELITIAN
4.1. Obyek penelitian adalah BPH Yayasan dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi / Dekan Fakultas.
4.2. Lokasi penelitian adalah Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah V DIY yang berbentuk Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi yang menyelenggarakan program studi Strata 1.
4.3. Populasi dan sampel
Populasi penelitian yaitu pelaku-pelaku institusi pendidikan tinggi PTS atau pejabat-pejabat struktural di 35 PTS berbentuk Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi di Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan sampel penelitian adalah pelaku-pelaku institusi pendidikan tinggi PTS yang berkedudukan sebagai BPH Yayasan dan Rektor/Ketua /Dekan di Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi itu.
4.4. Data yang Dipergunakan
Data primer yang diperoleh melalui kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama. Selain itu dilengkapi data sekunder berupa peraturan dalam pendidikan tinggi dan referensi hasil penelitian manajemen perubahan.
4.5. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan pengambilan sampel keputusan (judgement sampling).
4.6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data mencakup (1) pendekatan statistik deskriptif, (2) pendekatan statistik inferensi yang mencakup 2 metode:(a) untuk mengeksplorasi perbedaan agen perubahan eksternal dan internal melalui perbandingan skor MCQ dan CAQ dengan t test dan F test, dan (b) untuk memahami variasi data menurut demografis, khususnya variabel kedudukan agen perubahan dengan multivariate analysis of variance (MANOVA), dan (3) pendekatan statistik regresi untuk mendeteksi pengaruh demografis terhadap pemahaman pada aspek-aspek pengelolaan perubahan.
5.HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian validitas MCQ dan CAQ menunjukkan adanya 3 item pertanyaan MCQ yang gugur, namun kuesioner MCQ dapat dipergunakan tanpa hambatan berarti. Pengujian reliabilitas menghasilkan alpha cronbach untuk MCQ 0,6170 dan untuk CAQ 0,7031. Skor tidak begitu berbeda dengan pengujian reliabilitas MCQ dan CAQ pada penelitian Church, et al (1996) yang menghasilkan alpha cronbach untuk MCQ 0,72 dan untuk CAQ 0,70.
Tingkat pengembalian (response rate) kuesioner keseluruhan mencapai 29,2%, relatif sedikit lebih tinggi dibandingkan response rate penelitian Church, et al (1996) yang mencapai 23,8%.
5.1. Profil Responden Penelitian
Responden penelitian sebagian besar berjenis kelamin pria (90,1%), berumur 41-50 tahun (43,7%), berpendidikan terakhir S2 (60,6%), bergolongan akademik III/c (26,8%), telah bekerja dalam dunia pendidikan tinggi 11-20 tahun (49,3%), mempunyai jabatan sebagai Dekan Fakultas (49,3%), berkedudukan sebagai agen perubahan internal (69,0%), menjadi anggota tetap organisasi di PTS (64,8%), dan telah menjabat 1-5 tahun (43,7%). Pelaku kunci PTS ternyata masih didominasi kaum pria dan mayoritas berusia cukup mapan untuk ukuran masyarakat Indonesia. Kemapanan akademik tercermin pada mayoritas berpendidikan formal S2, golongan akademik III/c, dan lama bekerja dalam pendidikan tinggi (11-20 tahun).
5.2. Pemahaman terhadap Aspek-Aspek Pengelolaan Perubahan
Secara umum pemahaman agen perubahan eksternal terhadap dimensi-dimensi pengelolaan perubahan (MCQ) lebih baik daripada agen perubahan internal, sebagaimana tampak pada hampir semua perolehan rata-rata (mean) skor MCQ yang lebih tinggi (tabel 1), kecuali pada dimensi 1 “individual response to change” yang menunjukkan agen perubahan internal mempunyai perolehan rata-rata (mean) lebih tinggi daripada agen perubahan eksternal, sekalipun selisih yang terjadi sangat kecil/tipis.
