Menjaga Agama

Agama oleh sebagian banyak orang dipandang sedemikian penting bagi kehidupan. Oleh karena itu seseorang yang telah memilih atau menentukan agamanya, maka akan merasa berkewajiban untuk menjaga dan membelanya. Agama menyangkut hal yang bersifat lahiriyah maupun yang bersifat batiniyah.

Agama yang berada pada paling dalam adalah imam. Ia berada pada bagian yang paling dalam dari kehidupan seseorang. Keimanan tidak tampak, kecuali gejala-gejalanya saja. Seseorang yang kuat imannya misalnya, sekalipun dalam keadaan dingin dan capek di pagi hari, segera bangkit dari tidurnya, kemudian mengambil air wudhu dan selanjutnya berangkat memenuhi panggilan adzan dari masjid untuk sholat berjama’ah. Sebagai wujud keimanan lainnya, tampak misalnya dari seseorang tidak tega melihat penderitaan orang lain. Sebab dengan keimanannya itu ia mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Atas dasar keimanannya pula, seseorang selalu berusaha menghilangkan rintangan atau apa saja yang membahayakan orang lain. Selain itu, seseorang yang beriman selalu menghormati tamu sebagaik-baiknya, karena tugas itu merupakan bagian dari bukti keimanannya. Namun keberagamaan seseorang juga dilihat dan dipahami dari bentuk simbol-simbolnya. Keberagamaan dari aspek yang tampak yang bersifat simbolik itu misalnya terlihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk tempat ibadahnya, kitab sucinya, nama-nama pembawa ajaran agama atau tokoh-tokohnya,dan bahkan juga organisasi para pemeluknya. Simbol-simbol lahiriyah ini kadang dipandang sedemikian pentingnya, sehingga dianggap sebagai identitas dan bahkan juga harga diri. Orang menjadi senang, bangga, dan merasa harga dirinya melekat pada simbol-simbol itu. Oleh karena itu, symbol-simbol itu dibangun dan dijaganya. Sebagai contoh, orang sedemikian antusias membangun tempat ibadah dan membikin sebaik-baiknya, dengan maksud untuk menjaga identitas dan harga diri. Semangat membangun tempat ibadah itu menjadikan di mana-mana ada masjid, gereja, pura, kelenteng, dan lain-lain. Berbagai tempat ibadah itu tidak sedikit yang hanya diposisikan sebagai simbol belaka, sehingga tidak jarang suasananya sepi, karena tidak banyak dikunjungi umat atau jama’ahnya. Tempat-tempat ibadah itu, karena hanya diposisikan sebagai simbol, maka hanya didatangi pada hari-hari tertentu, manakala dianggap perlu. Memang, orang biasanya memerlukan simbol-simbol, tidak saja terkait agama, tetapi juga dalam berorganisasi dan bahkan juga bernegara. Masing-masing organisasi atau negara memiliki symbol. Bangsa ini, misalnya, juga memiliki simbol atau lambang berupa burung garuda dan bendera merah putih. Simbol-simbol itu dijaga sedemikian rupa dari apa dan siapapun yang mengganggu. Menjaga agama semestinya dilakukan secara utuh, yaitu menjaga aspek-aspek yang terdalam maupun yang berupa simbol-simbolnya itu sekaligus. Menjaga agama dari aspek yang terdalam dilakukan dengan cara menjadikan ajaran agama sebagai pedoman hidupnya semaksimal mungkin. Apa saja yang dilakukan sepanjang waktu dalam hidupnya harus merujuk pada ajaran agamanya, mulai dari yang lahir hingga yang bersifat batin. Inilah yang semestinya disebut sebagai upaya menjaga agama. Betapapun menjaga aspek-aspek yang bersifat simbolik memang perlu, tertapi semestinya tidak sampai melampaui hal yang lebih mendasar dan bersifat substantive atau inti daripada ajaran agama itu sendiri. Agama mengajarkan tentang ketaatan dan penyerahan diri pada Tuhan sepenuhnya, menebarkan kasih sayang, keikhlasan, kesabaran, menunaikan amanah, berkata benar, istiqomah dan kemuliaan-kemuliaan lainnya. Menjaga agama yang terkait implementasi nilai-nilai yang mulia sebagaimana disebutkan terakhir itu tidak boleh dikalahkan oleh sekedar menjaga hal-hal yang bersifat simbolik. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share