Shalat adalah salah satu di antara lima rukun Islam. Selain ibadah wajib, shalat adalah tiangnya agama. Barang siapa mendirikan shalat, maka dia telah menegakkan tiang agama. Barang siapa meninggalkan shalat, maka dia telah merobohkan tiang agama. Rasulullah SAW bersabda, ”Batas antara seseorang dan kemusyrikan adalah meninggalkan shalat.” (HR Muslim).
Sebelum Ramadhan lalu, kedua orang tuaku berkunjung ke Surabaya. Aku menjemput kedatangan beliau berdua di Stasiun Gubeng. Cuaca Surabaya saat itu memang cukup panas. Setelah menunggu beberapa lama, aku melihat wajah ayah dan ibu saya di depan pintu peron keluar. Dibalut jilbab, aku menatap wajah ibu dan mencium tangan beliau.
Aku lantas membawakan tas dan barang bawaan mereka ke dalam kendaraan. Kemudian kami sama-sama menuju ke ke rumahku. Cukup lama aku tak melihat wajah ibu karena jarang pulang ke Bekasi. Karena itu, kedatangan beliau menjadi penawar kangen. Hanya dua hari bermalam sekaligus menengok keluarga di Surabaya, kedua orang tuaku langsung berpamitan kembali ke Bekasi. Sebelum sepur berangkat menuju Jakarta, ibu berkali-kali berpesan kepadaku untuk selalu menjaga shalat. ”Insya Allah. Suwun, Bu, ” jawabku.
Suatu senja, seorang wanita berjalan tertatih-tatih. Pakaiannya serbahitam, seolah menandakan bahwa dia tampak sangat berduka. Kerudung menangkup rapat hampir seluruh wajahnya, tanpa rias muka atau perhiasan yang menempel di tubuhnya. Kulitnya bersih, badannya ramping, dan wajahnya cantik. Namun, itu tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah menyeruak hidupnya. Dia melangkah terhuyung-huyung mendekati kediaman Nabi Musa as. Dia mengetuk pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Kemudian, terdengarlah ucapan dari dalam, ”Silakan masuk.” Wanita cantik itu lalu masuk. Kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala dia berkata, ”Wahai nabi Allah, tolonglah aku.
“Doakan aku agar Allah berkenan mengampuni dosa keji ku”. ”Apakah dosamu wahai wanita cantik?” tanya Nabi Musa as terkejut. ”Aku takut mengatakannya, ” jawab wanita cantik itu. ”Katakanlah jangan ragu-ragu, ” desak Nabi Musa as. Dengan terbata-bata, wanita itu bercerita, ”Aku telah berzina.” Kepala Nabi Musa as terangkat. Hatinya tersentak. Wanita itu meneruskan ceritanya. ”Dari perzinaan itu, aku lantas hamil. Setelah anak itu lahir, aku langsung mencekik lehernya hingga tewas, ” ucap wanita tersebut seraya menangis sejadi-jadinya. Nabi Musa as murka. Dia menghardik, ”Enyahlah kamu dari sini agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!
Nabi Musa as lalu memalingkan wajahnya karena tidak sudi melihat wanita tersebut. Hati perempuan berparas ayu itu seperti kaca yang membentur batu. Dia merasa hancur luluh. Lalu, wanita itu segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk keluar dari rumah Nabi Musa as. Ratap tangis wanita itu amat memilukan. Dia tak tahu harus ke mana lagi hendak mengadu. Bahkan, dia tak tahu hendak ke mana membawa langkah kakinya.
Bila seorang nabi saja menolaknya, lalu bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya. Terbayang oleh dia betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Dia tak tahu bahwa sepeninggalnya malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa as. Malaikat Jibril bertanya kepada nabi Musa as, ”Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat atas dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang paling besar daripadanya?” Nabi Musa terperanjat. Dosa apakah yang lebih besar kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?
Maka, Nabi Musa as dengan penuh rasa penasaran bertanya kepada malaikat Jibril. ”Adakah dosa yang lebih besar daripada wanita yang nista itu?” tanya nabi Musa as. ”Ada”, jawab malaikat Jibril dengan tegas. ”Dosa apakah itu?” tanya Nabi Musa semakin penasaran. ”Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan tanpa menyesal, ” jawab malaikat Jibril. Orang tersebut dosanya lebih besar daripada seribu kali berzina.
Suatu malam, di ujung ponsel, aku mendengar ibu kembali berpesan agar saya tidak meninggalkan shalat. ”Wis shalat ta?” begitu ibu selalu bertanya kepadaku. Hal itulah yang selalu beliau sampaikan tiap kami bertemu atau berkomunikasi lewat telepon. Aku kemudian merenung dengan hikmah kisah nabi Musa as serta wanita pezina dan pembunuh tadi. Aku bersyukur masih sering diingatkan ibu untuk selalu menjaga shalat. Terima kasih bunda.