TABEL 1
PERBANDINGAN MCQ
AGEN PERUBAHAN EKSTERNAL VERSUS INTERNAL
DIMENSI-DIMENSI MEAN A.P.E. MEAN A.P.I. UJI F(prob)UJI t(prob.)
Individual response to ch.56,060 57,823 1,414(0,238) 0,251(0,802)
General nature of ch. 84,090 68,367 5,667(0,026)-2,256(0,028)
Planning change 78,787 71,088 1,399(0,241)-1,481(0,143)
Managing people 70,000 68,163 0,307(0,581)-0,334(0,740)
Managing organization 76,136 66,326 0,115(0,736)-1,727(0,089)
Evaluating 86,363 81,632 2,348(0,130)-0,689(0,493)
Total skor 74,380 68,460 0,014(0,906)-1,629(0,108)
Sumber : Data Diolah (2000)
5.3. Gaya Pengaruh Transformasional
Secara umum gaya pengaruh transformasional lebih disukai agen perubahan internal daripada agen perubahan eksternal, sebagaimana terlihat dalam 3 dari 5 perolehan rata-rata (mean) skor CAQ yang lebih tinggi (tabel 2). Hal itu terjadi karena agen perubahan internal yang memainkan peran sebagai ‘leader’ perubahan lebih berorientasi pada memimpin proses perubahan organisasi dengan mentransformasikan visi organisasi ke dalam tindakan nyata melalui keterlibatannya secara langsung dalam penyelenggaran PTS.
TABEL 2
PERBANDINGAN GAYA PENGARUH TRANSFORMASIONAL (CAQ)
AGEN PERUBAHAN EKSTERNAL VERSUS INTERNAL
DIMENSI-DIMENSI MEAN A.P.E. MEAN A.P.I. UJI F(prob.)UJI t(prob.)
Determining direction 33,9394 48,5714 0,024(0,878) 2,193(0,032)
Influencing followers 63,9394 63,2653 1,969(0,165)-0,150(0,881)
Establishing purpose 30,3030 47,1655 1,008(0,319) 2,164(0,034)
Inspiring followers 70,2020 69,3878 1,706(0,196)-0,120(0,904)
Making things happen -13,6364 29,2517 0,139(0,710) 4,132(0,00)
Total skor 42,4242 53,7415 0,151(0,698) 2,348(0,022)
Sumber : Data Diolah (2000)
5.4. Intoleransi terhadap Situasi Berarti Ganda
Secara umum intoleransi agen perubahan eksternal terhadap situasi berarti ganda – ambiguitas lebih tinggi daripada agen perubahan internal, sebagaimana terlihat dalam perolehan rata-rata (mean) skor intoleransi terhadap situasi berarti ganda – ambiguitas yang lebih tinggi (tabel 3).Hal itu terjadi karena agen perubahan internal yang memainkan peran ‘negotiator’ perubahan dengan menjadi perantara bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan PTS haruslah mempunyai toleransi yang tinggi terhadap situasi berarti ganda.
TABEL 3
PERBANDINGAN INTOLERANSI TERHADAP SITUASI BERARTI GANDA
– AMBIGUITAS (CAQ)AGEN PERUBAHAN EKSTERNAL VERSUS INTERNAL
MEAN A.P.E. MEAN A.P.I. UJI F(prob.) UJI t(prob.)
Total skor 58,5498 54,8267 0,233(0,631)-2,184(0,032)
Sumber : Data Diolah (2000)
5.5. Perbedaan Pemahaman terhadap Aspek-Aspek Pengelolaan Perubahan, Gaya Pengaruh Transformasional, dan Intoleransi terhadap Situasi Berarti Ganda
Hasil MANOVA menunjukkan Pillai’s Trace bernilai probabilitas 0,001;Wilks’ Lambda 0,001; Hotelling’s Trace 0,001; dan Roy’s Largest Root 0,001, berarti nilai probabilitas keempat alat statistik tersebut < 0,05, sehingga rata-rata vektor dua agen perubahan dari skor rata-rata adalah tidak identik. Pengujian ini menunjukkan ada perbedaan untuk semua variabel terikat pada kedua agen perubahan atau kedudukan agen perubahan berdampak pada variabel-variabel terikat TMCQ, TTRANFM, dan TAMBIG.
Hasil MANOVA menunjukkan univariate F-Test untuk TMCQ bernilai probabilitas 0,108; TTRANFM 0,022; dan TAMBIG 0,032, berarti nilai probabilitas univariate F-Test untuk TTRANFM dan TAMBIG tersebut 0,05, sehingga tidak ada perbedaan pada variabel terikat MCQ dari agen perubahan eksternal dan internal. Jadi kedudukan agen perubahan berdampak perbedaan pada variabel gaya pengaruh transformasional (TTRANFM) dan variabel intoleransi terhadap situasi berarti ganda (TAMBIG), namun tidak berdampak perbedaan pada variabel pemahaman pada aspek-aspek pengelolaan perubahan (TMCQ).
5.6. Pengaruh Karakteristik Individual pada Pemahaman terhadap Aspek-Aspek Pengelolaan Perubahan Pengujian dilakukan dengan regresi linier berganda dengan memasukkan karakteristik demografis dan variabel TTRANFM dan TAMBIG. Oleh karena beberapa variabel karakteristik individual merupakan variabel kategori atau nominal yang bersifat kualitatif dengan lebih dari satu kriteria, maka dibentuklah variabel dummy untuk pengolahan data selanjutnya. Hasil pengolahan data regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
TABEL 4
HASIL REGRESI LINIER BERGANDA
Koefisien Uji t Sign.
Konstanta 2,337 0,210 0,836
Pendidikan (X11) dv -1,548 -0,355 0,725
Pendidikan (X12) dv -1,077 -0,231 0,819
Pendidikan (X13) dv 2,190 0,411 0,685
Lama kerja (X2) -0,180 -1,021 0,317
Umur (X3) 0,290 1,570 0,129
Golongan (X41) dv 2,631 0,838 0,410
Golongan (X42) dv 1,703 0,648 0,523
Golongan (X43) dv 0,388 0,141 0,889
Golongan (X44) dv -0,316 -0,108 0,915
Golongan (X45) dv -0,358 -0,144 0,886
Golongan (X46) dv -0,762 -0,218 0,829
Golongan (X47) dv 0,762 0,235 0,816
Golongan (X48) dv 0,0068 0,018 0,986
Golongan (X49) dv -0,4131 -1,018 0,318
Jenis kelamin (X5) dv 2,473 1,260 0,219
Anggota (X61) dv -0,668 -0,303 0,764
Anggota (X62) dv -1,732 -0,817 0,422
Jabatan (X71) dv -0,986 -0,359 0,723
Jabatan (X72) dv -1,214 -0,571 0,573
Kedudukan A.P. (X8) -0,220 -0,101 0,920
Lama menjabat (X9) 0,0583 0,391 0,699
Keahlian (X101) dv -0,213 -0,049 0,962
Keahlian (X103) dv 2,177 0,704 0,488
Keahlian (X104) dv 2,542 0,837 0,411
Keahlian (X105) dv 3,782 1,668 0,108
Keahlian (X106) dv -0,514 -0,277 0,784
Keahlian (X107) dv -4,949 -1,321 0,198
Keahlian (X108) dv 2,698 1,066 0,296
Keahlian (X109) dv 2,250 0,564 0,578
Keahlian (X1010) dv -2,092 -1,147 0,262
Keahlian (X1011) dv 0,698 0,268 0,791
Keahlian (X1012) dv -3,382 -0,983 0,335
Keahlian (X1013) dv 3,018 1,140 0,265
Keahlian (X1014) dv 1,054 0,593 0,558
Keahlian (X1015) dv -3,423 -0,706 0,487
Keahlian (X1016) dv 5,669 -1,102 0,281
Keahlian (X1017) dv 0,774 0,192 0,849
Keahlian (X1018) dv -1,041 -0,275 0,786
Keahlian (X1019) dv -8,577 -1,566 0,130
Keahlian (X1020) dv -0,118 -0,026 0,979
Keahlian (X1021) dv 4,654 1,285 0,210
Keahlian (X1022) dv -0,316 -0,061 0,952
Keahlian (X1023) dv -6,649 -1,793 0,85
Transformasional (Y2) 0,174 3,379 0,0020
Ambiguitas (Y3) -0,0542 -0,763 0,453
Sumber : Data Diolah (2000)
Hasil pengujian t test menunjukkan satu-satunya variabel yang signifikan mempengaruhi TMCQ atau Y1 adalah variabel TRANFM atau Y2 karena nilai signifikansinya 0,05 atau tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap TMCQ.
Pengujian regresi linier berganda telah menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara variabel gaya pengaruh transformasional (TTRANFM) terhadap variabel pemahaman seseorang terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan (TMCQ). Semakin transformasional gaya pengaruh seorang agen perubahan (yaitu gaya konsultasi transformasional bagi agen perubahan eksternal dan gaya kepemimpinan bagi agen perubahan internal), maka semakin baik pemahaman seorang agen perubahan terhadap aspek-aspek pengelolaan perubahan, yang ditunjukkan dari perolehan skor MCQ dari agen perubahan tersebut.
5.7. Suatu Paradoks transformasional
Seperti dalam penelitian Church, et al (1996) yang menggali paradoks transformasional, penelitian ini pun berusaha menemukan paradoks transformasional tersebut. Temuan digali dari item 22 dalam MCQ tentang kesetujuan pada pernyataan “Perubahan organisasi yang efektif menuntut langkah nyata/dramatis daripada langkah moderat yang bertahap/inkremental” dibandingkan dengan skor pengaruh transformasional (TTRANFM) CAQ.
Penelitian ini menunjukkan 45 orang (63,3%) menyatakan setuju terhadap perubahan yang nyata/ dramatis (transformasional) daripada perubahan yang bertahap/inkremental (transaksional). Fenomena ini memperkuat dugaan bahwa perubahan transformasional lebih disukai agen perubahan pendidikan tinggi.
Bukti lain menunjukkan 26 orang(53,1%) agen perubahan internal mendukung perubahan transformasional, dan 19 orang (86,4%) agen perubahan eksternal mendukung perubahan transformasional. Kesetujuan pada pernyataan itu lebih merepresentasikan “orientasi transformasional menuju perubahan” dan kurang merepresentasikan “orientasi transaksional menuju perubahan”. Fenomena ini menunjukkan lebih banyak agen perubahan eksternal yang mendukung orientasi perubahan transformasional menuju manajemen perubahan daripada agen perubahan internal. Sebagian besar BPH Yayasan lebih menyukai perubahan transformasional yang bersifat nyata/dramatis daripada perubahan yang bersifat moderat/bertahap/ inkremental. Sebaliknya separuh dari Rektor/Ketua /Dekan menyukai perubahan transformasional, sedang separuh lain menyukai perubahan transaksional.
Penggalian lebih lanjut adanya paradoks transformasional ditemukan dalam skor gaya pengaruh transformasional dari agen perubahan eksternal dan internal. Hasil penelitian menunjukkan agen perubahan internal lebih menyukai gaya pengaruh transformasional daripada agen perubahan eksternal (53,74%: 42,42%).
Mengapa lebih banyak agen perubahan eksternal (86,4%) yang mendukung premis “orientasi transformasional menuju manajemen perubahan” dibandingkan agen perubahan internal (53,1%), sedangkan menurut hasil pengukuran gaya pengaruh transformasional CAQ menunjukkan agen perubahan eksternal kurang transformasional dibandingkan agen perubahan internal ? Dugaan atas paradoks transformasional itu adalah BPH Yayasan mendukung orientasi transformasional menuju manajemen perubahan, namun dalam aplikasi organisasi PTS BPH Yayasan kurang mampu menganut dan menerapkan gaya pengaruh “konsultasi” transformasional karena kedudukan BPH Yayasan di luar sistem organisasi penyelenggaraan PTS tetap dianggap sebagai “orang luar” yang tidak mempunyai pengetahuan orang, budaya, dan norma yang berlaku dalam PTS yang dibinanya. Selain itu keterbatasan tenaga, pikiran, dan waktu yang dimiliki seorang BPH Yayasan, yang dapat mengurangi intensitas perhatian BPH Yayasan terhadap PTS yang dibinanya akan memperkuat kemungkinan terjadinya paradoks transformasional ini. Agen perubahan eksternal bisa jadi tidak memegang peranan yang memungkinkan terjadinya revolusi organisasi, sekalipun agen perubahan eksternal dapat mempengaruhi dan mencetuskan revolusi.
Mengapa lebih sedikit agen perubahan internal (53,1%) yang mendukung premis “orientasi transformasional menuju manajemen perubahan” dibandingkan agen perubahan eksternal (86,4%), sedangkan menurut hasil pengukuran gaya pengaruh transformasional CAQ menunjukkan agen perubahan internal lebih transformasional dibanding agen perubahan eksternal ? Dugaan atas paradoks transformasional itu adalah Rektor/Ketua/Dekan kurang mendukung orientasi transformasional menuju manajemen perubahan, sekalipun dalam penerapannya pada organisasi PTS Rektor/Ketua /Dekan lebih mampu menganut dan menerapkan gaya pengaruh “kepemimpinan” transformasionalnya karena kedudukan Rektor/Ketua/Dekan di dalam sistem penyelenggaraan PTS memungkinkan untuk mempunyai pengetahuan orang, budaya, dan norma PTS yang dipimpinnya. Selain itu kontinuitas keberadaan Rektor/Ketua/Dekan dalam PTS mengakibatkan terjadi relasi baik dengan anggota organisasi PTS yang turut memberikan kontribusi bagi terjadinya paradoks transformasional ini. Agen perubahan internal bisa jadi kurang mendukung perubahan revolusioner, namun karena kedudukannya sebagai pimpinan puncak organisasi memberikan kemungkinan besar untuk mencetuskan perubahan, bahkan perubahan revolusioner sekalipun.
6. PENUTUP
Keberhasilan seorang agen perubahan terletak pada potensi tingginya gaya pengaruh transformasional dan tingginya toleransi terhadap situasi berarti ganda yang didukung dengan pemahaman pada aspek pengelolaan perubahan. Namun demikian situasi dan kondisi organisasi turut mendukung terwujudnya peranan agen perubahan dalam menciptakan PTS yang high-flex organization.
7. DAFTAR PUSTAKA
Burke,W.W. (1990) Managing Change Questionnaire, Pelham. New York. W.Warner Burke Associates.
Burke,W.W. and Spencer, J.L. (1990) Managing Change:Participant Guide, Interpretation and Industry Comparisons. Pelham. New York. W.Warner Burke Associates, pp. 1-59.
Chen, C.C. and Hooijberg, R. (2000) Ambiguity Intolerance and Valuing Diversity in The Workplace. http://blue.temple.edu/~eastern/ chen.html. Church, A.H., et al (1996) Managing Organizational Change:What You Don’t Know Might Hurt You, Career Development International.Vol.1.No.2.pp.25-30.
Church,A.H.,et al (1996) OD Practitioners As Facilitators Of Change : An Analysis Of Survey Results, Group & Organization Management. Vol.21. No. 1. pp. 22-66.
Susanto, A.B. (1998) Tinjauan Pendidikan Tinggi Dalam Memasuki Milenium Ketiga : Renungan Beberapa Aspek Pembaharuan Dunia Pendidikan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta Indonesia Memasuki Milenium Ke-3. Yogyakarta. Andi Offset. pp. 77-88.
Saya Th. Agung M. Harsiwi setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .