Thursday, 20 March 2025
above article banner area

Teroris

Mengikuti berita tentang peristiwa pengeboman dua hotel di Jakarta beberapa waktu yang lalu, kemudian ditemukannya sarang-sarang teroris oleh polisi dan bahkan beberapa orang mati tertembak, rasanya berita itu sangat menyedihkan. Kehidupan yang seharusnya dibangun bersama agar diraih ketentraman, kebersamaan, dan bahkan kebahagiaan tanpa terkecuali, ternyata ada pihak-pihak yang mengambil posisi sebagai pengganggu. Lebih sedih lagi, kelompok itu kemudian melabeli diri dengan gerakan agama. Mereka merasa berjuang atas nama agama. Tidak semua penganut agama setuju dan paham atas jalan pikiran mereka itu. Selama ini orang memahami bahwa agama adalah sumber keselamatan dan kedamaian. Orang memeluk agama justru agar mendapatkan keselamatan dan kedamaian hidup, baik di dunia maupun di akherat. Agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan, dalam Islam misalnya, orang harus selalu saling mengenal, bersilaturrahmi, menghargai, menyelamatkan, dan tolong menolong dalam kebaikan, dan bukan sebaliknya merusak dan mebunuh. Islam melarang membuat aniaya dan kerusakan di muka bumi. Bahkan ajaran Islam sebatas memaksa tatkala mengajak beragama tidak dibolehkan. Oleh karena itu wajar, tatkala peristiwa itu terjadi, dan kemudian mendengar bahwa pelaku kegiatan teror itu merasa atas perintah agama, maka orang menjadi bertanya-tanya, ayat-ayat kitab suci yang mana yang dijadikan dasar gerakannya itu. Bukankah justru agama memerintahkan agar pemeluknya berbuat baik, melindungi, dan menyelamatkan seluruh kehidupan ini. Dengan meledakkan bom segalanya menjadi rusak, orang yang tidak berdosa menjadi terluka dan bahkan mati. Betapa banyak orang yang merasa gelisah, hidupnya tidak tenang dan bahkan menderita yang diakibatkan oleh mengeboman itu. Siapapun yang memiliki akal sehat akan mengatakan bahwa gerakan itu sangat kontradiksi dengan misi agama itu sendiri. Atas tertangkapnya para teroris, maka ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya semestinya disampaikan kepada pemerintah dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan negara ini polisi dan juga tentara, yang telah bekerja keras dan penuh resiko untuk menangkap dan kemudian mengadili para pelaku teror tersebut. Melalui beberapa informasi yang berhasil diungkap, ternyata kelompok teroris memiliki jaringan yang luas. Mereka memiliki kemampuan menyerang, jaringan, persenjataan, dan tidak terkecuali dukungan pendanaannya. Jika demikian, maka gerakan teroris tersebut tidak boleh dianggap sederhana. Pimpinan, organisasi, jaringan, dan ideologi yang dikembangkan cukup luas dan kuat. Oleh sebab itu, banyak hal yang seharusnya dipikirkan untuk mencegah munculnya kelompok itu. Usaha itu harus dilakukan secara padu dan menyeluruh. Menangkap dan kemudian mengadili para pelaku teror adalah bagian dari sekian banyak strategi yang harus dilakukan. Akan tetapi usaha itu tidak akan selesai tuntas, jika sumber-sumber munculnya idiologi teroris itu tidak ditangani secara tepat dan mendasar. Pendidikan dan juga termasuk pendidikan agama,  agama apapun, memerlukan peninajuan dan pengakajian ulang secara menyeluruh dan terus menerus, baik terkait dengan isi atau materi, metodologi dan teknik operasional lainnya. Semua orang meyakini bahwa ajaran agama adalah benar dan indah jika dilaksanakan. Akan tetapi, ternyata agama kadang ditangkap secara kurang tepat. Sebagai bukti, banyak paham sempalan-sempalan yang melahirkan konflik dan bahkan saling menyerang antar kelompok yang berbeda. Ajaran agama selalu diyakini benar, akan tetapi jika agama telah menjadi gejala sosiologis, psikologis, dan bahkan politik maka akan menampakkan wajah yang jauh dari misi agama itu sendiri. Peristiwa penangkapan para teror ini rasanya sangat penting dijadikan momentum untuk berpikir lebih jauh, bagaimana pendidikan dan juga pendidikan agama seharusnya dikembangkan. Misalnya, selama ini sering terdengar bahwa jumlah jam pelajaran agama dirasa tidak mencukupi. Tetapi apakah benar kesimpulan itu. Untuk menjawabnya, tentu diperlukan kajian mendasar dan terus menerus. Isi pendidikan agama, katakan Islam, bisa dilihat secara terpisah dari pendidikan lainnya. Tetapi sebaliknya, sesungguhnya bisa saja dipahami secara utuh dan padu dengan isi mata pelajaran lainnya. Artinya, tatkala mengkaji biologi, fisika, kimia, sosiologi, psikologi, dan lain-lain bisa dikaitkan dengan sumber-sumber yang berasal dari kitab suci al Qur’an. Ini penting agar, kajian agama menjadi lebih luas, seluas kehidupan ini. Selain itu agar kajian sains selalu memiliki nuansa transendent, untuk mengingatkan semua terhadap pencipta benda-benda alam itu. Kiranya jika agama dipahami dalam konteksnya yang luas, maka akan memperluas pandangan, pikiran, hati, dan cakrawala kehidupan ini. Pandangan yang terbatas atau sempit, akan menganggap bahwa pihak lain adalah saingan dan bahkan musuh yang harus dimusnahkan. Agama apa saja memang memiliki misi dakwah, tetapi semestinya dimengerti bahwa mengajak orang tidak boleh dilakukan dengan memaksa. Menang dalam menyampaikan misi dakwah, bukan tatkala orang lain sengsara atau bahkan mati, melainkan justru sebaliknya, yaitu tatkala pihak lain menjadi hidup, kuat, dan bahkan bahagia. Mengajak beragama pada hakekatnya adalah membawa siapapun agar meraih keselamatan dan kebahagiaan. Kegiatan dakwah bukan justru menjadikan pihak-pihak lain menderita dan apalagi celaka. Pendekatan teror hanya akan membawa banyak orang sengsara dan bahkan binasa. Teror dengan cara apa pun justru berlawanan dengan misi agama. Agama selalu membimbing umat agar selamat dan hidup penuh kedamaian. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share
below article banner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *