Bangsa ini sudah lebih dari 60 tahun merdeka. Karena itu sudah memiliki umur panjang, lebih dari setengah abad. Pengalaman juga sudah banyak. Pernah dipimpin oleh enam orang presiden secara bergantian. Di antara ke enam presiden itu, ada yang berlatar bekalang sipil, tentara, kyai, dan bahkan juga ilmuwan. Rasanya komplit. Negeri ini siapapun mengatakan sangat kaya sumber daya alam. Tanahnya subur, luas, banyak macam tambang, hutan yang luas, lautan, dan posisinya sangat strategis. Demikian juga jumlah penduduknya cukup besar, yaitu lebih dari 230 juta jiwa. Mereka secara intelektual dan apa saja lainnya tidak kalah dibanding warga negara lain. Tetapi anehnya, dilihat dari kehidupan ekonominya belum terlalu maju secara merata. Memang banyak orang yang telah sukses di bidang ekonomi. Kita lihat misalnya, terutama di kota-kota besar, perumahan mewah ada di mana-mana. Jumlahnya semakin hari semakin bertambah. Selain itu di jalan-jalan kita lihat banyak mobil dan bahkan mewah berseliweran, hingga jalan-jalan macet. Belum lagi pesawat terbang, jumlahnya sudah sekian banyak, dan selalu dipenuhi penumpang. Namun berbalik dengan gambaran tersebut, masih banyak orang yang sulit mencari lapangan pekerjaan, gaji buruh rendah, terdengar keluhan bahwa biaya pendidikan mahal. Selain itu kita lihat di mana-mana ada perumahan kumuh, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari rumah mewah. Juga seringkali masih didapat data bahwa jumlah orang miskin masih puluhan juta. Di kota-kota masih banyak orang mengemis di pinggir jalan, dan bahkan di desa mungkin juga sama. Beberapa bulan yang lalu, saya menghadiri undangan untuk kegiatan seminar ke Sudan. Saya sangat kaget setelah diberi informasi dari pihak kedutaan, bahwa setahun terakhir ini tidak kurang dari 800 orang Indonesia datang ke negeri itu, bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Rasanya aneh, negeri Sudan yang dikenal sama-sama tidak kaya, udaranya pun panas, tanahnya tidak sesubur Indonesia, tetapi masih memiliki daya tarik bagi orang luar negeri, datang ke sana. Mereka itu datang dari negeri yang subur, dan hanya sebagai pembantu rumah tangga. Melihat kenyataan itu, pertanyaannya adalah apa sesungguhnya yang membelenggu bangsa ini hingga belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Mengapa ekonominya tidak segera maju. Pertanyaan sebaliknya, mengapa belum banyak terdengar, bahwa telah banyak orang asing datang ke Indonesia mencari pekerjaan tingkat rendahan. Jika pun ada, dan juga banyak jumlahnya, mereka itu adalah para pengusaha, penanam modal, pedagang, tenaga ahli, yang secara ekonomi berkelebihan. Atas pertanyaan itu sementara orang menjawab, bahwa hal itu disebabkan karena bangsa ini merdeka, setelah sekian lama dijajah oleh Belanda. Orang juga menambahkan bahwa bangsa yang dijajah oleh Belanda pada umumnya sulit tumbuh dan berkembang. Padahal mestinya juga harus diingat bahwa Belanda pergi dari tanah air ini sudah sekian lama. Sehingga rasanya, jawaban itu tidak obyektif, atau sepenuhnya benar. Sebab, pada saat ini mereka yang secara langsung mengalami dijajah sudah semakin sedikit. Jika demikian, pertanyaannya adalah belenggu macam apa yang menghimpit bangsa ini hingga sulit bergerak maju. Tentu jawabnya bisa bermacam-macam, misalnya faktor pendidikan, wilayah dan penduduk yang besar, modal, kultur dan lain-lain. Tetapi semua itu bisa diuji kebenarannya. Jika belenggu itu adalah faktor pendidikan, misalnya, maka bukankah lembaga pendidikan di negeri ini sudah sedemikian banyak, hampir merata di seluruh tanah air. Bahkan mungkin perguruan tinggi di negeri ini, terbesar jumlahnya di seluruh dunia. Jumlahnya ribuan. Kalau penyebab itu misalnya adalah struktur organisasi pemerintahan, bukankah berbagai halkehidupan telah ada lembaga yang mengurus. Urusan pendidikan telah ditangani oleh departemen pendidikan. Demikian pula urusan lain, maka telah ada departemen social, departemen koperasi, departemen agama, departemen perdagangan, departemen pertanian, departemen pertambangan, departemen tenaga kerja, dan bahkan ada departemen yang mengurus secara khusus daerah tertinggal. Maka semua sudah tersedia pihak-pihak yang bertanggung jawab dan mengurusnya. Oleh karena itu kiranya, bangsa ini sesungguhnya masih terbelenggu hingga menjadikan tidak cepat maju. Belenggu itu tentu tidak satu, tetapi banyak. Kita masih kaya dengan belenggu-belenggu yang menghambat kemajuan. Bolehlah orang mengatakan, bahwa salah satu belenggu itu adalah berupa masih banyak korupsi di mana-mana. Namun belenggu itu masih banyak jumlahnya, baik bersifat makro atau pun mikro pada tataran individual. Mengenali berbagai belenggu itu saya rasa penting. Islam dibawa oleh Nabi Muhammad saw., pada fase awal juga mengingatkan tentang belenggu kemajuan itu. Beberapa ayat al Qurรกn yang diturunkan pada fase awal adalah juga terkait dengan belenggu ini. Al Qurรกn menyebutnya dengan istilah al-Mudatsir, yaitu artinya orang-orang yang berselimut. Al Qurรกn menyeru terhadap orang-orang yang berselimut, agar segera bangkit dan segera memberi peringatan. Selanjutnya, sebagai bagian dari upaya keluar dari belenggu, umat Islam agar segera membersihkan pakaiannya (jiwa raganya), meninggalkan sikap-sikap subyektif, dan perilaku merusak atau angkara murka. Akhirnya, dengan membaca beberapa ayat di awal surat al Mutdatsir tersebut, apa yang dimaksud sebagai belenggu penghambat kemajuan itu semakin tampak. Di antaranya, memang pada umumnya manusia itu tidak sadar bahwa dirinya sedang terbelenggu. Karena itu al Qurรกn secara tegas menyeru dengan kata al Mutdatsir, artinya orang yang berselimut, atau orang yang membelenggukan diri. Islam mengajarkan kepada umatnya, agar hidup maju, sejahtera, selamat, sehingga diperoleh kebahagiaan, dengan cara segera keluar dari pembelenggunya. Wallahu aโlam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektorย Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Leave a Reply