Altenatif Mengatasi Persoalan TKW

Rasanya sangat prihatin dan sedih mendengar tenaga kerja wanita Indonesia di luar negeri disiksa hingga di luar perikemanusiaan. Jangankan mendengar penyiksaan itu, tatkala dengan tidak sengaja  menyaksikan  mereka, sedang  di airport menunggu pesawat terbang,    pada saat pemberangkatan  keluar negeri  sudah menaruh iba. Pada saat itu, kiranya siapaun akan membayangkan, bahwa menereke keluar negeri hanyalah ingin mencari rezeki, sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya.

  Cara berpakaian dan penampilan mereka yang sederhana, bergerombol menunggu pesawat,  mereka duduk-duduk bersama, terkesan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang berpendidikan rendah, demikian juga tingkat ekonomi,  dan pengalaman. Semua menunjukkan tidak berlebih. Bandingkan saja dengan orang-orang lainnya, mereka mengenakan pakaian jas, dasi, sepatu mengkilap dengan membawa tas dan koper yang bagus. Sekedar untuk ckeck in, mereka yang disebutkan kelompok terakhir, dilayani orang lain. Mereka tampak  sangat terhormat. Perbandingan mereka itu dengan  TKW yang hanya sebagai pembantu rumah tangga, perbedaan itu  sangat jauh. Itulah sebagian dari bangsa Indonesiam, yang  menurut informasi berjumlah hingga  jutaan.   Ketika mereka datang di Bandara undara negara yang dituju, biasanya juga masih tampil serupa. Mereka diperlakukan sebagai tenaga kerja kasar, ialah orang-orang yang memerlukan pekerjaan, berasal dari klas sosial rendah. Jika mereka dijemput, juga tidak  diperlakukan sebagaimana orang penting,  elite, atau orang kaya, melainkan  perlakuan  terhadap  seorang buruh pada umumnya. Di mana-mana kaum buruh tidak terlalu mendapatkan penghormatan. Memang  mereka juga tidak memerlukan penghormatan itu, melainkan sekedar upah dan itupun juga tidak besar.   Para TKI khususnya pekerja di rumah tangga, pada umumnya mereka bekerja sepanjang waktu, kecuali pada saat-saat dibolehkan beristirahat. Apa saja yang ditugaskan oleh majikan  harus dikerjakan. Para majikan menuntut yang demikian, karena mereka  merasa sudah membayar. Pekerja rumah tangga, di mana-mana juga sama, tidak terkecuali di Indonesia. Tempat tidur dan fasilitas lain juga  dibedakan dari majikannya.   Memang ada beberapa yang diperlakukan secara baik,  diberi tambahan gaji dan bahkan diberlakukan sebagaimana keluarganya sendiri. Tetapi sebaliknya, tidak sedikit yang benar-benar diberlakukan sebagaimana buruh dan bahkan seperti budak.  Tenaganya diperas dan bahkan gajinya dikurangi atau  tidak dibayar. Selain itu, ada yang disiksa sebagaimana berita-berita yang selalu kita terima, baik melalui TV, atau koran. Sebagai contoh.  akhir-akhir ini penyiksaan yang diterima oleh Sumiati yang bekerja di Saudi Arabia, hingga Presiden SBY ikut memberikan perhatian serius.   Memang di negeri ini terjadi  sesuatu gambaran yang amat kontras. Pada satu sisi banyak  rakyat masih sangat miskin. Sekedar mencari pekerjaan,  sebagai buruh saja  masih sangat sulit. Selain itu jika mendapatkan pekerjaan, gaji  mereka juga rendah, yang belum tentu cukup  untuk  hidup sehari-hari. Sementara pada sisi lainnya, Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam. Tanahnya  luas dan subur, lautannya luas, hutan, dan berbagai jenis tambang ada di Indonesia. Sedemikian indahnya, sehingga orang lain mengatakan bahwa bahwa Indonesia bagaikan secuil sorga yang terlempar ke dunia.   Ungkapan tentang keindahan Indonesia yang sedemikian indah, jika dibandingkan dengan negara-ngara lain di dunia ini memang tidak terlalu salah. Apalagi jika perbadingan itu dengan negara-negara timur tengah.  Keadaan  di negeri itu  merupakan gurun pasir dan berbatuan, belum lagi ditambah angin kencang dan udara panas,  sangat penyiksa para penduduknya.  Daerahnya tidak pernah terjadi hujan, kecuali beberapa kali saja pada setiap tahunnya. Mau menanam apa saja sangat sulit, karena tanahnya  tidak cocok ditanami, kecuali tanaman tertentu. Umpama dipaksakan harus dirawat secara sungguh-sungguh, agar tumbuh.   Keadaan itu  bukan bandingkan dengan di Indonesia, apa saja ditanam akan hidup dan menghasilkan buah.  Pertanyaannya, mengapa rakyatnya  masih miskin dan harus pergi  ke  negeri gurun pasir, sekedar untuk mencari pekerjaan.  Adakah pintu atau alternative lain untuk menyelesaikan persoalan itu. Jika misalnya,  pemerintah melarang TKI ke luar negeri,  apakah  akan memberi alternative lain. Kiranya juga tidak mudah menjawabnya.   Oleh karena itu, sebenarnya yang sangat mendesak diperlukan  oleh bangsa ini adalah lapangan pekerjaan. Adapun lapangan pekerjaan yang  deperlukan sebenarnya bukan jenis  profesi  tertentu, dengan bergaji tinggi.  Jenis pekerjaan rendahan dengan gaji yang tidak seberapa pun asalkan upahnya mencukupi untuk menutupi kehidupan sehari-hari sudah cukup dan diterima. Mereka keluar negeri sebagai TKW sebenarnya juga bukan pilihan utama. Mereka juga merasa berat meninggalkan anak dan  keluarga. Pergi ke luar negeri, hanya  karena  lapangan pekerjaan tidak tersedia di dalam negeri.   Sebagai alternative mengatasi persoalan tersebut, pemerintah sebenarnya bisa pengambil peran-peran strategis. Misalnya,   mendorong  para sarjana  lulusan apa saja yang memiliki bakat mendirikan usaha. Pemerintah perlu memberikan  kemudahan-kemudahan bagi siapapun membuka usaha di negeri ini. Bahkan kalau perlu memberikan reward bagi siapapa saja,  yang berhasil menampung tenaga kerja dalam jumlah tertentu. Sebab dengan membuka lapangan usaha, akan sekaligus memberi peluang bagi pencari kerja.  Ukuran keberhasilan seseorang  di antaranya adalah ketika yang yang bersangkutan  berhasil menampung sejumlah tenaga kerja pada perusahaannya.   Untuk memperlancar tumbuh dan berkembangnya berbagai usaha, pemerintah semestinya mempermudah perizinan segala jenis usaha. Kalau perlu, pemerintah proaktif melakukan pembimbingan, memberikan pinjaman modal  dan sekaligus mengeluarkan ijin usahanya. Saya sangat sedih melihat spanduk di atas jalan yang  bernada mengancam terhadap usaha-usaha yang tidak berijin. Melihat ancaman itu, maka muncul  pertanyaan dalam pikiran saya, kenapa pemerintah memberi ancaman segala, dan bukan mendatangi dan segera memberikan bantuan, baik berupa  modal dan atau  tenaga professional sebagai pembimbing dan  sekaligus ijin usahanya.   Contoh kecil lainnya, saya kadang juga tidak terlalu paham, kenapa pabrik-pabrik rokok yang bisa menyerap sekian banyak tenaga kerja, harus diancam untuk ditutup. Bukankah pabrik-pabrik rokok itu telah berhasil menghidupi sekian banyak orang tenaga kerja dan keluarganya. Saya juga tidak terlalu mengerti, kenapa  organisasi sosial keagamaan juga melarang merokok, sehingga seolah-olah merokok sebagai dosa yang tidak terampuni. Saya sendiri tidak menyukai rokok, akan tetapi saya melihat sedemikian banyak orang-orang yang tertolong hidupnya dari  rokok itu, yaitu mulai dari petani tembakau, buruh pabrik rokok, penjual rokok, hingga para sopir pengakut rokok. Jika merokok  itu dilarang, berapa banyak pengangguran baru, selain keuntungan pemerintah dari pajak  rokok juga tidak sedikit akan menjadi hilang.   Oleh karena itu,  dalam keadaan seperti ini, perlu semua pihak, mulai dari pemerintah, pengusaha, lulusan perguruan tinggi, hingga tokoh agama  ikut berpikir menyelesaikan persoalan ketenagaan kerja in. Rupanya semakin hari kebutuhan itu bukan semakin kecil, tetapi sebaliknya justru  menjadi semakin bertambah. Siapapun harus memberikan kontribusi  dalam usaha membuka lapangan pekerjaan. Targetnya adalah bagaimana agar para pencari kerja tidak perlu jauh-jauh pergi ke luar negeri,  sekedar menjadi buruh murahan.     Semangat bagi semua pihak untuk membuka usaha baru yang bisa menampung tenaga kerja  kiranya perlu digelorakan di semua kalangan secara terus menerus. Orang yang menghalang-halangi lahirnya usaha baru, siapapun  harus dijadikan musuh bersama. Sebaliknya, seseorang disebut hebat  manakala  yang  bersangkutan  berhasil  membuka peluang kerja. Melarang   orang berusaha, maka  boleh-boleh, tetapi harus bisa memberi alternative lain yang lebih baik. Larangan itu tidak cukup hanya atas dasar menjaga keterban.   Tetib memang perlu, tetapi menghidupi orang lebih penting dari sekedar melakukan penertiban. Keadaan terkait dengan lapangan kerja  sudah sangat darurat,sehingga   semua pihak  dituntut berpartisipasi dan mencari jalan keluarnya.   Melarang-larang membuka usaha di bidang ekonomi, pada saat sekarang ini,  adalah bukan waktunya. Pemerintah justru harus mengancam bagi siapapun yang menghalangi orang kecil mendapatkan pekerjaan dan sumber ekonomi.  Yang diperlukan  pada saat ini adalah justru sebaliknya, yaitu mendorong, menggerakkan  dan bahkan mempermudah dengan berbagai cara yang bisa dilakukan. Orang-orang yang berpotensial harus didorong dan diberi kemudahan membuka usaha yang bisa memberikan peluang orang lain bekerja. Pemerintah harus beerterima kasih dan memberikan penghargaan kepada siapapun yang bisa mengatasi prsoalan ini.   Kebijakan memudahkan perijinan, memfasilitasi dan bahkan juga memberikan reward kepada pihak-pihak yang berhasil membuka lapangan kerja, adalah ditunggu-tunggu. Tentu saja lapangan kerja dimaksud adalah bukan yang  bersifat merusak, semisal membabat hutan dan  atau kegiatan yang menurunkan harkat dan martabat kemanusiaan.  Alternatif yang dimaksud itu, adalah yang baik dan halal. Pada saat sekarang ini, anak-anak muda  cerdas semakin banyak. Pemerintah tinggal memfasilitasi, mempermudah dan melindungi yang masih pada taraf pertumbuhan dan yang berskala kecil.  Pandangan ini kiranya menjadi  alternatif untuk menyelesaikan persoalan TKW/TKI di luar negeri yang selama ini beritanya banyak  memprihatinkan.  Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share