Memaksimalkan Peran PTAIN

betapa seriusnya sesungguhnya pemerintah Indonesia memiliki perhatian dan kesanggupan untuk membiayai lembaga pendidikan tinggi Islam ini yang sedemikian besarnya. Padahal, di berbagai negara, biasanya hal-hal yang terkait dengan kepentingan agama, biasanya diserahkan kepada komunitas masing-masing agama yang bersangkutan. Pemerintah tidak membiayai kegiatan yang bernuansa keagamaan. Inilah sesungguhnya keunikan negeri Indonesia yang menyatakan diri sebagai bukan negara agama tetapi juga tidak membiarkan kehidupan keagamaannya. Posisi PTAIN yang amat strategis dan terlihat istimewa itu, setelah menjadi bagian organisasi pemerintah, ternyata memiliki nuansa atau iklim yang sama dengan birokrasi lainnya. Agama yang seharusnya kaya dengan kekuatan inspiratif dan idiologis ternyata setelah menjadi bagian birokrasi kekuatan itu seringkali tidak terlihat wajahnya. Ia juga tampak berjalan mekanis, prosedural dan formal. Kekuatan inspiratif, kreatif dan imajinatif yang bersumber dari nilai-nilai agama tidak jarang hilang begitu saja. Akibatnya, tidak berbeda dengan departemen lainnya, tatkala muncul isu-isu penyimpangan seperti koloni, nepotisme dan korupsi, maka di lembaga yang mengurus agama ini juga terjadi. Konflik-konflik internal yang seharusnya bisa diselesaikan dengan pendekatan agama, ternyata pada kenyataannya jauh panggang dari api. Tidak terasa nuansa keberagamaannya dalam berbagai penyelesaian dari persoalan-persoalan internal departemen yang mengurus dan mengembangkan akhlakul karimah ini. Pertanyaannya adalah mengapa kenyataan itu terjadi ? Sekedar jawaban sementa ra, saya melihat bahwa tidak sedikit orang-orang internal departemen agama atau juga pengelola PTAIN dalam melakukan perannya lebih loyal pada aturan birokrasi daripada nilai-nilai agama yang mereka pegangi. Padahal semestinya, orang Departemen Agama dan juga PTAIN lebih kaya nuansa, inspirasi, kreasi dan imajinasi yang bersumber dari kitab suci diposisikan sebagai rukh birokrasi di mana mereka bekerja. Aturan-aturan birokrasi semestinya diperkukuh dengan nilai-nilai yang bersumber dari agama yang mereka dipegangi. Jika hal itu dilakukan, maka PTAIN khususnya dan birokrasi Departemen Agama akan menjadi kekuatan penggerak dan bahkan akan menjadi type ideal dari birokrasi negara secara keseluruhan. Peran PTAIN dan bahkan Departemen Agama akan menjadi maksimal. Sebaliknya jika kekuatan intrinsik agama terkalahkan oleh birokrasi, maka yang terjadi adalah justru memanipulasi nilai-nilai agama yang sesungguhnya merupakan kerugian besar bagi agama yang seharusnya dikembangkan dan dijunjung tinggi-tinggi. Wallohu a’lam

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share