Menamai Usaha dengan Nama Anak
Menamai Usaha dengan Nama Anak
Menamai Usaha dengan Nama Anak
Senin, 23 November 2009 13:40 Hendy Setiono, Presiden Direktur PT Baba Rafi Indonesia boleh dibilang sebagai potret entrepreneur sukses. Hanya dalam tempo sekitar enam tahun dia menjalani metamorfosis menjadi pengusaha sukses. Meski usianya baru 26 tahun, tapi dia telah memiliki 350-an gerai yang tersebar di 50 kota, dari Aceh sampai Ambon. Prestasi Hendy ini mendapat pengakuan di ajang Ernst&Young Entrepreneur of The Year 2009 dengan menyabet kategori entreprenual spirit.
Kiprah Hendy menggeluti bisnis roti burger ala Timur Tengah ini bermula pada 2003. Ide bisnisnya muncul saat Hendy mengingat ketika dirinya menyambangi sang ayah yang bekerja di perusahaan minyak di Qatar. Kedai kebab di kota itu begitu menjamur, laiknya pedagang bakso di Indonesia.
Kembali dari Qatar, Hendy terdorong menjajal peruntungan. Dia memutuskan berjualan kebab di Surabaya, Jawa Timur. Modalnya kala itu cukup minim, hanya Rp 4 juta. Itu pun modal pinjaman dari teman dekat dan kerabatnya. Hendy berjualan di halaman kampus tempatnya kuliah, yakni di Fakultas Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Tak mau setengah hati mengeluti bisnis ini, Hendy nekat berhenti kuliah. Padahal sudah empat semester ia lalui di kampus top tersebut. Orangtuanya, Bambang Sudiono dan Endah Setijowati menentang keputusan kontroversial ini. Idaman mereka, sang putra lulus kuliah lalu bekerja di perusahaan asing atau menjadi pegawai negeri sipil.
Meski begitu, keputusannya sudah bulat. Dia berprinsip asalkan mau berusaha dan bekerja keras kesuksesan dan kesejahteraan tetap bisa diraih. Agar menarik, produknya diberi nama âKebab Turki Baba Rafiâ. Nama Rafi diambil dari nama anak sulungnya bernama Rafi Darmawan. Adapun Baba berarti ayah dalam bahasa Arab, sehingga Baba Rafi berarti ayah Rafi.
Dengan bantuan satu orang karyawan, pria murah senyum ini mulai merintis jalan. Gerobak dorong warna kuning dibuatnya sendiri. Dia mangkal di daerah Nginden Semolo, Surabaya, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Rupanya, berdagang kebab sulit, tak seindah impiannya. Baru seminggu berjualan, karyawannya yang cuma seorang sakit dan tidak dapat bekerja. Terpaksa Hendy menjajakan sendiri dagangannya. Ketika berjualan dia cuma bisa mendapatkan uang Rp 30 ribu. Padahal modalnya Rp 50 ribu.
Apes tak cuma sekali. Pernah suatu ketika uang hasil dagangan yang tak seberapa raib dibawa karyawan pengganti. Namun, Hendy pantang menyerah. Jatuh-bangun bersama sang istri terus dilakoni. Dagang roti kebab jalan terus.
Kesabaran dan kerja keras Hendy mulai menampakkan titik terang. Lambat laun dagangannya mulai menggaet pelanggan. Kebab Turki Baba Rafi semakin dikenal di Kota Pahlawan. Omzetnya terus menanjak, dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per bulan.
Berbekal ilmu manajemen dan pemasaran yang ditimba dari berbagai seminar, Hendy melompat ke jalur cepat. Pada 2004, Kebab Turki Babarafi ditawarkan dalam bentuk waralaba. Peminatnya pun luar biasa. Tawaran waralaba disambut pengusaha dari Surabaya dan kota-kota lain. Bisnis Hendy pun berkibar. Hanya dalam kurun empat tahun, 100 gerai Kebab Turki Babarafi sudah tersebar di 16 kota di Indonesia.
Bentuk usaha pun sudah berubah menjadi PT Baba Rafi Indonesia. Saat ini, total jumlah karyawan Baba Rafi ada 800-an orang. Sekitar 200-an ditempatkan di kantor pusat Baba Rafi untuk mengurusi manajemen waralaba. Pendapatan Hendy per bulannya saat ini mencapai Rp 4,5 miliar.