Belajar Konstitusi dan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi

Judul: Belajar Konstitusi dan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Arief Achmad
Saya Guru di Bandung
Topik: Outdoor Education/Field Trip
Tanggal: 25-10-2007

Belajar Konstitusi dan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi

Oleh : ARIEF ACHMAD

Mengapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 026/PUU/IV/2007, dalam sidang 1 Mei 2007 lalu, yang memerintahkan untuk segera merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20% (sesuai pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 ayat 1 UU No. 20/2003) dengan mengadakan perubahan APBN pada APBN-P tahun 2007 tidak kunjung dilaksanakan oleh pemegang otoritas anggaran/pemerintah? Mengapa SBY-JK yang telah melanggar sumpah dan janjinya sebagai Presiden-Wakil Presiden (sesuai pasal 9 UUD 1945) untuk “memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya” tidak diimpeachment saja?.

Begitulah kira-kira salah satu isu krusial yang menggayuti benak sebagian guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kota Bandung yang tengah melakukan studi lapangan untuk belajar konstitusi dan hukum acara di MK-RI, Rabu, 20 Juni 2007. Sebagai guru, yang substansi mata pelajarannya banyak bersinggungan dengan dinamika ketatanegaraan di NKRI, adalah hal yang lumrah manakala ia berupaya mencari informasi dan konfirmasi dari sumber yang kompeten mengenai konstitusi, yaitu MK.

Di MK, 50 guru PKn itu mendapatkan pencerahan tentang konstitusi dan hukum acara di MK dari salah seorang hakim konstitusi, yang kebetulan sama-sama urang Bandung, Letjen TNI (Purn) H. Achmad Roestandi, SH.

Lembaga Negara Pengawal Konstitusi

Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, Indonesia adalah negara ke-78 yang membentuk MK, sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini.

MK adalah salah satu lembaga negara, selain Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

MK merupakan lembaga negara baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia hasil perubahan UUD 1945 (pasal 24 ayat 2 dan pasal 24C) yang dipayungi juga dengan UU No. 24/2004. Sebagai organ konstitusi, lembaga ini didesain untuk menjadi pengawal dan sekaligus penafsir terhadap UUD melalui putusan-putusannya.

Dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, MK berupaya mewujudkan visi kelembagaannya, yaitu tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokratis demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Adapun misinya ialah mewujudkan MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang modern dan terpercaya serta membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi.

Dengan dukungan sembilan orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh DPR, Presiden dan MA, serta ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 147/M/2003 tanggal 13 Agustus 2003, MK mempunyai empat kewenangan: (1) menguji undang-undang terhadap UUD 1945, (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, (3) memutus pembubaran partai politik, dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan satu kewajiban, yakni memberikan keputusan atas pendapat DPR tentang impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Hukum Acara di MK

Hukum acara MK mengatur tata cara atau proses berperkara di MK yang meliputi enam langkah, sejak pengajuan permohonan, pendaftaran, penjadwalan sidang, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan sidang, hingga putusan. Untuk berperkara di MK ini masyarakat tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis!

MK sebagai lembaga baru berhasil menciptakan sistem penanganan perkara yang relatif dapat menutup peluang terjadinya mafia peradilan sekaligus dapat memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Bahkan putusan MK kemudian dapat “diuji” dan dikaji oleh publik karena semua orang bisa memperolehnya hingga sampai kepada risalah sidangnya secara cuma-cuma di Kepaniteraan MK-RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta.

Sistem yang dibangun oleh MK sudah tertata sejak dari persoalan pendaftaran perkara. Aturan yang dibuat MK tentang bagaimana mendaftarkan perkara dengan mudah diketahui publik. Informasi-informasi yang diperlukan tersedia sehingga pihak awam memahaminya.

MK memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menunjang sistem yang dibangunnya. Ketika putusan dibacakan, pada saat itu pula putusan diterima oleh para pihak berperkara dan beberapa saat kemudian masyarakat dapat mengetahuinya melalui internet (www.mahkamahkonstitusi.go.id). Jadwal sidang dibuat sedemikan rupa sehingga segalanya tepat waktu. Tidak ada istilah jam karet dalam persidangan di MK, coba bandingkan dengan persidangan di Pengadilan Negeri yang seringkali jadwalnya membuat banyak orang frustasi..

MK bukanlah Eksekutor

Achmad Roestandi, dalam sesi tanya jawab yang banyak diselingi gelak tawa ini, menjelaskan, berbeda dengan MA yang dapat memerintahkan aparat hukum untuk mengeksekusi setiap putusannya, putusan MK ini hanya bersifat deklaratif belaka. Artinya, MK bukanlah lembaga eksekutor melainkan deklarator, sehingga, misalnya, untuk merealisasikan anggaran pendidikan 20% dari APBN/APBD, tetap diperlukan adanya political will pemerintah untuk mengejawantahkannya serta kontrol sosial dan pressure dari segenap elemen masyarakat politik.

Akhirnya, terjawablah sudah berbagai isu yang mengemuka selama ini tentang ketatanegaraan. Semoga hasil studi lapangan ke MK ini dapat menjadi bekal berharga dalam proses pembelajaran PKn di sekolah masing-masing.

ARIEF ACHMAD, Sekretaris Musyawaroh Guru Mata Pelajaran (MGMP) PKn Kota Bandung.
Saya Arief Achmad setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

Share

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *