Akhir-akhir ini di beberapa tempat,  kabarnya muncul ulat yang agaknya aneh, yaitu di Probolinggo, dan di beberapa kabupaten lainnya.  Orang menyebut, ulat berbulu. Melihat gambarnya, karena saya tidak melihat sendiri bentuk fisiknya secara langsung,   ulat-ulat yang muncul  itu   sejenis atau serupa  yaitu memiliki bulu.
 Kejadian tersebut mengingatkan terhadap peristiwa yang terjadi  pada sekitar tahun 1965 di kampung saya. Saya masih ingat, pada saat itu  beberapa desa-desa diserang ulat dengan sangat cepat. Pada hari sebelumnya, dedaunan pohon-pohon masih utuh, ternyata esok harinya sudah habis dimakan  ulat. Ulat-ulat tidak saja menyerang tubuh-tumbuhan yang ada, tetapi juga merambat ke mana-mana,  Peristiwa itu tidak biasa terjadi, sehingga orang banyak ketakutan. Oleh karena  pada saat itu  teknologi komunikasi belum sebaik  sekarang,  dan apalagi terjadi di pedesaan, maka tidak banyak orang menganalisa dengan pendekatan ilmiah. Jika terjadi peristiwa aneh, orang segera memahami bahwa kejadian itu adalah merupakan peringatan Tuhan.  Kalau peringatan itu karena kesalahan, orang desa pada umumnya,  tidak segera menyalahkan orang lain, melainkan  kesalahan itu ada  pada dirinya sendiri.  Atas kejadian aneh tersebut, ada saja  sementara orang  mengakait-kaitkan dengan peristiwa sebelumnya, misalnya  ketika itu memang telah digelar pertunjukan kesenian,  semacam teater, yang dimainkan oleh seniman setempat dengan mengambil cerita tentang kematian tuhan. Teater itu sendiri  mengakibatkan  keributan, hingga tempat pertunjukannya sebelum pentas berakhir,  dibakar oleh orang-orang yang merasa tersinggung,  agamanya dinistakan. Dua kejadian, yaitu munculnya hama aneh berupa ulat yang sedemikian banyak dengan peristiwa teater kampung yang melukai perasaan ummat beragama dikait-kaitkan. Bahwa munculnya ulat menyerang tanaman dan  tidak dapat dibasmi, ——-kecuali akhirnya hilang dengan sendirinya, dianggap sebagai peringatan Tuhan, agar manusia tidak semena-mena,  menganggap sepele, atau bermain-main menyangkut tentang Tuhan. Hal yang biasa, ketika terjadi  sesuatu yang aneh,  orang mengkait-kaitkan peristiwa  dengan peristiwa lainnya. Manusia selalu mempertanyakan terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak lazim terjadi. Jawaban-jawaban  atas  pertanyaan, ——–baik yang diucapkan atau tidak, adalah selalu diperlukan. Bagi mereka yang telah terbiasa dengan kegiatan ilmu pengetahuan, maka jawaban itu dicari  lewat kegiatan ilmiah.  Sementara mereka yang belum terbiasa dengan cara itu, maka akan dikembalikan kepada keyakinannya, bahwa semua yang terjadi adalah merupakan peringatan penting dari Dzat Yang Maha Kuasa.    Peristiwa alam, semisal ulat yang tiba-tiba muncul sedemikian banyak,  kadang menampakkan lebih aneh lagi.  Misalnya, binatang itu seperti tahu batas-batas daerah. Hanya daerah tertentu yang diserang, sedangkan daerah lainnya tidak. Seolah-olah ulat, tikus,  dan hama lainnya mengerti batas-batas desa, kecamatan,  atau kabupaten.  Sebuah desa diserang habis-habisan, tetapi desa sebelahnya  ternyata tidak. Hal itu agaknya sulit dipahami, ulat pun ternyata bikin repot. Tetapi apapun yang terjadi, tidak terkecuali, dari munculnya binatang yang menjijikkan itu, sebenarnya  memberikan pelajaran penting bagi manusia, siapapun orangnya yang mau belajar.  Ulat sepanjang hidupnya tidak pernah berhenti dari dua kegiatan, yaitu makan dan buang kotoran. Maka, apakah karena dua hal itu kemudian binatang tersebut  selalu  tampak menjijikkan. Banyak orang, apalagi kaum wanita, sangat tidak menyukai   jenis binatang ini.  Akhir-akhir ini jenis binatang tersebut muncul di beberapa tempat. Bagi orang yang suka bertanya, akan mencari jawaban terhadap peristiwa-peristiwa aneh  dengan caranya masing-masing. Jawaban yang didapatkan kadang memuaskan, dianggap masuk akal, tetapi kadang sulit dipahami dan percaya. Namun demikian, yang jelas bisa dipahami  bahwa ulat, ——– jenis binatang yang kegiatannya hanya selalu makan dan buang kotoran, ternyata tidak disukai oleh banyak orang. Manusia mestinya bercermin dan belajar dari jenis binatang ini, sehingga paham benar bahwa,  jika sehari-hari yang dipikirkan hanya makanan, harta benda, kekayaan,  dan apalagi memperolehnya dengan jalan yang tidak halal, maka harkat martabatnya akan jatuh. Dengan menumpuk harta, bahkan lupa mengeluarkan zakat, shadaqah, anak yatim dan orang miskin,  mereka ingin dihargai dan dihormati karena hartanya itu, namun  yang diperoleh justru sebaliknya, —–sebagaimana kehidupan ulat, selalu dijauhi orang, karena menjijikkan. Wallahu a’lam.       Â
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang