Perguruan Tinggi Agama Di Era Reformasi

Perguruan tinggi agama, khususnya yang berbentuk sekolah tinggi, setelah mendapatkan otonomi terpisah dari induknya masing-masing, bertepatan dengan bergulirnya reformarmasi, mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ternyata perkembangan seperti itu, bukan saja terjadi pada perguruan tinggi Islam, tetapi juga dialami oleh perguruan tinggi agama lainnya, misalnya Hindu dan Kristen.

Sebelum reformasi, pada umumnya perguruan tinggi agama dikenal sebagai lembaga pendidikan yang tertinggal dari lainnya. Penampilan kampusnya sederhana, anggarannya kecil, fasilitasnya kurang, dan bahkan juga dikenal kumuh. Banyak orang bertanya, mengapa perguruan tinggi agama, tampak kusam, padahal kitab suci sumber ajarannya mengajak umatnya agar maju, bersih, dan tampil gagah. Keadaan seperti itu, dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini berubah sedemikian cepatnya. Saya dapat mengatakan begitu, dari kesaksian saya sendiri, dari kunjungan saya ke banyak STAIN, STAKN, dan Institut Agama Hindu Darma Negeri Bali. Akhir-akhir ini, saya banyak diundang dan berkunjung ke beberapa STAIN, misalnya STAIN Jayapura, Ternate, Kendari, Palu, Palopo, Pare-pare, Menado, Bengkulu, Curup, Metro, Pontianak, sampai daerah yang paling barat, yaitu STAIN Lohsmewe, Aceh. Saya juga pernah berkunjung ke Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Maluku, STAKN Palangkaraya, dan Institu Agama Hindu Negeri Bali. Semua perguruan tinggi agama tersebut, dibanding dengan sebelum reformasi sudah benar-benar berubah. Hari Rabu, tanggal 17 Maret 2010, saya juga diundang oleh Pimpinan STAIN Ponorogo untuk memberikan kuliah umum. Dibanding empat tahun lalu, ketika saya berkunjung ke kampus itu, ternyata wajah kampus tersebut sudah berubah. Fasilitas kampusnya sudah tampak lebih bersih, rapi, dan gagah. Saya merasakan, perguruan tinggi tersebut dilihat dari penampilian fisiknya, sudah mencerminkan sebagai kampus yang dihuni oleh orang-orang yang mendapatkan sentuhan-sentuhan nilai-nilai agamanya. Tidak saja penampilan fisiknya yang berkembang pesat, saya juga melihat perkembangan itu dari aspek tenaga dosennya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sebelum tahun 2000 an, jangan terlalu berharap mendapatkan dosen STAIN yang bergelar Doktor, dan apalagi profesor, keciuali sangat sedikit. Berbeda dengan dulu, pada saat sekarang banyak dosen STAIN berpendidikan S3 atau telah bergelar Doktor, bahkan profesor. Mereka pada umumnya masih berusia muda. Sedangkan di antara mereka yang belum studi lanjut, umumnya dari mereka yang sudah hampir memasuki masa pensiun. Melihat kenyataan seperti itu, saya membayangkan lima sampai sepuluh tahun ke depan, perguruan tinggi agama yang tersebar di seluruh tanah air ini akan mengalami perkembangan luar biasa. Hal yang harus dijaga adalah semangat dan istiqomah dalam menumb uh-kembangkan kampus. Perlu dihindari agar jangan sampai muncul hama atau penyakit lembaga pendidikan, berupa konflik, perebutan posisi pimpinan, saling menyingkirkan, dan sejenisnya. Jika hal itu berhasil dijaga, termasuk hama pendidikan yang biasa hinggap di kampus-kampus perguruan tinggi agama bisa dihindari, maka perguruan tinggi agama ke depan akan menjadi perguruan tinggi yang diperhitungkan. Selain penampilan fisik dan tenaga dosen, aspek lain yang mengalami peningkatan, misalnya jumlah mahasiswa, akreaditasi program studi, buku-buku perpustakaan, dan penggunaan alat-alat modern dalam pembelajaran. Hal lain lagi yang sangat menggembirakan, pada setiap kali saya ketemu Ketua STAIN, STAKN, IHDN, mereka selalu membicarakan tentang kemajuan kampusnya. Saya merasakan lebih bangga lagi, selain mengundang saya ke kampusnya, mereka juga datang ke kampus UIN Maliki Malang untuk studi banding. Mereka itu bukan saja berasal dari STAIN, melainkan juga dari perguruan tinggi agama Hindu, Kristen, dan lainnya. Di antara mereka muncul suasana keterbukaan di antara masing-masing perguriuan tinggi agama. Perkembangan seperti itu, ke depan harus diteruskan pada pengembangan yang lebih menyentuh aspek yang lebih bersifat substantif. Misalnya, pengembangan kegiatan penelitian, penulisan buku, jurnal ilmiah, dan lain-lain sejenisnya. Ke depan, ukuran kemajuan perguruan tinggi agama, mestinya bukan lagi hanya dilihat dari jumlah mahasiswa yang mendaftar, jumlah wisudawan, atau simbol-simbol lainnya. Kemajuan perguruan tinggi agama akan dilihat dari berapa hasil penelitiannya yang mendapatkan hak paten pada setiap tahunnya, penyebaran jurnal ilmiah, jumlah dosennya yang laku diundang untuk berbicara di kampus-kampus lain yang tergolong maju dan terkemuka, jaringan kerjasamanya dan lain-lain. Pengembangan ke depan, perguruan tinggi agama perlu diberi ruang gerak yang lebih leluasa untuk melakukan inovasi baru yang lebih mendasar dan luas, baik terkait dengan pengembangan kelembagaannya, program studi, riset dan lain-lain. Mereka juga perlu didorong untuk mencari peluang-peluang dalam pengembangan pendanaan secara mandiri. Ruang gerak mereka perlu diperluas. Perguruan tinggi tidak perlu diperlakukan sebagaimana birokrasi pada umumnya. Kampus adalah tempat orang-orang yang seharusnya memiliki ruang berkreasi secara luas, dan hal itu membutuhkan kebebasan, keterbukaan, dan keberanian. Semestinya tidak boleh hanya dengan alasan agar tertib, kemudian perguruan tinggi diberlakukan peraturan sedemikian ketatnya, sehingga berakibat mereka tidak kreatif. Harus dicegah kebijakan yang hanya akan menghilangkan watak dasar perguruan tinggi, yaitu sebagai sumber kreativitas dan perubahan. Perguruan tinggi agama, semestinya diberi keleluasaan untuk mengembangkan wilayah kajian keilmuan seluas-luasnya agar mereka berhasil menunjukkan bahwa agama sedemikian luasnya. Agama bukan lagi sebatas dipandang sebagai tuntunan kegiatan ritual dan spiritual, melainkan juga menyangkut aspek yang luas, seluas kehidupan itu sendiri. Dengan begitu, agama tidak hanya ditempatkan di sekitar tempat ibadah, tetapi juga selalu berada di tengah-tengah kehidupan nyata yang luas. Agama dengan demikian, akan menjadi pilar utama dalam membangun peradaban yang utama dan unggul. Dengan cara itu, maka ke depan perguruan tinggi agama akan memberikan peran strategis yang sebenarnya. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share