Friday, 17 May 2024
above article banner area

Berjiwa Entrepreneurship Sejak TK

Berjiwa Entrepreneurship Sejak TK

Berjiwa Entrepreneurship Sejak TK

Berjiwa Entrepreneurship Sejak TK

Setelah sukses digelar dua kali berturut-turut pada tahun 2008 dan 2009, Ciputra Entrepreneurship Education National Conference kembali diselenggarakan pada tanggal 9 sampai 11 November 2010, di Hotel Ibis, Mangga Dua, Jakarta Barat. Ada yang menarik dari konferensi ketiga ini. Selain karena jumlah pesertanya meningkat dibandingkan konferensi sebelumnya, para pesertanya juga terlihat sangat antusias. Peningkatan antusiasme masyarakat akan dunia entrepreneuship dapat dilihat dari banyaknya peserta yang datang dari kalangan umum, atau non-praktisi pendidikan. Selain itu, konferensi kali ini jadi istimewa karena tema yang diangkat pun cukup krusial. Berbeda dengan tema sebelumnya, konferensi kali ini mengangkat tema “Entrepreneurship for the Nation”.

Beberapa tahun lalu belum terbayangkan, bahwa anak-anak Indonesia berani bercita-cita untuk menjadi pengusaha. Anak-anak, jika ditanya tentang cita-citanya, mereka akan menjawab dengan jawaban seragam, ingin jadi dokter atau insinyur.

Pada kesempatan tersebut, Ciputraentrepreneurship.com berhasil mewawancarai Drs. Dwi Sunu Pebruanto, M.Ed, Direktur Program K-12 Ciputra Entrepreneurship School. Beliau mengatakan bahwa anak-anak zaman sekarang sudah memiliki kepekaan entrepreneurship lebih tinggi. Ini tentu karena telah didukung oleh peran aktif Ciputra Entrepreneurship School yang telah banyak mengembangkan kurikulum entrepreneurship dan menyebarkan virus-virus entrepreneurship kepada masyarakat luas, terutama kalangan sekolah. Lalu apa yang membuat anak-anak zaman sekarang bercita-cita menjadi pengusaha? Selengkapnya simak petikan wawancara berikut.

Seperti apa kondisi dunia entrepreneurship di Indonesia sekarang ini?

Dunia entrepreneurship di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 2006. Tahun 2006 itulah saat mulai munculnya kesadaran baru akan entrepreneurship. Saat ini di Indonesia sudah mulai ada kesadaran di tingkat masyarakat. Sejah tahun 2006 kegiatan entrepreneurship mulai dilembagakan di sekolah-sekolah mulai dari TK hingga universitas. Awareness itu ditunjukkan dari minat masyarakat untuk datang ke acara-acara seminar. Pada dasarnya mereka ingin mengetahui lebih dalam. Awalnya mereka berpikir bahwa entrepreneurship itu seputar kegiatan jual beli. Tapi lebih dari itu, entrepreneurship berkaitan dengan cara berpikir.

Di Ciputra Entrepreneurship School sendiri yang tadinya hanya ada tiga sekolah dan dikelola satu lembaga, sekarang sudah dikelola oleh 15 lembaga. Untuk TK, SD, SMP, SMA, hingga universitas.

Saat ini entrepreneurship pun saat ini sudah mulai diajarkan kepada anak usia TK. Apa urgensinya?

Kami melihat bahwa kemampuan manusia itu besar sekali. Anak usia TK tidak berarti harus menjadi entrepreneurship di usia mereka. Di sekolah kami, yang dikembangkan dari anak seusia itu adalah keberanian, keinginan untuk mencoba hal-hal baru dengan pola-pola yang sistematis. Kemudian dari rasa ingin tahu itu diharapkan akan berkembang ke arah eksplorasi, yakni kemampuan melihat peluang baru untuk inovasi, kemampuan berimajinasi dan berkreasi.

Lalu apa bedanya dengan sekolah kreatif yang ada saat ini? Saat ini tengah menjamur sekolah-sekolah alam, yang menumbuhkan kemampuan semacam itu juga. Lalu apa bedanya sekolah entrepreneurship dengan sekolah-sekolah itu?

Sekolah entrepreneurship jadi berbeda dengan sekolah-sekolah lainnya, karena kita menekankan kemampuan anak untuk dapat mengembangkan keunikan-keunikan baru yang meiliki nilai tambah. Anak-anak diajarkan untuk tidak hanya kreatif, tapi juga mempu menemukan nilai tambah atas suatu hal. Dan dalam hal kreativitas entrepreneurship, yang menentukan nilai tambah itu bukanlah si pembuatnya, melainkan penggunanya.

Lalu kurikulum entrepreneurship yang ideal itu seperti apa?

Kurikulum ideal itu harus mampu membentuk sebuah perilaku, kemampuan menginovasi, dan kemampuan komunikasi, mempertahankan rasa ingin tahu anak, sehingga anak dapat menyalurkannya dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak harus lebih banyak belajar dari hal-hal yang nyata ada di sekitarnya.

Sekolah boleh memiliki kurikulum yang ideal. Tapi pendidikan itu harus dapat menjembatani targetnya dengan pendidikan orangtua siswa di rumah. Bagaimana cara menjembatani visi sekolah dengan pendidikan orangtua di rumah?

Salah satu masalah pendidikan era sekarang ini adalah adanya perbedaan model belajar di era orangtua siswa, di tahun 70-an, dengan model belajar yang diterapkan pada generasi anak-anaknya di era sekarang ini. Ada perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam sistem pendidikan. Itulah yang berusaha kami selaraskan.

Setiap kali kita memberi program pengajaran kepada siswa di sekolah, kita selalu memberi backup program tersebut ke orangtua. Jadi ada juga program pendidikan ke orangtua. Misalnya dalam betuk seminar dan workshop. Kita mengundang orangtua ke sekolah, agar orangtua juga mengerti tujuan pendidikan anak di sekolahnya. Selain itu kami juga menyebarkan publikasi semacam newsletter, agar orangtua juga dapat ikut terlibat dalam kegiatan belajar anak.

Keahlian dasar entrepreneurship apa yang paling dituntut sekolah dari anak usia TK dan atau SD?

Anak usia Sekolah Dasar atau TK adalah usia bermain. Anak-anak kalau sedang bermain, umumnya bermain semaunya, yang penting main dan gembira. Tapi sebenarnya, kalau anak-anak bermain, permainan itu sebaiknya terarah dan punya maksud dan tujuan, namun situasinya tetap bermain. Misalnya, dalam bermain ada aturan-aturan bermain. Dengan cara ini, anak akan mengenal hal-hal lain di luar dirinya, sehingga anak akan menumbuhkan rasa ingin tahu. Pada situasi inilah guru sebaiknya memberi koridor-koridor agar rasa ingin tahu anak jadi tersalurkan.

Misalnya anak sedang berimajinasi tentang sesuatu, maka imajinasinya itu harus disalurkan dalam sebuah dokumentasi dan divisualisasikan, misalnya dalam bentuk gambar atau tulisan, agar imajinasinya tidak hanya tersimpan di alam pikiran. Kemudian anak perlu ditanya tentang kelebihan dan kekurangan imajinasinya itu. Imajinasinya itu tidak harus dia wujudkan dalam bentuk benda. Tapi yang pentng anak mengetahui kelebihan dan kekurangan dari imajinasinya itu.

Dan dalam hal ini, orangtua harus memberi dukungan. Anak-anak kadang memiliki ide yang aneh dan tidak terduga. Misalkan anak ingin membuat suntikan otomatis, maka orangtua harus bertanya maksudnya apa, alasannya apa ingin membuat atau menghayalkan itu. Orangtua perlu mengakomodasikan imajinasi anak.

Apa yang Anda harapkan dari para peserta konferensi ini setelah mengikuti seluruh rangkaian acara?

Kegiatan ini pada dasarnya adalah awal untuk memulai semuanya. Para peserta terutama dari kalangan sekolah diharapkan menginformasikan hasil kegiatan acara ini kepada kepala sekolahnya masing masing atau pihak yayasan. Sehingga kemudian akan ada langkah-langkah lanjutan, seperti misalnya training guru. Yang terpenting sekarang adalah penyebarluasan perspektif atau cara berpikir. Metode dan cara mendidik di sekolah harus tepat sesuai dengan kebutuhan di era sekarang. Perlu ada kesepakatan antarpendidik untuk menerapkan teknik pembelajaran yang sesuai. Namun, prinsip pengajaran entrepreneurship tetap tidak boleh bertentangan dengan prinsip paedagogik.

Ada opini bahwa entrepreneur terbaik justru tidak dilahirkan dari sekolah-sekolah bisnis. Apa komentar Anda tentang ini?

Sekarang ini ada banyak sekolah bisnis. Namun pendidikan entrepreneur bukanlah semata-mata mengajar tentang bisnis. Yang terpenting dari sekolah entrepreneur adalah kemampuan untuk membangun mindset siswa-siswanya untuk berpikir kreatif dan Mandiri. Untuk membangunnya dibutuhkan atmosfer yang mendukung. Sekolah adalah tempat yang tepat untuk membangun atmosfer entrepreneurship, karena di dalam sekolah, semangat kemandirian itu akan tertular satu sama lain antarsiswa, maupun antara siswa dengan guru-gurunya.

Lingkungan seperti inilah yang perlu dibangun untuk memberikan inspirasi dan tantangan bagi anak. Ada satu contoh siswa kami yang di rumahnya teman-teman maupun lingkungan di keluarga, tidak punya mental untuk berentrepreneurship. Tapi dia seorang diri yang kebetulan bersekolah di universitas kami, jadi memiliki jiwa itu karena lingkungannya teman-temannya dan dosennya bicara tetang entrepreneurship. Dia pun jadi senantiasa berpikir tentang entrepreneurship. Mental entrepreneurship inilah yang lebih penting, bukan kegiatan bisnisnya.

Namun bagaimanana dengan anak usia TK dan SD? Motivasi apa yang dapat mendorong anak seusia itu untuk berpikir tentang entrepreneurship?

Kemandirian. Anak perlu belajar untuk dapat mengarahkan dan mengelola dirinya sndiri, sehingga ia akan dapat menghidupi dirinya sendiri. Dari situ ia akan berpikir untuk jadi bermanfaat dan dapat menghidupi orang lain. Ini adalah prinsip dasar entrepreneurship. Seorang anak harus mampu berpikir bahwa ia juga mampu berdampak bagi lingkungannya dan bagi orang lain di sekitarnya. Sehingga manfaat baik itu tidak hanya dirasakan dirinya sendiri, tapi juga dirasakan lingkungannya.

Inilah yang sudah dan masih sedang kita jalankan bersama. Prosesnya masih sangat panjang, dan kami berjalan perlahan-lahan ke arah tujuan itu. Tidak hanya di kalangan siswa sekolah, kami juga mulai bergerak ke yayasan-yayasan sosial dan panti asuhan. Kami harap mereka akan menindaklanjuti ilmu entrepreneurship yang kami berikan dengan mulai merintis usaha sendiri, Kami bimbing mereka perlahan-lahan. Sehingga diharapkan gerakan ini akan semakin menyebar luas. (*/Nilam/CiputraEntrepreneurship.com)

below article banner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *