pengolahan daur ulang sampah

Sampah merupakan masalah yang tak akan ada habisnya karena selama kehidupan ini masih ada maka sampah pasti akan selalu diproduksi. Produksi sampah sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin bertambah banyak jumlah penduduk maka sampah yang diproduksi juga semakin meningkat. Seperti yang pernah kita saksikan di televisi beberapa saat lalu, bagaimana kondisi teluk Jakarta saat ini? “Pulau Sampah” itulah sebutannya. Bahkan beberapa tahun yang lalu pernah terjadi meledaknya tumpukan sampah dari sebuah TPA yang membawa korban dan tergenangnya beberapa daerah akibat bertumpuknya sampah karena pembuangan sampah ke bantaran sungai yang disusul dengan datangnya musim penghujan saat ini. Sekarang bagaimana solusinya?

Mengelolah sampah sebenarnya tidaklah sulit yaitu melalui suatu pembiasaan menjadi suatu kebiasaan dan budaya. Untuk menciptakan kebiasaan hidup bersih dan sehat memang harus kita awali sejak dini dimana dari kebiasaan itu akan terciptalah budaya untuk hidup bersih dan sehat.

Jika kita mau mengelolah sampah dengan serius dengan cara yang baik dan benar maka sampah bukanlah masalah. Sampah bahkan dapat menghasilkan sesuatu yang dapat kita manfaatkan dan mendatangkan penghasilan (uang). Bahkan di dalam sampah sebenarnya tersimpan banyak energi.

Tapi nyatanya tak mudah mengajak masyarakat untuk membangun kebiasaan mengelolah sampah sejak dari rumah masing-masing. Masyarakat tampaknya memang lebih suka menyerahkan urusan sampah kepada petugas kebersihan. Kemana larinya sampah sepertinya bukan urusan kita. Padahal jika tidak dikelolah dengan baik, sampah bisa menjadi sumber malapetaka.

Jika semua orang berpendapat demikian apa yang akan terjadi dengan lingkungan kita terutama di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah? Bagai bom waktu, masalah sampah dapat “meledak” setiap saat tanpa dapat diduga sebelumnya. Adakalanya sampah hanya dianggap sebagai barang buangan yang menjijikkan. Bahkan, pemulung dan tukang sampah pun masih dianggap rendah. Namun, saat “ledakan” bom sampah terjadi, semua pihak panik dan saling menyalahkan.

Tanpa pengolahan yang baik, berbagai jenis sampah baik yang degradable atau nondegradable akan tercampur jadi satu dan menimbulkan berbagai masalah seperti pencemaran, baik pencemaran bau, tanah ataupun air. Jika sampah tersebut dibuang ke perairan atau ke bantaran sungai terjadilah apa yang dinamakan “ Pulau Sampah”, dan tidak terelakkan bencana banjirpun datang dimana-mana. jika sampah ditimbun terutama sampah plastik dan kaca akan menyebabkan ketidak suburan tanah, dan jika sampah dibakar tentu akan menimbulkan polusi udara yang berarti kita akan ikut andil dalam peningkatan pemanasan global.

Memandang sampah bukan sekadar barang-barang bekas memang seharusnya dimulai dari rumah. Hal sederhana dimulai dengan memilah-milah antara sampah basah dan sampah kering sehingga sampah yang masih bisa dipakai bisa diambil pemulung atau dimanfaatkan sendiri tanpa perlu repot memisahkan lagi.

Nampaknya permasalahan sampah memang takkan pernah selesai. Saat ini, masalah baru dunia persampahan terus bermunculan seiring dengan majunya teknologi. Saat ini sampah elektronik (e-waste) diperkirakan telah mencapai 50 juta ton per tahun.

Pertumbuhan e-waste dipicu maraknya pertumbuhan bisnis elektronik. Harga produk yang makin murah menyebabkan turunnya biaya untuk mengganti komputer, ponsel, dan perangkat elektronik lainnya. Makin pesatnya perkembangan teknologi juga menyebabkan makin singkatnya usia produk yang dihasilkan. Begitu ada yang baru, konsumen ingin menggantinya dengan yang baru karena merasa produk yang lama sudah ketinggalan jaman.

Sebelumnya, e-waste banyak yang dibuang ke negara-negara Asia seperti Cina dan India. Tapi seiring dengan makin ketatnya regulasi menyebabkancsampah-sampah tersebut lari ke negara-negara Afrika. Tanpa pengolahan yang baik e-waste dapat menimbulkan bahaya besar. Jika dibakar dengan cara biasa, sampah-sampah tersebut bisa menimbulkan racun dan zat kimia berbahaya seperti barium dan merkuri yang dapat meracuni tanah.

Pemerintah yang seharusnya memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam masalah ini tidak juga segera menunjukkan tajinya. Lebih parah lagi, kewenangan pemerintah dalam penanganan masalah sampah saat ini masih rancu. Pemerintah mengambil posisi regulator sekaligus operator sampah, padahal jika operator sampah melanggar dalam mengelolanya, harus ditegur sesuai dengan regulasinya.
Tidak ada standar yang tegas mengenai pengelolaan sampah di setiap kabupaten atau provinsi di Indonesia. Semua daerah berpegangan pada peraturan daerah masing-masing sehingga penanganan sampah pun berbeda-beda pada masing-masing daerah. Selain itu, pemerintah daerah pun lebih terjebak pada masalah retribusi dan sanksi-sanksi (denda) untuk meningkatkan pendapatan daerah mereka, dibanding dengan tanggung jawab manajemen pengolahan sampah yang dibebankan kepada mereka.

Hampir semua kota di Indonesia memiliki manajemen sampah yang sama, kumpul-angkut-buang. Sebuah pengaturan klasik yang akhirnya menjadi praktik pembuangan secara terbuka di lokasi yang sudah ditentukan (open dumping). Lambat laun masalah sampah tidak hanya harus dihadapi warga yang tinggal di sekitar lokasi pembuangan sampah, tetapi juga akan berdampak langsung kepada warga perkotaan. Selain itu, pengelolahan sampah tidak lagi menjadi masalah satu kota saja, tetapi juga berkaitan dengan kota-kota lainnya.

Sistem hukum yang menjadi payung dalam pengelolahan sampah harus bisa mengatur mekanisme pengelolahan sampah dari produksi barang yang menghasilkan sampah, masyarakat pengguna produk yang juga menghasilkan sampah, pemerintah sebagai regulator penegakan hukum, serta pihak swasta yang menjadi operator pengolahan sampah di lokasi pembuangan.

Setidaknya dalam peraturan tentang sampah itu disinggung tentang lima aspek, yaitu: sistem hukum, kelembagaan, teknologi, pendanaan, dan peran serta masyarakat. Hal itu menjadi hal pokok dalam pengelolahan sampah di Indonesia. Paradigma tentang sampah tidak hanya berlaku bagi pemerintah yang dianggap bertanggung jawab atas manajemen sampah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat dan institusi. Perlu juga diatur tentang lembaga yang berwenang terhadap pengelolahan sampah baik di pemerintah pusat hingga di lingkungan permukiman.

Share