Perkembangan Kinerja Kognitif

Perkembangan Kinerja Kognitif –  Piaget  melihat perkembangan kognitif  sejak masa bayi hingga akhir masa remaja ditandai oleh adanya perubahan kualitas dalam struktur pengetahuan seseorang. Teori ini berkaitan dengan maturasi atau kemasakan. Mekanisme perubahan kualitas kognitif seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara kondisi internal dan faktor lingkungan. Lingkungan yang mempengaruhi individu     bukan

 

 

 

 

 

 

 

berarti individu pasif saja namun individu tetap aktif  menyusun realitasnya. Struktur kognitif anak dimulai dengan mengkomposisikan suatu rangkaian skema-skema sebagai pola berperilaku dan bertindaknya. Skema merupakan pola dari action; organisasi terhadap action. Skema memungkinkan bayi dapat membentuk perilaku misalnya menggenggam, mengenyut jari, dan lain-lain. Dengan adanya pengalaman, skema  dapat  berubah  dan  berkembang  untuk  memahami                                            operasi  suatu  “hal”. Sesuatu hal ini pada masa remaja nanti akan berubah menjadi “pikiran” itu sendiri (Small, 1990; Santrock, 1998).

Piaget (Turner & Helms, 1991; Carlson & Buskist, 1997) memandang perkembangan kognitif sebagai proses pembentukan representasi internal mengenai dunia luar. Piaget memfokuskan pada perkembangan skema, proses asimilasi dan akomodasi,  serta  penalaran  abstrak.                     Piaget  (dalam  Small,  1990;         Solso,  1997) menjelaskan  fungsi  faktor  biologis  yang  mempengaruhi  perkembangan  kognitif adalah  adaptasi  dan  organisasi.  Adaptasi  memiliki  dua  komponen  proses              yaitu akomodasi dan asimilasi. Baik perilaku maupun berpikir melibatkan kedua proses ini.                 Asimilasi     merupakan       upaya         individu     untuk            menyesuaikan       diri      dengan lingkungan dengan cara menyatukan atau mengumpulkan skema-skema yang sudah ada sebagai bekal untuk bertindak atau berpikir. Akomodasi merupakan proses memodifikasi skema-skema yang ada dari suatu objek. Organisasi  mengatur skema untuk menuju atau meningkatkan hubungan satu hal dengan hal lain atau satu relaitas dengan realitas lain sehingga menjadi   lebih komplek. Melalui proses adaptasi dan organisasi dari skema, anak-anak aktif membentuk struktur kognitifnya sehingga pemahaman terhadap dunia menjadi lebih baik.

 

 

 

 

 

 

 

Ahli yang lain Vigotsky (Carlson & Buskist, 1997) menekankan pentingnya bahasa untuk perkembangan kemampuan problem solving, membuat keputusan, dan membentuk perencanaan. Anak-anak tidak hanya mengenal   dunia sebagai sesuatu yang kosong, pelajaran mereka sangat dipengaruhi oleh konteks budaya. Anak-anak mendengar orang lain mengatakan tentang dunia atau lingkungan dan          bagaimana mereka berinteraksi dengan aspek fisik dunia. Orang tua, guru, teman, orang lain membantu anak menguasai bahasa untuk mengenal dunia. Bahasa merupakan dasar bagi perkembangan intelektual, termasuk kemampuan mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan merencanakan.

Piaget memandang perkembangan kognitif tidak hanya bertambahnya jumlah pengetahuan anak, tetapi juga terjadi perubahan struktur kognitif anak seiring dengan bertambahnya      usia.     Berikut       adalah         perubahan           struktur  kognitif        sebagai perkembangan kognitif dengan melalui empat tahap perubahan kualitas besar, yaitu : i)    Sensorimotor, merupakan tahap yang dimiliki oleh bayi lahir hingga usia 18 atau

24 bulan. Pada periode ini berkembang skema sensorimotor dan persepsi untuk membentuk skema perilaku motorik. Mereka mengetahui bahwa perilaku berkait dengan objek. Alat indera berkembang dan mulai berfungsi untuk mengenal lingkungan. Selain itu juga mulai berkembang kemampuan mengingat, membuat kategorisasi, dan permanensi objek.    Hal-hal yang diingat adalah karakteristik suatu stimulus sehingga dapat membedakan beberapa stimulus. Kategorisasi adalah kemampuan memilah informasi terhadap pengalaman perseptual mereka sehingga informasi tidak bercampur aduk.

 

 

 

 

 

 

 

ii)    Praoperasional, dari usia dua hingga tujuh atau delapan tahun. Anak memiliki representasi mental terhadap objek,   mereka mengetahui bahwa perilaku dapat tidak  terkait  dengan  objek.  Pada  tahap  ini  area  di  otak  misalnya  pusat pendengaran dan bahasa harus matang untuk dasar proses berpikir termasuk pemahaman bahasa, membayangkan, berpikir intuitif dan lain-lain.

iii)  Operasional kongkrit,  yaitu  pada  usia  11  atau  12  tahun,  yang  ditandai  oleh perkembangan dari sistem operasi mental yaitu anak dapat memahami tentang objek dan bagaimana memanipulasinya. Terjadi kemasakan lebih lanjut dari korteks serebral sehingga anak memliki ketrampilan kognitif. Anak-anak menyadari    sudut    pandang    orang     lain    dan    meningkatkan     ketrampilan interpersonalnya.

iv)  Tahap akhir adalah operasional formal, remaja memiliki struktur kognitif yang memampukan      mereka                          untuk       berpikir                 tentang    mereka.    Mereka    mampu memanipulasi dan menalar tentang diri mereka dan dunianya. Otak sudah matang sehingga mampu membuat penalaran ilmah, berpikir logis, dan berpikir abstrak.

Menurut   Piaget berpikir formal ditandai oleh adanya kemampuan berpikir abstrak, idealis, dan logis. Remaja akan mampu berpikir lebih abstrak dibanding tahap operasional konkrit yang dimiliki anak-anak. Remaja berpikir mengenai apa yang mungkin dapat terjadi yaitu tentang idealnya, baik mengenai diri mereka, orang lain, maupun dunia yang lebih luas. Secara logika, remaja berpikir selayaknya ilmuwan, yaitu mulai membuat rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji pemecahannya. Piaget menyebut kemampuan berpikir logis ini sebagai berpikir hypothetical-deductive reasoning (Santrock, 1998).

 

 

 

 

 

 

 

Pada tahap operasional formal remaja dapat berpikir tentang kemungkinan yang terjadi  bukan lagi hanya pada apa yang terjadi  dalam situasi kongkrit. Mereka dapat membayangkan berbagai kemungkinan sehingga dapat membuat hipotesis. Dengan kemampuan intelektual seperti itu membuat remaja mampu memikirkan tentang masalah moral dan rencana masa depan mereka. Mereka mampu membuat hipotesa dan penalaran deduktif, membuat eksperimen kecil untuk menguji hipotesanya. Semua proses menalar yang sistematis ini dapat dioperasikan untuk menghadapi masalah, mengintegrasikan bahan-bahan yang sudah dipelajari dan membuat rencana untuk masa depan (Papalia, 1986).

Menurut  Ginsburg  &  Opper  (dalam  Mussen,  1990),  anak  usia  12  tahun hingga masa dewasanya akan mampu menggunakan berbagai variasi operasi kognitif dan  membuat  strategi  dalam  problem  solving,  mampu  menggunakan  penalaran secara fleksibel dan luas, dan mampu melihat dari berbagai sudut pandang atau perspektif.  Pada                                                               berpikir  operasional  formal,  operasi                                mental  diorganisasikan menuju ke higher-order operations. Higher-order operations merupakan suatu cara menggunakan aturan yang bersifat abstrak untuk memecahkan masalah dan bersifat satu kesatuan dengan masalahnya.

Menurut    Piaget    (dalam     Papalia,    1986)    terdapat    dua    faktor    yang mempengaruhi kematangan kognitif pada remaja, yaitu adanya lingkungan sosial yang memberikan kesempatan untuk bereksperimen dan semakin masaknya struktur otak remaja. Hal ini menunjukkan walaupun secara neural otak mereka mengalami kemasakan  ke  arah  berpikir  rasional  namun  jika  lingkungan    tidak  memberikan

 

pendidikan dan budaya yang memadai maka remaja tidak akan sampai pada taraf kognitif tertinggi (operasional formal).

Share