Ilmu pengetahuan ternyata sedemikian luas dan banyaknya. Oleh karena itu tatkala seseorang akan mempelajarinya, maka harus memilih. Islam memberikan petunjuk bahwa dalam mencari ilmu harus memilih yang bermanfaat bagi kehidupan. Tentu ilmu bermanfaat, jumlah dan jenisnya masih banyak.
Namun demikian ada dua pengetahuan yang merupakan keharusan untuk dipelajari dan tidak boleh dijadikan sekedar sebagai pilihan, yaitu adalah al Qurán dan sejarah hidup Rasulullah. Dua pengetahuan ini harus dipelajari oleh semua manusia. Itulah sebabnya, Imam al Ghazali memberikan pandangan bahwa mempelajari al Qurán dan hadits adalah fardhu ain. Artinya siapa saja diharuskan mempelajarinya. Berbeda dengan mempelajari kitab suci dan hadits nabi, adalah terhadap ilmu lainnya, seperti ilmu kedokteran, ilmu astronomi, ilmu pertanian, peternakan, kelautan, psikologi, ekonomi, dan lain-lain mempelajarinya adalah adalah fardhu kifayah. Artinya, jika seseseorang telah mendalaminya, maka yang lain gugur dari kewajiban itu. Jika di sebuah komunitas sudah terdapat orang yang mempelajari ilmu kedokteran misalnya, maka yang lain gugur dari kewajiban mempelajari ilmu itu. Mempelajari al Qurán dan hadits nabi semestinya adalah wajib bagi semua orang. Tiidak boleh diwakilkan. Semua orang harus mempelajarinya sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing. Perintah itu bersifat individual. Maka siapa saja dan kapan saja harus mempelajarinya. Di dunia ini siapa saja yang berpegang pada dua ajaran tersebut, yaitu al Qurán dan hadits nabi, maka akan selamat. Namun sayangnya, dua hal yang seharusnya menjadi pegangan hidup tersebut masih banyak diabaikan. Bahkan kewajiban itu dibalik. Seolah-olah setiap orang harus belajar biologi, fisika, kimia, psikologi, sosiologi, dan tidak demikian dalam mempelajari al Qurán dan hadits nabi. Padahal semestinya, justru setiap orang dan bahkan kalau perlu sepanjang hayatnya, selalu mempelajari kitab suci al Qurán dan hadits itu. Sedemikian penting mempelajari wahyu Allah, sehingga tatkala mempelajari ilmu biologi, fisika, kimia, matematika, ekonomi, psikologi, dan lain-lain harus mendasarkan pada petunjuk al Qurán dan hadits nabi itu. Orang mempelajari biologi atau fisika misalnya, adalah dalam upaya memenuhi perintah al Qurán. Sebab al Qurán memerintahkan manusia untuk mempelajari ciptaan Allah, baik di langit dan di bumi. Akhir-akhir ini banyak orang, dan tidak terkecuali pemerintah, memandang penting pendidikan kharakter. Mereka melihat bahwa kehidupan masyarakat banyak yang menyimpang dari watak mulia yang seharusnya dipelihara. Sehingga, dengan berbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, dialog, banyak orang mencari konsep tentang pendidikan karakter itu. Konsep pendidikan karakter itu sebenarnya sudah tidak perlu dicari lagi. Manakala bangsa ini, khususnya bagi umat Islam digerakkan untuk mempelajari al Qurán dan hadits nabi, maka sebenarnya pendidikan karakter sudah ditunaikan. Siapapun jika sehari mempelajari dua kitab itu, ——al Qurán dan hadits nabi, dan menjadikannya sebagai pedoman hidupnya, maka dengan sendirinya karakter yang diinginkan sudah berhasil terbentuk. Selama ini wahyu yang berasal dari Allah swt., tersebut, masih tampak diposisikan sebatas sebagai tambahan. Padahal semestinya mempelajari al Qurán dan hadits nabi adalah fardhu ain, sehingga seharusnya ditunaikan oleh setiap orang. Mempelajari al Qurán bahkan tidak sebatas tatkala di sekolah, tetapi juga di rumah atau di tempat-tempat lainnya. Sebenarnya bagi umat Islam, mempelajari ilmu pengetahuan adalah merupakan kewajiban, dan karena itu tidak boleh ditinggalkan oleh siapapun sepanjang hayat. Atas dasar pengertian itu, semestinya menjadi muslim adalah sekaligus menjadi orang yang menyandang ilmu. Al Qurán dan hadits nabi tidak boleh menjadi pilihan, dalam arti harus dipelajari oleh setiap orang. Sedangkan lainnya, ——ekonomi, kedokteran, pertanian, astronomi, fisika, biologi dan lain-lain, boleh dipilih sesuai dengan kemampuan dan minatnya masing-masing. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang