Thursday, 27 March 2025
above article banner area

TEKNIK VALIDASI INSTRUMEN SERTIFIKASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (1)

Dalam khasanah metodologi penelitian dan penilaian, dikenal dua istilah yang digunakan secara saling bergantian, yaitu: mengumpulkan data dan melakukan pengukuran yang lazimnya membutuhkan instrumen. Mengumpulkan data, bila disimak berdasarkan pendekatan kuantitatif, tidak lain adalah melakukan pengukuran. Istilah mengukur sendiri, bisa diartikan sebagai mengenakan instrumen pada sesuatu yang hendak diukur. Hasil pengukuran adalah angka yang pada saatnya nanti akan dianalisis dan ditafsirkan berdasarkan kriteria tertentu. Lain halnya dalam kajian kualitatif, hasil pengumpulan data berupa kata-kata dan kategori-kategori yang pada saatnya juga akan dianalisis dan ditafsirkan berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Sajian ini tidak dimaksudkan untuk memberikan panduan teknis-operasional validasi instrumen sertifikasi guru pendidikan agama Islam dan beberapa matapelajaran Madrasah, tetapi sekdar memberikan pengantar yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok kerja yang mendapat penugasan atau kewenangan untuk melakukan pengembangan dan pensahihan instrumen. Karena itu, meskipun beberapa kali menyinggung persoalan analisis, misalnya analisis butir (item analysis) atau analisis faktor (factor analysis), prosedur teknis-operasional analisis itu sendiri diasumsikan sudah dikuasai oleh kelompok kerja yang bersangkutan. A. Konsep Dasar Kesahihan Sejauh mempertimbangkan perkembangan metodologi kajian, baik untuk kepentingan asesmen, penelitian, maupun penilaian, pengertian kesahihan sebaiknya diletakkan dalam konteks keabsahan (trustworthiness) data kajian, yang mencakup: nilai kebenaran (truth values), daya-terap (applicability), ketaat-asasan (consistency), dan kenetralan (neutrality), baik yang berlaku dalam pendekatan kajian kuantitatif maupun kualitatif Tampak bahwa nilai kebenaran data dalam kajian kuantitatif diistilahkan kesahihan internal (internal validity), sedangkan dalam kajian kualitatif diistilahkan keterpercayaan (credibility). Daya-terap temuan yang dalam kajian kuantitatif diistilahkan kesahihan eksternal (external validity), dalam kajian kualitatif disepadankan dengan keteralihan (transferability). Ketaat-asasan data yang dalam kajian kuantitatif disebut keandalan (reliability), dalam kajian kualitatif disejajarkan dengan kebergantungan (dependability). Kenetralan instrumen dan proses pengumpulan data yang dalam kajian kuantitatif disebut keobjektivan (objectivity), dalam kajian kualitatif disebut konfirmabilitas (confirmability). Kesahihan internal, yang merupakan pokok bahasan sajian ini mempersoalkan apakah benar-benar pianti pengukuran tersebut mengukur apa yang memang ingin diukur atau dikumpulkan datanya. Sebagai contoh, dinilai tidak sahih apabila kita hendak mengukur tinggi badan, ternyata kita menggunakan timbangan. Memang boleh jadi ada hubungan antara berat badan — yang berhasil diukur dengan timbangan — dengan tinggi badan, tetapi jelas tidak pada tempatnya apabila kita menyatakan tinggi badan seseorang dengan ukuran kilogram. Dalam perkuliahan bahasa, seorang guru mungkin saja bermaksud mengukur kecakapan berbicara. Namun, karena guru yang bersangkutan memiliki kecenderungan strukturalistik, yang diukur bukan kecakapan berbicara, melainkan ketepatan tata-bahasa. Bisa saja kejadian seperti ini dialami oleh seorang asesor sertifikasi, ketika hendak mengukur kinerja (performance) seorang guru, ternyata, karena kekurang-pahaman tentang kelayakan instrumen pengukuran, mengakibatkan asesor tersebut bukan mengukur kinerja, melainkan kecakapan (competence). Padahal, secara konstruk, ada perbedaan mendasar antara kinerja dengan kecakapan.Dalam konteks ini pula, menampak jelas betapa seorang asesor dituntut tidak hanya memahami konsep dasar keandalan dan kesahihan instrumen pengukuran, tetapi juga harus berkeahlian dalam mengupayakan kesahihan (validation) instrumen sertifikasi guru. B. Tipologi Kesahihan Banyak macam kesahihan. Ada yang membagi kesahihan atas kesahihan konkuren (concurrent validity), kesahihan konstruk (construct validity), kesahihan muka (face validity), kesahihan faktorial (factorial validity), kesahihan empirik (empirical validity), kesahihan intrinsik (intrinsic validity) dan kesahihan prediktif (predictive validity). Kesahihan konkuren berkenaan dengan hubungan antara biji (score) dengan kriteria kinerja (performance). Kesahihan konstruk berkenaan dengan kuali­tas psikologis apa yang diukur oleh sebuah pengujian dan menilainya dengan memperlihatkan, bahwa konstruk tertentu yang bisa diterangkan dapat menyebabkan penampilan yang baik dalam ujian. Kesahihan isi berkenaan dengan baik-buruknya penarikan sampel dari isi suatu universe. Kesahihan kurikuler ditentukan dengan cara menilik isi dari ujian itu sendiri dan menilai sampai seberapa jauh ujian tersebut merupakan alat ukur yang sebenarnya terhadap tujuan dari pembelajaran, atau sebagai sampel sebenar­nya dari materi-materi pelajaran. Kesahihan empirik menunjuk pada hubungan antara biji dan sebuah kriteria, di mana kriteria tersebut merupakan ukuran langsung dari apa yang ingin diramalkan oleh ujian tersebut. Kesahihan muka berhubungan dengan apa yang secara penampakan mengukur sesuatu, dan bukan terhadap apa yang se­harusnya diukur. Kesahihan faktorial merupakan korelasi antara instrumen tersebut dengan faktor-faktor yang bersamaan dalam kelompok atau ukuran­-ukuran perilaku lainnya, dimana kesahihan ini didasarkan atas analisa faktor. Kesahihan intrinsik berkenaan dengan penggunaan teknik percobaan dan bukan teknik korelasi terhadap suatu kriteria untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif yang mendukung bahwa alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang sebenarnya harus diukur. Kesahihan prediktif berkenaan dengan hubungan antara biji ujian untuk mengukur suatu kriteria yang didasarkan atas penampilan di masa mendatang. Berdasarkan definisi-definisi yang diberikan terhadap berbagai jenis kesahihan tersebut, tampak bahwa terdapat tumpang-tindih antara satu jenis kesahihan dengan jenis kesahihan yang lain. Ada pula yang membagi kesahihan menjadi dua jenis saja, yaitu: kesahihan langsung dan kesahihan turunan (direct and derivative validity). Kesahihan langsung adalah jenis kesahihan yang bergantung pada analisis rasional dan penilaian profesional (rational analysis and professional judgment), sedangkan kesahihan turunan bergan­tung dan lebih didasarkan pada pembuktian statistik dan empiris. Dari berbagai tipologi tersebut, yang paling lazim adalah membagi kesahihan menjadi tiga jenis, yaitu: kesahihan isi, kesahihan terkait kriteria, dan kesahihan konstruk.   Pernah disajikan pada Workshop Penyusunan Instrumen Sertifikasi Guru Pendidikan Agama Islam dan beberapa Matapelajaran Madrasah, diselenggarakan di Kota Batu, tanggal 15 s.d. 17 Januari 2007.

Penulis : Prof DR. H. Mudjia Rahardjo

Pembantu Rektor I Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share
below article banner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *