Setiap perjalan pasti membutuhkan perbekalan. Apalagi perjalanan yang sangat jauh, tentunya bekalnya pun harus cukup supaya selamat sampai tujuan. Bedanya, perjalanan ke akhirat bekalnya tidak berbentuk materi, melainkan amal perbuatan…. ———- Perjalanan manusia telah dimulai sejak Nabi Adam as. pada tahun yang belum diketahui hitungan pastinya. Kita pun melihat anak-anak Adam dari generasi ke generasi telah menyelesaikan perjalanannya ke akhirat melalui dunia ini. Ada yang membutuhkan waktu 100 tahun, 500 tahun, 1.000 tahun, dan kini rata-rata hanya 60-an tahun. Betapa singkatnya waktu tempuh yang dibutuhkan manusia di dunia ini untuk sampai ke akhirat. Bahkan jika diukur dengan hari-hari di akhirat, dimana sehari di sana sama dengan seribu hari di sini, berarti tidak ada satu pun umur manusia di bumi ini yang melebihi sehari di akhirat. Nabi bersabda, bahwa perjalanan di dunia ini ibarat orang menyeberang jalan saja. Sungguh sangat sebentar. Tapi, justru yang sebentar ini banyak membuat orang lupa. Ia mengira dunia ini tempat tujuannya. Padahal dunia adalah mazra’atul akhirah (tempat menanam untuk akhirat). Di sinilah kita menanam, tapi di sanalah kita memanen. Tak satu pun manusia akan lepas dari kematian, karena kematian adalah salah satu ‘terminal’ di tengah perjalanan yang harus kita lewati, bahkan menjadi tempat berhenti sejenak. Bagaikan orang bernaung di bawah rindangnya pohon di tengah perjalanan untuk melepas lelah barang sebentar, lalu melanjutkan perjalanannya kembali sampai ke tujuannya, yakni ”ibu kandungnya”. Sebagaimana dituturkan dalam Alquran, ”….adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, maka ‘ibunya’ adalah Hawiyah. Tahukah kami, apakah Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas”. (QS.101:8-11). Setiap perjalan pasti membutuhkan perbekalan. Apalagi perjalanan yang sangat jauh, tentunya bekalnya pun harus cukup supaya selamat sampai tujuan. Bedanya, perjalanan ke akhirat bekalnya tidak berbentuk materi, melainkan amal perbuatan. Setiap orang mempunyai catatan amalnya masing-masing yang dibukukan dalam sebuah kitab,” ….di sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dizalimi”. (QS.23:62). Yakni kitab tempat para malaikat menuliskan perbuatan-perbuatan seseorang dengan sejujur-jujurnya tanpa pilih kasih, biarpun buruk atau baik, yang akan dibacakan pada hari kiamat. Ketika setiap manusia menghadap Allah satu per satu, maka dikatakan padanya: ”Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh (para malaikat) mencatat apa saja yang telah kamu kerjakan”. (QS.45:29). Bagi orang-orang yang timbangan kebaikannya ringan, artinya perbuatan dosanya lebih besar, maka ”ibu kandungnya” (baca: tempat kembalinya) adalah Hawiyah. Sedangkan orang-orang yang timbangan kebaikannya berat, ”…maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan”. (QS.101.7) Siapakah mereka itu? Bagi seorang muslim, dunia bukanlah tujuan. Dunia adalah ibu tiri. Dunia bukanlah ibu yang melahirkan kita. Kita adalah anak-anak akhirat. Akhirat adalah ”ibu kandung” kita. Akhirat adalah ”ibu” kita yang sebenarnya. Yang selalu menjadi tempat kita mencurahkan cinta dan penuh harap. Di sanalah kita menuju dan tempat berakhir. Di sanalah peluk cium yang kita dambakan selama ini. Dunia adalah tempat kita ditempa, dididik, dan diuji. Siapa yang lulus semua ujian itu, merekalah yang berhak diterima di pangkuan ”ibu” di surga. Tapi, siapa pun mereka yang gagal, tempatnya adalah di Hawiyah, yakni api neraka yang bergejolak. Semoga kita semua diterima sebagai anak-anak akhirat yang berbakti pada ”ibu” dan mendapat tempat yang memuaskan.
Leave a Reply