Sunday, 6 October 2024
above article banner area

Suatu Pagi di Negeri Para Nabi

Diantara rahasia kesehatan Rasulullah Saw. adalah kontinyuitasnya dalam menjaga waktu subuh. Hal ini terlihat dalam Sabda beliau yang berisi sentruman bagi kita agar ittiba’ beliau menghidupkan pagi, mengindahkan subuh hingga sang surya menyapa;“Ya Allah berikanlah keberkahan bagi umatku di kala subuhnya”

Suatu pagi, dimusim shaifi (musim panas, red). Jamaah subuh baru saja digelar. Masing-masing jamaah beragam aktifitasnya. Mereka tampak begitu memahami makna hadis diatas. Ada yang masih i’tikaf di Masjid berdzikir hingga datang waktu Dhuha. Disudut sana terlihat pula wajah-wajah asing sedang mengulangi hafalan Qur’annya. Sebagian yang lain pula terlihat beranjak meninggalkan mesjid menuju apartemen-apartemen mereka yang tidak jauh dari mesjid.

Udara subuh luar sana berhembus masuk melalui pintu mesjid yang ternganga, menghelus sekujur tubuh setelah sebelumnya menerpa pohon-pohon kurma, menyentuh dedaunan membuatnya menari menyambut pagi nan asri. Subhanallah..sempurnya ciptaan-Mu.

Tadinya aku berniat menambah hafalan Qur’an. Mengingat juz tujuh masih tinggal empat ayat lagi yang belum dihafalkan. Meskipun akhir-akhir ini pihak al-Azhar melansirkan berita perampingan materi kuliah Qur’an dari dua juz menjadi satu juz persmester, khusus untuk pelajar asing. Namun, itu tidak lantas membuat aku berhenti untuk terus menambah hafalan.

Rasa kantuk menggelayut dipelupuk mata membuatku harus pergi meninggalkan Masjid menuju apartemen temanku tempat aku berdiam malam itu.

Karena masih pagi, jadi tidak banyak terlihat kedai-kedai yang terbuka. Seperti di Negeri kita, bila pagi menjelang tokoh terbuka lebar menunggu pelanggan datang berbelanja. Mungkin faktor cuaca di Mesir, apa lagi dimusim panas, penduduk negeri kebanyakannya menjelang jam delapan subuh mereka lelap dalam tidur, membayar tidur malamnya.

Tidak jauh disebelah kananku terlihat sebuah kedai kecil penjual goreng-gorengan makanan khas Mesir, seperti tha’miyah yang terbuat dari tepung diaduk dengan air ditambah sedikit garam secukupnya dan kemudian digoreng.

Sepertinya baru beberapa menit saja sebelum aku keluar dari mesjid toko ini dibuka. Tampak disana berdiri seorang lelaki Mesir berbadan tinggi kekar, sepertinya ia lagi berbelanja dikedai itu.

Lelaki itu melotot kearahku yang sedang berjalan menuju apartemen temanku, sambil tertawa ia terus memandang kearahku. Tidak cukup dengan itu ia tampak mengajak penjaga toko itu, tampak tawa mereka melebar.Tak tahan dengan perlakuan ini aku lalu mendatangi mereka. Emosiku semakin meledak saat teman-temannya yang lain juga ikut tertawa.

“’aiz eh anta?” tanyaku tertuju kepada lelaki itu dengan bahasa arab pasaran Mesir, menanyakan kepadanya apa yang ia inginkan dariku, sehingga tampak sinis. Ia tampak masih saja nyengir memandangku.

“ta’al huna” serunya mengajakku mendekat.
“tafaddhal” ia meneruskan basa-basinya mempersilahkanku. Barangkali karena kaget melihatku berani mendatanginya. Dengan nada menantang.

Kalimat-kalimat kotor itu tanpa sadar mulai meluncur mulus dari mulutku. Aku terbakar emosi, ingin rasanya aku melempar gorengan-gorengan itu kemuka mereka. Lebih dari itu terbayang olehku ingin membuat remuk wajah lelaki yang satu itu.

Lelaki itu dan beberapa penjaga toko yang tampak bersekongkol terlihat diam membisu mendengar ocehanku.

Berangsur-angsur kutinggalkan tempat itu. Sambil duduk dihemperan apartemen temanku, menikmati udara subuh. Bibirku bergetar, panas dada ini masih membungkam seakan tak terleraikan. Aku hampir hilang kendali. Perlahan kuredakan amarahku dengan beristighfar berkali-kali.

Berbagai perasaan hadir dibenakku. Aku merasa tindakan diluar batas telah dilakukan sebagian penduduk negeri ini kepadaku dan orang-orang asing lainnya. Terbukti, sepanjang tahun terakhir ini selalu ada orang-orang asing di Mesir, khususnya Indo yang menjadi korban, baik itu korban perampokan dan kriminal lainnya, terlebih parah lagi tindakan asusila.

Perkiraanku pertama kali terhadap Negara Mesir jauh dari kenyataan yang terjadi dilapangan. Diam-diam aku teringat selain negeri Musa Mesir juga negeri warisan Fir’aun, jadi tak heran kalau diantara mereka ada yang mewarisi prilkunya.

Kalau minoritas muslim di negara-negara Eropa mengalami perlakuan yang kurang wajar, seperti ke-tidakbebasan berbusana muslim/muslimah itu wajar, tapi dinegeri ini meski muslim mayoritas orang-orang asing masih saja kerap diperlkukan diluar perlakuan islami.

Ah, kebencianku semakin menjadi-jadi. Tak terasa pribadi mulia sang Nabi akhir zaman hampir terlupakan. Baginda nabi kita terlahir di negeri pepasiran ini. Ini suatu pertanyaan. Kenapa? Dari sini aku semakin sadar betapa negara arab mempunyai perwatakan yang keras, dan butuh pribadi yang cerdas penuntun mereka.

Kita tahu entah berapa kali perlakuan pahit dikukan kelompok penantang Islam kepada Nabi. Hingga klimaksnya beliau hendak dibunuh. Tapi balasan dari perlakuan mereka malah sebaliknya. Pemilik akhlak dan budi pekerti yang terpuji, ialah Muhammad Rasulullah Saw.

Ya Allah..telah jauh aku dari pribadi mulia Rasulmu. Ketika sedikit saja disakiti aku lalu membalasnya dengan yang berlipat. Aku tercampuk dari kesabaran dan mengambil hikmah dari apa yang terjadi.

Aku sulit bertahan, bersabar meski sejenak ketika diejek, dihina, disakiti. Padahal kau telah menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang bersabar.

Ya Allah..kumuhon kehadirat-Mu yang Maha kuasa sejagad raya, berikan ketabahan itu, ilhmahkan pribadi mulia RasulMu itu kepadaku agar bisa kujalani onak-duri sepanjang kehidupan ini.

Aku lupa dengan pribadi mulia RasulMu yang tabah ketika diludahi, dilempar, diejek oleh kaumnya. Tapi, kecintaannya semakin mendalam kepada kaumnya dan berdoa untuk mereka.

Ya Allah…yang Maha pengampun…telah berapa jiwa yang kusakiti. Telah berapa hati yang tersayat dari kalamku yang kasar. Dari tingkahku yang diluar sadar, Dari pergaulanku yang masih jauh dari sempurna.

Ya Allah ampuni aku dan mereka yang kudzolimi…berikan keberkahan dalam kehidupan mereka..

Terasa tegangan tinggi emosiku semakin menurun. Aku memandang langit biru pagi itu, masih sepi. Belum juga terdengar nyanyian alam lewat aktifitas makhluk yang beragam. Aku merasa ada alam lain yang harus kulewati buat meneruskan perjalanan fana ini, menuju arah perbaikan yang tentunya lebih berarti. Ya Allah kami memohon bimbingan-Mu menapak Firdaus-Mu. Semoga..

Share
below article banner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *