Antibiotik yang diberi tidak seharusnya malah merusak sistem kekebalan tubuh. Yang terjadi malah turun imunitas, lalu sakit lagi. Kmudian jika diberi antibiotik lagi, imunitas turun lagi dan sakit lagi. Terus begitu, dan kunjungan ke dokter makin sering karena tambah mudah sakit,”. Antibiotik baru dibutuhkan ketika terserang infeksi yang disebabkan bakteri.
Contoh penyakit akibat infeksi bakteri adalah sebagian infeksi telinga, infeksi sinus berat, radang tenggorokan akibat infeksi kuman streptokokus, infeksi saluran kemih, tifus, tuberkulosis, dan diare akibat amoeba hystolytica. Namun jika antibiotik digunakan untuk infeksi yang nonbakteri, hal itu malah menyebabkan berkembang biaknya bakteri yang resisten.
Beberapa keadaan yang perlu diamati jika mengonsumsi antibiotik adalah gangguan saluran cerna, seperti diare, mual, muntah, mulas/kolik, ruam kulit, hingga pembengkakan bibir, kelopak mata, hingga gangguan napas. “Berbagai penelitian juga menunjukkan, pemberian antibiotik pada usia dini akan mencetuskan terjadinya alergi di masa yang akan datang. Kemungkinan lainnya, gangguan akibat efek samping beberapa jenis antibiotik adalah demam, gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darah menurun. Lalu, kemungkinan kelainan hati, misalnya antibiotik eritromisin, flucloxacillin, nitrofurantoin, trimetoprim, sulfonamid. Golongan amoxycillin clavulinic acid dan kelompok makrolod dapat menimbulkan allergic hepatitis. Sementara antibiotik golongan aminoglycoside, imipenem/meropenem, ciprofloxacin juga dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Jika memang memerlukan antibiotik karena terkena infeksi bakteri, pastikan dokter meresepkan antibiotik yang hanya bekerja pada bakteri yang dituju, yaitu antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum antibiotic). Untuk infeksi bakteri yang ringan, pilihlah yang bekerja terhadap bakteri gram positif, sementara infeksi bakteri yang lebih berat (tifus, pneumonia, apendisitis) pilihlah antibiotik yang juga membunuh bakteri gram negatif. Hindari pemakaian salep antibiotik (kecuali infeksi mata), serta penggunaan lebih dari satu antibiotik kecuali TBC atau infeksi berat di rumah sakit.
Jika terpaksa menjalani suatu operasi, untuk mencegah infeksi sebenarnya antibiotik tidak perlu diberikan dalam jangka waktu lama. Bahkan pada operasi besar seperti jantung, antibiotik cukup diberikan untuk dua hari saja. Hendaknya selalu memfotokopi dan mengarsip segala resep obat dari dokter, dan tak ada salahnya mengonsultasikan kepada ahli farmasi sebelum ditebus.
Sejak beberapa tahun terakhir, sudah tidak ditemukan lagi antibiotik baru dan lebih kuat. Sementara kuman terus menjadi semakin canggih dan resisten akibat penggunaan antibiotik yang irasional. Inilah yang akan menjadi masalah besar kesehatan masyarakat. Antibiotik dalam penggunaan yang tepat adalah penyelamat, tetapi jika digunakan tidak tepat dan berlebihan, antibiotik akan menjadi bumerang (Iwan. (SF) Antibiotik dan Kekebalan Tubuh pada Anak – 10_04_2005, 07_40 WIB – KOMPAS Cyber Media – Kesehatan.htm)
Jumlah antibiotik yang telah diciri adalah besar. Sayangnya, banyak diantara antibiotik yang terjadi tidak mempunyai nilai praktis karena antibiotik ini terlalu beracun terhadap inangnya untuk digunakan dalam pengobatan yang penyakit yang menginfeksi. Agar agen kemoterapeutik, khususnya antibiotik dapat berguna terhadap penyakit yang menginfeksi, beberapaย kriteria harus dipenuhi
a)ย ย ย ย ย obat itu harus rendah dalam toksisitas bagi sel inang sementara memusnahkan atau menghambat agen penyakit. Dengan kata lain, obat ย antibiotik ersebut harus menunjukkan toksisitas selektif bagi agen penyakit
b)ย ย ย ย ย inang harus tidak menjadi alergi (sangat peka) terhadapnya
c)ย ย ย ย ย organisme tidak boleh dengan mudah menjadi resisiten terhadap obat antibiotik etrsebut
d)ย ย ย ย inang harus tidak meerusak, menetralkan, atau mengeluarkan obat itu.
e)ย ย ย ย ย Obat/antibiotik harus mencapai tempat infeksi
(Sumber: Volk&Wheeler, 1983:247)
Sejak awal penemuannya oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia dan hewan. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan dan penggunaannya tersebut, banyak bukti atau laporan yang menyatakan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah kesehatan utama sedunia.
Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid atau transposon) di antara genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri Escherichia coli, Klebsiella, dan Salmonella. Penggunaan antibiotik pada pakan hewan sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia.
Leave a Reply