Bagian antara akar dan dahan-dahan  sebuah pohon disebut batang. Pohon besar, biasanya memiliki batang yang  besar pula. Selain itu, batang yang besar dan kuat, selalu disangga oleh akar yang kuat Jarang ada pohon besar, batangnya kecil. Kalau ada, biasanya cepat ambruk, karena tidak kuat menyangga dahan-dahan,ranting-ranting, dan dedaunannya.
 Dalam pohon ilmu, jika akar digunakan untuk menggambarkan ilmu-ilmu alat yang harus dikuasai oleh para mahasiswa, maka batang digunakan untuk menggambarkan ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim, tidak terkecuali mahasiswa UIN Maliki Malang, secara terus menerus. Ilmu yang dimaksudkan itu adalah al Qurán, hadits, sirah nabawiyah, pemikiran Islam dan tamaddun Islam. Semua mahasiswa UIN Maliki Malang berkewajiban mengkajinya. Hal itu relevan  dengan pandangan Imam al Ghazali, bahwa mempelajari ilmu-ilmu tersebut hukumnya fardhu ain.  Memposisikan al Qurán dan hadits dalam metafora sebagai batang  pohon, ternyata memunculkan banyak kritik. Umumnya orang berpendapat bahwa al Qurán dan hadits semestinya diposisikan sebagai akar. Sebab al Qurán dan hadits adalah sebagai dasar atau sumber ilmu pengetahuan. Pandangan tersebut tidak terlalu salah. Sebab al Qurán dan hadits memang seharusnya dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Apalagi fungsi akar, selain  mencari sari pati makanan, juga sebagai penyangga atau dasar tegaknya sebatang pohon.  Namun pembagian itu sebenarnya lebih bersifat teknis, yakni sebatas pada perspektif bangunan kurikulum semata. Seserorang sebelum memiliki bekal kemampuan Bahasa Arab misalnya, tidak akan mungkin bisa mempelajari al Qurán atau tafsir dan hadits dari kitab-kitab asli, yang pada umumnya berbahasa Arab. Kalau pun bisa, maka hanya sebatas menggunakan kitab terjemahan. Sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam, cara seperti itu sebenarnya belum mencukupi. Betapapun mempelajari isi al Qurán, tafsir, hadits dan lainnya, bagi mahasiswa perguruan tinggi Islam, seharusnya dilakukan dari kitab aslinya yang umumnya berbahasa Arab.  Atas dasar pertimbangan itu, maka kajian al Qurán, hadits, dan lainnya dalam metapora sebatang pohon  tidak di posisikan sebagai akar, melainkan batangnya. Siapapun yang mengkaji tafsir, hadits, pemikiran Islam, sirah nabawiyah dan tamaddun, terlebih dahulu harus membekali diri dengan kemampuan Bahasa Arab dan ilmu-ilmu alat lainnya sebagaimana telah diuraikan pada tulisan terdahulu.  Melakukan kajian Islam, jika mengikuti bangunan keilmuan yang dikembangkan oleh UIN Maliki Malang, merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Konsep seperti ini sesungguhnya juga relevan dengan pandangan Imam al Ghazali, ulama’besar dari Thus, Iran, penulis kitab di antaranya  Ihya’Ulumuddien. Ia berpendapat bahwa,  mempelajari al Qurán dan hadits, hukumnya  adalah fardhu ain, tidak boleh ditinggalkan oleh siapapun.  Demikian pula, seluruh mahasiswa UIN Maliki Malang, —- tanpa kecuali, jurusan atau program studi apapun yang dipilih, harus mengambil dan lulus kajian Islam tersebut.  Selanjutnya, berbekalkan kajian al Qurán dan hadits nabi yang telah diikuti,  siapapun akan memiliki cakrawala yang lebih luas terhadap disiplin ilmu-ilmu modern. Al Qurán dan hadits nabi  olehnya dijadikan sumber inspirasi, penjelas, dan juga arah dalam upaya mengembangkan ilmu-ilmu modern. Demikian pula selanjutnya, berbekalkan ilmu modern tatkala berusaha memahami al Qurán dan hadits akan diperoleh pemahaman yang  lebih mendalam. Dalam gambaran yang lebih sederhana lagi, seorang yang telah mengkaji al Qurán dan hadits akan memiliki wawasan yang luas tentang fenomena alam dan social. Demikian pula selanjutnya, seorang ilmuwan tatkala mengkaji al Qurán dan hadits, atas bekal ilmu modern yang dimilikinya itu, akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.  Akhirnya,  kajian ilmu modern selain bersumber ayat-ayat kawniyah, seharusnya disempurnakan dengan sumber lainnya, yaitu  wahyu atau ayat-ayat quwliyah. Sumber ilmu, berupa ayat qawliyah  ini selanjutnya digambarkan dalam bentuk  batang pohon. Dengan demikian batang pohon bukan sebatas dimaknai sebagai penghubung antara akar dan dahan-dahan, melainkan sebagai dasar dari semua pengembangan disiplin ilmu. Atas dasar itu,  maka dipahami  bahwa ilmu selalu berasal dari sumber yang sama. Sedangkan sumber yang dimaksudkan itu, dalam Islam adalah al Qurán dan hadits Nabi. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang