Andaikan Umat Islam Kaya Ilmu

Perintah mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, bagi umat Iislam adalah sudah sangat jelas sekali.  Ayat yang pertama kali turun di dalam al Qurán  adalah  perintah membaca. Demikian pula di antara asmaul husna yang pertama kali disebut adalah al kholiq, yang artinya adalah  Yang Maha Pencipta.  Lagi pula, tugas kerasulan yang  juga disebut pertama kali adalah tilawah.

  Jika penyebutan urutan pertama itu sebagai pertanda atau dapat dimaknai sebagai sesuatu yang amat  penting, maka  betapa pentingnya posisi ilmu dalam Islam. Begitu juga, demikian jelas ayat al Qurán dan hadits nabi tentang perintahkan agar mengembangkan ilmu pengetahuan. Sampai-sampai dinyatakan bahwa orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diberikan derajat lebih tinggi. Dalam hadits nabi juga dikatakan bahwa mencari ilmu itu wajib hukumnya atas kaum muslimin dan muslimat. Masih dalam hadits nabi juga,  diserukan agar mencari ilmu sekalipoun hingga negeri Cina.     Namun dalam realitasnya, umat Islam  masih tertinggal dalam hal mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal itu bisa ditunjukkan dari kenyataan bahwa masih sangat sedikit  jumlah cendekiawan muslim yang berhasil mendapatkan hadiah nobel misalnya. Umat Islam belum berhasil memiliki pusat-pusat penelitian yang bisa diandalkan dan berhasil  mengalahkan apa yang telah diraih oleh umat lainnya. Akibatnya, umat Islam belum disebut sebagai pihak yang telah berhasil meraih kemajuan.   Sementara ibi, umat Islam masih disibukkan oleh persoalan yang terkait dengan kegiatan  ritual,  yang semestinya sudah lama terselesaikan. Bukannya kegiatan tersebut tidak penting. Tentu sangat perlu. Akan tetapi terlalu tenggelam pada persoalan ritual, lalu mengabaikan persoalan ilmu, juga kurang tepat. Perintah menjalankan ritual, semestinya segera saja dijalankan, dan tidak perlu diperdebatkan dalam waktu berkepanjangan. Berdebat tentang persoalan  ritual tidak akan ditemukan mana yang paling benar dan diterima ibadahnya.     Kesibukan dalam memperdebatkan persoalan ritual, menjadikan Islam seolah-olah hanya menyangkut tentang itu.  Sebagai akibat lainnya, maka  umat Islam tidak  menyediakan  kesempatan yang cukup untuk  berpikir tentang pengembangan ilmu pengetahuan. Sekalipun ada  petunjuk yang mengatakan bahwa ilmu lebih penting dari  ritual, ——sekalipun keduanya tidak boleh ditinggalkan,  maka tetap saja kegiatan keilmuan dikalahkan. Padahal sebenarnya ilmu pengetahuan adalah  sebagai pintu atau jendela dalam mengembangkan berbagai aspek kehidupan. Akan tetapi pintu itu belum  dibuka lebar-lebar.   Sebagai akibat ketertinggalan di dalam pengembangan ilmu, maka umat Islam juga  tertinggal dari umat lain dalam berbagai bidang, baik teknologi, ekonomi, sosial dan juga lainnya. Selama ini sering disebut umat Islam masih banyak yang terbelakang, miskin, dan juga mengalami kebodohan. Belum banyak yang bisa dibanggakan oleh umat Islam, kecuali dari aspek yang bersifat ritual itu.   Berawal dari ketertinggalannya di bidang ilmu pengetahuan, umat Islam  menjadi  kalah dari umat lainnya. Umat Islam belum berhasil menjadi guru, tempat bertanya dan atau tujuan orang mencari ilmu, melainkan masih saja secara terus menerus menjadi murid. Padahal, sejak awal umat Islam melalui ajaran Islam  telah diperkenalkan atau diiangatkan tentang betapa pentingnya ilmu pengetahuan.   Sekalipun dalam keadaan seperti itu, para tokoh atau cendekiawannya masih saja sibuk berdebat tentang kegiatan ritual. Mereka masih  merasa penting untuk  berselisih kapan memulai puasa, hari raya, di mana harus shalat Id, ——-di masjd atau di lapangan, dan seterusnya. Bahkan sekalipun tempat wukuf itu di Arofah, di Saudi Arabia, tokoh Islam di Indonesia ikut menentukan waktunya. Sehingga terasa aneh, pernah dirjadi wukuf di Indonesia berbeda waktunya dengan wukuf di Arafah  sekalipun orang yang sedang di Indonesia tidak wukuf.     Perbedaan dalam soal ritual yang semula sebenarnya terjadi hanya di kalangan tokoh itu berakibat luas. Perbedaan itu melahirkan kelompok-kelompok sosial yang kadang membawa pengaruh yang luas. Ternyata dengan demikian itu, para tokoh Islam masih tega meyaksikan umatnya mengalami kebingungan dan akhirnya bercerai berai dari sebab-sebab yang bersifat sederhana, katimbang memikirkan hal-hal yang mendasar dan mendesak.   Umpama peringatan al Qurán dan hadits nabi tentang pentingnya ilmu pengetahuahn itu, melahirkan etos pengembangan keilmuan, hingga melahirkan pusat-pusat kajian, penelitian, universitas-universitas yang maju dan berwibawa, maka Islam akan diikuti oleh siapapun yang ingin meraih kemajuan di dunia dan keselamatan di akherat. Islam akan dipandang oleh siapapun bisa menjawab berbagai persoalan hidup. Dan  seharusnya, adalah memang demikian.   Namun akhir-akhir ini muncul  gejala baru yang menggembirakan. Misalnya,  semakin banyak orang  mempelajari al Qurán, dan bahkan juga di kampus-kampus perguruan tinggi. Semoga semua itu menandai bangkitnya kembali umat Islam yang sudah beberapa abad lamanya mengalami masa surut.  Fenomena lainnya, yaitu semakin banyak orang  melihat agama dan ilmu sebagai sesuatu yang utuh dan tidak dipisah-pisahkan.  Mudah-mudahan, semua itu menjadi pertanda Islam benar-benar bangkit kembali,  dimulai dari gerakan  memperkaya ilmu, dan lebih menggembirakan lagi,    kebangkitan itu tumbuh dari Indonesia. Wallahu a’lam.          

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share