Dalam tubuh manusia ada bagian penting yang justru sangat menentukan terhadap perilaku seseorang, ialah hati. Manakala hati itu sehat, maka menjadi baiklah seseorang. Sebaliknya, bila hati sedang sakit, maka tidak saja membahayakan terhadap dirinya sendiri, tetapi juga orang lain. Hati yang sedang sakit sedemikian membahayakan.
Seseorang yang sedang sakit kaki, tangan, perut, atau apalah lainnya lagi, asal bukan hatinya, tidak terlalu membahayakan kecuali pada diri yang bersangkutan. Seorang yang terkena sakit stroke sekalipun, bisa diobati. Penderitaan itu hanya dirasakan oleh yang bersangkutan. Sedangkan orang lain, paling-paling hanya dibikin sibuk menolongnya. Orang yang berpenyakit hati, yaitu misalnya iri, dengki, hasut, marah, berprasangka buruk dan sejenisnya, adalah sangat berbahaya terhadap orang lain. Penyakit itu tidak kelihatan. Bahkan bisa disembunyikan, atau berpura-pura sehat. Oleh karena penyakit itu bisa disembunyikan, maka bisa jadi, orang lain tidak mengerti bahwa seseorang sedang sakit. Penyakit yang membahayakan seperti itu tidak ada penyembuhnya, kecuali dirinya sendiri. Kalaupun ada dokter ahli penyakit hati misalnya, maka yang dimaksud adalah hati dalam pengertian fisiknya. Misalnya penyakit kangker hati. Tetapi, hati dalam pengertian sumber kekuatan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang, tidak akan ada rumah sakit yang bisa menyembuhkannya. