Judul: Sistem Keuangan Indonesia: Berbasis Pasar atau Bank?
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): dwi irawati
Saya Dosen di UM Purworejo
Topik: Keuangan
Tanggal: 25 Oktober 2008
SISTEM KEUANGAN INDONESIA: BERBASIS PASAR ATAU BANK?
Oleh : Dwi Irawati
Universitas Muhammadiyah Purworejo
(e-mail: irasoepardjo@yahoo.com)
Abstrak
Kinerja ekonomi dapat meningkat apabila tingkat tabungan nasional meningkat disertai dengan sistem keuangan yang mampu memobilisasi tabungan masyarakat, serta mengalokasikannya ke investasi produktif secara optimal. Untuk itu diperlukan arsitektur sistem keuangan yang sesuai (berbasis pasar atau berbasis bank) dengan kondisi lokal yang dapat mengalokasikan sumber daya modal secara efisien guna menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam jangka panjang.
Penulis berpendapat sistem keuangan Indonesia masih harus ditumpu oleh sistem keuangan yang berbasis bank sampai dengan benar-benar tercapai tingkatan sistem keuangan yang maju.
Kata kunci: sistem keuangan, struktur keuangan, pertumbuhan ekonomi
1. Pendahuluan
Menurut teori ekonomi Neo-Klasik, yang bersandarkan kepada bekerjanya pasar sempurna, besarnya tingkat suku bunga menentukan investasi yang layak dilaksanakan dan semua kesempatan investasi yang layak akan dieksploitasi. Kenyataannya, dunia yang kita tinggali ini tidak selamanya mengikuti kaidah tersebut. Walaupun tingkat tabungan nasional suatu negara relatif tinggi, pertumbuhan ekonomi dapat terhalang oleh sistem keuangan yang tidak mampu mengumpulkan tabungan secara optimal serta tidak mampu mengalokasikan dana tersebut kepada sektor-sektor produktif secara maksimal.
Lebih dari 100 tahun, perdebatan kontroversial menyangkut sistem keuangan, antara yang berbasis bank dan yang berbasis pasar telah berlangsung. Perdebatan terutama terfokus pada membandingkan struktur sistem keuangan di Amerika Serikat dan Inggris yang mewakili kutub struktur sistem keuangan berbasis pasar dengan Jerman, Perancis serta Jepang di kutub lain yang menerapkan struktur sistem keuangan berbasis bank.
Ketika kinerja ekonomi Amerika Serikat lebih buruk dibandingkan dengan kinerja ekonomi Jepang pada tahun 1980-an, ada pendapat perbedaan struktur sistem keuangan kedua negaralah yang mengakibatkan perbedaan kinerja ekonomi Amerika Serikat dan Jepang (Porter, 1992 ). Pada penutupan abad ke-19, ekonom Jerman berkeyakinan bahwa model sistem keuangan berbasis bank yang membuat Jerman meninggalkan Inggris dengan model sistem keuangan berbasis pasar (Goldsmith, 1969). Tetapi ketika kinerja ekonomi Jepang sangat menurun pada periode 1990-an, muncul keraguan akan keunggulan struktur sistem keuangan yang berbasis bank.
Mana yang lebih unggul, sistem keuangan yang berbasis bank ataukah sistem keuangan yang berbasis pasar, guna mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang? Berbagai penelitian ternyata memperlihatkan bahwa struktur sistem keuangan adalah tidak relevan (Ndikumana, 2001) dalam menyebabkan baik-buruknya kinerjan ekonomi. Tidak terbukti bahwa suatu struktur sistem keuangan selalu mengungguli sistem yang lain. Yang relevan adalah kemajuan secara keseluruhan dari sistem keuangan (developed financial systems) ( Rajan dan Zingales, 1998; LaPorta et al, 2000; Beck et al, 2000; Levine et al, 2000; Beck et al, 2001).
Stulz (2000) berkeyakinan bahwa dengan berkembangnya sistem keuangan berbasis pasar akan memungkinkan bank sebagai investor melakukan pengelolaan risiko dengan lebih baik sehingga dapat mengurangi tingkat risiko operasionalnya. Di sini terlihat pengembangan sistem keuangan berbasis pasar akan mengakibatkan pengembangan sistem keuangan berbasis bank. Theil (2001) menekankan pentingnya proses adaptasi dan evolusi sistem keuangan untuk memenuhi tuntutan perkembangan ekonomi.
Tulisan ini melakukan penelaahan terhadap penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya faktor-faktor serta kondisi yang ada di Indonesia dipetakan terhadap hasil penelitian terdahulu untuk mendapatkan arsitektur sistem keuangan yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.
2. Sistem Keuangan
Sistem keuangan yang efisien adalah sistem yang mampu menyalurkan sumber dana kepada unit usaha yang paling produktif. Untuk tujuan tersebut sistem keuangan harus mampu berfungsi sebagai:
(1) sistem pembayaran;
(2) mekanisme yang mampu mengumpulkan sumber dana terutama dari rumah tangga;
(3) mengelola ketidak pastian dan melakukan kontrol terhadap risiko;
(4) mekanisme yang menyediakan informasi untuk keputusan alokasi sumber daya;
(5) mekanisme untuk mengatasi akibat informasi yang tidak berimbang (asymmetric information) yang muncul pada transaksi keuangan di mana satu pihak mempunyai informasi sedangkan pihak lain tidak.
Fungsi di atas dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk ekonomi yang berbeda, di mana fungsi sistem keuangan dapat dilakukan oleh institusi yang berbeda dengan efisiensi yang berbeda pula. Sebuah sistem dikatakan lebih baik diukur dari kemampuannya menjalankan kelima fungsi di atas.
2.1 Lembaga Keuangan Perantara (Bank)
Lembaga keuangan perantara dapat diibaratkan sebagai fund manager atau financial advisor dari sekumpulan investor. Tanpa fund manager, investor yang bermaksud mengoptimalkan tabungannya harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan informasi dari perusahaan yang hendak meminjam serta melakukan pengawasan terhadap pinjaman yang diberikan. Dengan adanya lembaga perantara keuangan, duplikasi yang harus dilakukan setiap investor dapat dihindari. Biaya untuk mendapatkan dan memproses informasi dari perusahaan/pengelola yang bermaksud memanfaatkan dana yang terkumpul dari investor/penabung dapat dikurangi, sehingga kemampuan alokasi dan kontrol terhadap perusahaan meningkat (Boyd and Prescott, 1986).
Perbankan dapat melakukan mobilisasi tabungan dengan cara ekonomisasi biaya transaksi dan dapat mengatasi asimetri informasi yang menyebabkan investor atau penabung merasa aman untuk melepaskan kontrol terhadap tabungannya (Sirri and Tufano, 1995). Dengan efektivitas melakukan mobilisasi tabungan yang memudahkan akumulasi dana, lembaga keuangan perantara mampu meningkatkan alokasi sumber daya dengan menerapkan prinsip skala ekonomi.
Melalui lembaga keuangan perantara, pengumpulan serta pembagian risiko dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Awalnya, teori keuangan berkiblat kepada pembagian risiko secara cross-sectional (satu perode waktu tertentu) di mana umumnya individu memiliki asset yang beragam dengan jumlah masing-masing relatif kecil. Apabila untuk setiap pembelian terdapat biaya tetap, lembaga keuangan perantara seharusnya dapat memperkecil biaya penyimpanan dari portofolio asset yang standar. Lebih jauh, lembaga keuangan perantara mampu memfasilitasi pembagian risiko dengan mengeliminasi faktor waktu (intertemporal smoothing of risk) (Allen & Gale, 1999).
Lembaga keuangan perantara juga mempunyai kemampuan mengurangi risiko likuiditas (Diamond & Dybvig, 1983). Kemampuan ini menjembatani kebutuhan pengusaha mendapatkan dana yang bersifat jangka panjang dan kecenderungan investor (penyimpan) melakukan investasi jangka pendek. Karena waktu dan kuantitas penyimpanan bersifat random, bank mempunyai kemampuan melakukan transformasi tabungan ke asset yang bersifat jangka panjang sedangkan kebutuhan likuiditas penyimpan tetap terjamin. Dengan kemampuan menyediakan dana untuk jangka panjang, maka investasi yang lebih menguntungkan (pada dasarnya investasi jangka panjang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari investasi jangka pendek) lebih dimungkinkan terjadi. Lembaga keuangan perantara yang melakukan fungsinya dengan baik akan meningkatkan alokasi sumber daya yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Di samping fungsi lembaga bank seperti yang dipaparkan di atas, Levine (2000) memperlihatkan kelemahan lembaga keuangan perantara. Pertama, karena penguasaannya atas informasi, terbuka kemungkinan bank menimpakan rente yang tinggi terhadap informasi daripada investasi yang mempunyai peluang baik. Akibatnya, imbal hasil yang diperoleh prusahaan peminjam menurun, sehingga berpotensi menurunkan usaha perusahaan mencari kegiatan inovatif. Kedua, bank cenderung bias dan berlebihan terhadap pengertian keberhati-hatian (prudence). Selanjutnya hubungan yang terlalu erat antara bank dan perusahaan mengurangi iklim persaingan alokasi sumber daya sehingga menurunkan kemampuan bank dalam peningkatan efisiensi dari tata kelola perusahaan ( Mork & Nakamura, 1999).
2.2 Pasar Modal
Pada umumnya pasar modal menghasilkan kegiatan berupa penyediaan informasi di pasar. Pasar modal yang telah berkembang dan fungsi pengambilalihannya telah berjalan, memungkinkan pihak luar melakukan ambil alih dengan membeli saham (pada saat harganya turun karena kinerja perusahaan buruk) atau dengan mengganti manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Pasar modal yang telah berfungsi dengan baik memberikan kemudahan dalam melakukan diversifikasi risiko dan mempunyai kemampuan mengeliminasi risiko likuiditas. Pasar modal memungkinkan pembagian risiko secara cross-sectional di mana setiap investor dapat membentuk portofolio asset sesuai dengan kemampuannya menanggung risiko. Pada dasarnya investasi yang berjangka panjang akan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan investasi jangka pendek. Dalam pasar yang likuid investor dapat membentuk portofolio asset yang sifatnya jangka panjang tanpa ada kekhawatiran menyangkut likuiditas, sehingga masalah kemungkinan harus menghadapi kesulitan likuiditas dalam jangka pendek dapat diatasi. Karakteristik tersebut memperlihatkan pasar modal yang likuid mampu meningkatkan alokasi modal sehingga memungkinkan peningkatan produktivitas.
Pasar modal yang telah berkembang juga mempunyai kemampuan melakukan mobilisasi dana. Mobilisasi tabungan dari penabung yang jumlahnya banyak dan tersebar akan mengakibatkan biaya yang relatif tinggi, karena
(1) harus mengatasi biaya transaksi sehubungan dengan pengumpulan tabungan dari individu yang berbeda, dan
(2) harus dapat mengatasi asimetri informasi yang membuat investor bersedia melepaskan tabungannya untuk investasi.
Hasil penelitian-penelitian terdahulu (Levine & Zervos, 1998; Demirguc-Kunt & Maksimovic, 1999) menyimpulkan bahwa pasar modal yang telah berkembang akan mengakibatkan peningkatan kinerja ekonomi. Jadi, teori yang berkait dengan karakteristik perbankan dan lembaga keuangan pasar modal serta kenyataan di lapangan yang ditemui menunjukkan bahwa kedua lembaga keuangan (baik bank maupun pasar modal) tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Informasi yang diperoleh dari pasar modal menyangkut peluang investasi dapat dinikmati oleh semua pelaku pasar, yang menimbulkan masalah free-rider, mengakibatkan investor cenderung mengurangi usaha mengumpulkan informasi (Stiglitz, 1985).
Di pasar modal, kontrol setelah melakukan pembiayaan (ex-post) dilakukan oleh pasar melalui pengambilalihan (take over), yang dalam kenyataannya tidak selalu memberikan peningkatan efisiensi. Pasar modal ternyata tidak sepenuhnya dapat mengeliminasi ketidakseimbangan informasi. Umumnya pihak yang berada di dalam perusahaan memiliki informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan pihak luar. Karenanya, take over merupakan mekanisme yang tidak sempurna di dalam seleksi ekonomi alamiah (Singh, 1971). Berdasarkan kenyataan yang ditemukan di Inggris, Singh menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan besar untuk bertahan bukanlah karena peningkatan keuntungan, akan tetapi karena peningkatan relatif size perusahaan di antaranya melalui take over.
Lebih jauh, take over tidak selalu mengakibatkan peningkatan nilai investasi, tetapi hanya merupakan transfer kemakmuran dari pemilik lama yang masih memiliki hak sisa kepada pemilik baru. Kenyataan di Amerika Serikat pada tahun 1980, di mana take over terjadi secara masif, hal itu tidak meningkatkan nilai investasi dan manfaat efisiensi ( Crotty & Goldstein, 1993).
2.3 Faktor luar yang berpengaruh
Faktor luar yang berpengaruh terhadap efisiensi sistem keuangan adalah tradisi dan lingkungan penerapan hukum dan konsentrasi kepemilikan saham (Carlin & Mayer 1999 dan 2000, Levine et al, 2000 dan Franks & Mayer, 1962). La Porta et al (1997) berpendapat, kehidupan serta penerapan sistem hukum mempunyai kaitan dengan tingkat perlindungan terhadap investor kecil.
Tradisi lingkungan hukum dan struktur ekonomi, secara bersama menentukan apakah sistem keuangan yang berjalan cenderung didominasi oleh lembaga keuangan perantara atau pasar modal. Tradisi lingkungan hukum dicerminkan dengan bagaimana hukum terbentuk serta diterapkan, bukan terfokus pada hukum menyangkut perlindungan terhadap investor. Tradisi lingkungan hukum yang berhubungan dengan sistem keuangan dalam penerapannya hanya dibagi atas tradisi hukum yang bersumber pada civil law (Eropa daratan) dan common law (Anglo-Saxon). Tradisi hukum yang bersumber dari civil law relatif cenderung menghindari untuk melakukan interpretasi dan melahirkan hukum baru dibandingkan dengan tradisi hukum common law. Tradisi hukum civil law dianggap kurang mampu memberikan keputusan yang adil karena pelanggaran hukum yang terjadi tidak diatur dalam hukum di negara tersebut. Dalam lingkungan seperti ini investor individu cenderung tidak mau memberikan pinjaman kepada pihak lain, akan tetapi bank masih bersedia memberikan pinjaman karena mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku perusahaan melalui ketergantungan perusahaan tersebut terhadap bank dalam pelayanan lain seperti transfer, sistem pembayaran, dan lain-lain. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab sistem keuangan lebih didominasi oleh lembaga keuangan perantara (bank) di negara dengan tradisi hukum civil law.
Dalam lingkungan hukum yang bersumber pada tradisi hukum common law, sengketa hukum seperti yang disebutkan tadi relatif dapat diselesaikan dengan efektif, sehingga perusahaan cenderung mencari sumber dana dari pasar yang biayanya relatip lebih rendah dibandingkan dengan meminjam dari bank. Akibatnya di negara dengan tradisi hukum common law, sistem keuangannya pada umumnya didominasi oleh pasar modal.
Franks & Mayer (1998) melaporkan perbedaan konsentrasi kepemilikan saham antara Amerika Serikat dan Inggris dengan Jerman dan Perancis. Franks & Mayer menemukan fenomena di Amerika Serikat dan Inggris sejumlah besar perusahaan yang kinerjannya selalu dievaluasi dengan fluktuasi harga sahamnya di pasar modal, konsentrasi kepemilikan sahamnya tersebar di sejumlah lembaga maupun investor individu. Sedangkan di Perancis dan Jerman, minat perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan luar yang bersumber pada pasar modal tidak besar. Kepemilikan saham perusahaan di Perancis dan Jerman umumnya sangat terkonsentrasi (dimiliki oleh lembaga investasi atau keluarga).
Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi kepemilikan atas perusahaan berkorelasi dengan sistem keuangan. Kepemilikan yang terkonsentrasi, seperti di Jerman dan Perancis, nampaknya lebih compatible dengan sistem keuangan yang bersifat hubungan jangka panjang.
Pada sistem keuangan di mana pasar modal lebih berkembang, risiko tersebar lebih luas pada banyak investor. Tingkat imbal hasil yang lebih tinggi secara alamiah merangsang minat investor untuk bersedia menanggung rsiko lebih tinggi untuk investasi-investasi berteknologi relatif baru yang cenderung dihindari oleh bank. Investasi besar, baik dalam skala maupun teknologi, dengan risiko yang relatif tinggi tidak compatible dengan struktur yang kepemilikannya terkonsentrasi. Sistem keuangan yang didominasi pasar secara alamiah memerlukan kepemilikan yang tersebar sehingga risiko yang tinggi dapat disebarkan secara lebih luas.
3. Kajian Pustaka
Goldsmith (1969) termasuk peneliti awal yang menerapkan pendekatan ekonometri untuk memperoleh gambaran hubungan sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan melakukan penelitian terhadap 35 negara (pada selang waktu antara 1860-1963) menarik kesimpulan bahwa pengembangan sistem keuangan ternyata memberikan percepatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hanya saja penelitian yang dilakukan belum membedakan pengaruh perbedaan struktur sistem keuangan.
Akhir-akhir ini, perkembangan penelitian secara empiris yang berhubungan dengan kausalitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi sangat meningkat. King dan Levine (1993) mengulangi usaha Goldsmith, melakukan pencarian hubungan sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi secara lebih intensif. King dan Levine menemukan hubungan statistik yang kuat untuk 12 kombinasi dari 4 variabel keuangan dan 3 variabel pertumbuhan. Variabel keuangan tahun 1960 dikorelasikan dengan 3 variabel pertumbuhan selama periode 1960-1989, sehingga didapatkan hubungan kausal dari sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi.
Rousseau dan Wachtel (1998) melakukan pengujian hubungan kausal antara asset bank, simpanan di bank dan pertumbuhan riel ekonomi di 5 negara industri maju dengan periode pengamatan tahun 1870-1929. Rousseau dan Wachtel juga menemukan bahwa peningkatan sistem keuangan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi, dan perubahan variabel keuangan mengakibatkan perubahan variabel pertumbuhan tetapi tidak sebaliknya.
Menentukan struktur sistem keuangan yang lebih efisen tidaklah cukup hanya dengan mengacu ke negara Amerika Serikat, Inggeris, Jerman, Perancis dan Jepang. Demirguc & Levine (1999) melakukan penelitian terhadap 150 negara untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Mereka menerapkan grafik sederhana, korelasi dan regresi untuk mendapatkan hubungan struktur sistem keuangan dengan perkembangan ekonomi. Hasil regresi memperlihatkan bahwa bank, lembaga keuangan perantara lain dan pasar modal semuanya menjadi lebih besar, aktif dan efisien jika negaranya semakin kaya. Ini berarti pengembangan sektor keuangan cenderung semakin besar pada tingkatan negara yang berpendapatan tinggi. Aktivitas dan efisiensi pasar meningkat relatif dibandingkan dengan bank dengan peningkatan pendapatan negara tersebut. Juga diamati bahwa negara dengan tradisi hukum Common law cenderung kepada sistem keuangan yang didominasi oleh pasar, sedangkan negara dengan tradisi hukum yang bersumber pada civil law cenderung pada sistem keuangan yang berbasis bank.
Dengan memakai data dari Demirguc & Levine (1999), Levine (2000) menyimpulkan diperlukan sudut pandang lain yaitu sudut pandang yang melihat bahwa sistem keuangan adalah hubungan perjanjian dari beberapa pihak yang efektivitasnya dipengaruhi oleh lingkungan hukum yang ada. Menurut Levine, yang penting adalah menciptakan lingkungan hukum yang sesuai dengan karakteristik masing-masing struktur sistem keuangan sehingga sistem dapat berfungsi dengan efektif.
4. Sistem Keuangan Indonesia
Berdasarkan data tahun 1990-1995 (Demirguc & Levine, 1999), sistem keuangan Indonesia masih dalam tingkatan yang belum maju. Perbandingan asset bank dan kapitalisasi pasar saham dengan GDP masing-masing adalah 49% dan 18% (berada di bawah rata rata dari 150 negara yang menjadi sampel). Untuk mendapatkan gambaran perbandingan dengan negara-negara lain, tingkat kemajuan sistem keuangan beberapa negara ditunjukkan dalam tabel 1. Kedua angka perbandingan (ratio) tadi memperlihatkan bahwa peranan bank lebih dominan daripada peran pasar saham, karakteristik sistem keuangan yang berbasis bank. Dengan kondisi tingkat kemajuan dari sistem keuangan saat ini, langkah awal yang harus ditempuh adalah mengembangkan sistem keuangan hingga mencapai tingkatan yang sudah maju.
Pilihan sistem keuangan yang seharusnya dikembangkan oleh suatu negara berkaitan erat dengan strategi pengembangan industri negara tersebut. Perbedaan karakteristik industri menuntut perbedaan karakteristik sumber pembiayaan. Industri yang karakteristiknya kompetitif dengan jumlah produsen yang banyak, siklus produksinya relatif pendek dan perkembangan teknologinya lambat, mendekati tidak berubah, misalnya pertanian, industri tekstil dan pakaian jadi, dan industri otomotif tidak menghadapi kendala pada iklim sistem keuangan yang berbasis bank. Tetapi apabila karakteristiknya diametral berbeda dengan yang disebutkan di atas, di mana terdapat peningkatan hasil dalam skala tertentu (increasing return to scale) oleh sekelompok kecil industri, jangka waktu antara keputusan investasi dengan realisasi hasilnya cukup panjang, serta perubahan teknologi yang cepat sangat penting dan diperlukan, misalnya industri pesawat terbang, informatika dan bioteknologi, hanya mungkin dapat berkembang pada lingkungan sistem keuangan yang didominasi oleh pasar saham. Berdasarkan tingkat perkembangan industri Indonesia saat ini dan 10-20 tahun mendatang, belum memerlukan sistem keuangan berbasis pasar.
Tradisi hukum yang berkembang di Indonesia yang berasal dari Eropa daratan (civil law) efektivitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan tradisi hukum yang bersumber kepada common law, dalam hal menilai sengketa hubungan surat perjanjian (Ergungor, 2002; La Porta et. al, 1997; Levine, 1998). Keterbatasan kemampuan pengadilan dapat diatasi oleh lembaga bank, karena bank masih mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi dari peminjam (karena ketergantungan terhadap bank untuk keperluan yang lain).
Struktur kepemilikan modal dari perusahaan besar di Indonesia umumnya masih terkonsentrasi. Sedangkan struktur kewirausahaan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil masih sangat timpang. Keadaan perusahaan kecil dan menengah relatif masih tertinggal jauh dibandingkan perusahaan besar. Karena itu diperlukan upaya terencana untuk peningkatan kemampuan perusahaan kecil dan menengah sehingga tercapai struktur kewirausaahan yang berimbang. Salah satu upaya yang diperlukan adalah alokasi sumber daya modal yang terarah yang pelaksanaannya tidak mungkin diserahkan kepada pasar.
Tabel 1.
Perkembangan antara peranan bank dan pasar dari beberapa negara
(1990 – 1995)
GDP Asset Kapitalisasi
Negara per kapita Bank / GDP pasar / GDP
$ % %
Amerika Serikat
Australia
Austria 19,413
14313
13177 64
77
126 80
71
12
Belanda
Belgia 13,954
14481 112
118 69
36
Denmark 17,002 48 34
Indonesia
Italia 610
11504 49
74 18
17
Inggeris 11,794 116 113
Jepang 15,705 131 79
Jerman 16,573 121 24
Malaysia 2,629 82 201
Muang Thai
Meksiko 1,502
2951 82
24 57
32
Perancis 15,232 102 33
Pilipina 734 37 52
Singapur 11,152 95 137
Swedia 18,981 54 62
Swiss 19,529 177 98
Zimbabwe 803 21 23
Sumber : Demirguc – Kunt & Levine (1999)
5. Kesimpulan
Sistem keuangan Indonesia saat ini masih pada tingkatan belum maju. Sebelum sampai pada pilihan struktur sistem keuangan yang diperkirakan lebih efisien untuk mendorong pertumbuhan, sebaiknya upaya dipusatkan untuk meningkatkan sistem keuangan sehingga mencapai tingkatan maju. Dengan struktur industri, lingkungan dan sumber aliran hukum, serta struktur kewirausahaan (pola konsentrasi kepemilikan dan posisi usaha kecil dan menengah), pengembangan sistem keuangan hingga mencapai tingkatan maju, sebaiknya dilakukan dengan memberikan kontribusi yang besar terhadap sektor perbankan dibandingkan pasar modal.
Tingkat kemajuan dan kualitas lembaga keuangan bersama dengan lembaga hukum sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan. Dari waktu ke waktu tingkat kemajuan dari kedua lembaga tadi harus proporsional sehingga tercapai suatu struktur sistem keuangan yang efisien setiap periode waktu. Untuk itu diperlukan penelitian terhadap (proporsi) struktur sistem keuangan yang berbasis bank dan sistem keuangan yang berbasis pasar guna mendapatkan sistem keuangan yang secara maksimal mampu memobilisasi tabungan dan optimal dalam pengalokasiannya.
REFERENSI
Allen, Franklin & Gale, Douglas,2000,” Comparing Financial System”, The MIT Press, Cambridge : Massachusetts,pp.153-190
Beck, Thorsten, Demirguc-Kunt, A and Levine, R, ” A New database on Financial Development and Structure,” World Bank, Policy Research Working Paper 2146, 2000.
Beck, T., Levine, R. and Loayza, N.,” Finance and the Source of Growth,” Journal of Financial Economics, 2000 # 58, pp. 261-300.
Boyd, John H & Prescot, Edward C. ” Financial Intermediary- Coalitions,” Journal of Economics Theory, April 1986, 38(2), pp.211-232
Carlin, Wendy & Mayer, Colin, 1999, ” How do financial system affect economic performance?” University College London & Said Business School, University of Oxford, Research paper
Carlin, Wendy & Mayer, Colin, 2000, ” Finance Investment and Growth” CEPR discussion paper no 2233.
Crotty, J. R. & Goldstein, D.,” Do US financial market allocate credit efficiently? The case of corporate restructuring in the 1980s” Transforming the US financial system.Equity and efficiency for 21st century.New York: M.E. Sharpe, 1993pp.253-286
Demirguc-Kunt, Asli & Maksimovic, Vojislav.” Law, Finance, and Firm Growth,” Journal of Finance, December 1998, 53(6), pp. 2107-2137.
Demirguc-Kunt, Asli & Levine, Ross, 1999,” Bank-Based and Market-Based Financial System: Cross -Country Comparisons, Working Paper
Diamond, Douglas W & Dybvig, Philip H, ” Bank Runs, Deposit Insurance, and Liquidity,” Journal of Political Economy, June 1983, 91(3), pp. 401-419
Ergungor, O. E.” Market vs Bank- Based Financial System: Do Investor Rights Really Matter?” Fed. Reserve Bank of Cleveland Working Paper 01-01R, March, 2002
Frank, J. & Mayer, C.(1998), ” Ownership and control in Europe,” Palgrave Publishers Ltd
Goldsmith, Raymond W.” Financial Structure and Development” New Haven, CT; Yale University Press, 1969
King, R. G. & Levine, R: ” Finance, Entrepreneurship, and Growth- Theory and Evidence”, Kournal og Monetary Economics, Vol. 32, 1993, pp. 513-542
LaPorta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; and Vishny, Robert W, ” Legal Determinants of External Finance,” Journal of Finance, July 1997,52(3),pp.1131-1155.
Levine, Ross, 2000,” Bank-Based or Market Based Financial System: Which is Better?”
Levine, Ross & Zevros, Sara. ” Stock Markets, Banks, and Economic Growth,” American Economic Review, June 1998, 88(3), pp.537-558.
Morck, R & Nakamura, M.,” Banks and Corporate Control in Japan,” Journal of Finance 1999, 54, pp. 319-340
Ndikumana, Leonce ,’Financial Development, Financial Structure, and Domestic Investment: International Evidence,” Working Paper Series # 16, Policy Economic Research Institute, University of Massachusetts, Amherst, 2001.
Porter, M,” Capital Choices: Changing the Way American Invest in Industry,” Journal of Applied Corporate Finance, 5(2), Summer 1992 pp.4-16
Rajan, R & Zingales, L, ” Financial Dependence and Growth”, American Economic Review,1998.
Rouesseu, P. L & Wachtel, P., Financial Intermediation and Economic Performance : historical evidence from five industrialized countries”, Journal of Money, Credit and Banking, 1998, Vol. 30, pp. 657-678
Theil,Michael , ” Finance and Economic Growth- A review of Theory and The Available Evidence,” Economic Paper, July 2001.
Sirri, E & Tufano, P,” The Economics of Pooling,” in Crane, D et al, (ed) The Global Financial System: A Functional Perspective, Harvard Business Scool Press: Cambridge
Stiglitz, J ,” Credit Markets and the Control of Capital,” Journal of Money, Credit and Banking, 1985, 17(2), pp. 133-152.
Stultz, R. M ,” Does Financial Structure Matter for Economic Growth? A Corporate Finance Perspective”, Ohio State University, January 2000.
Saya dwi irawati setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .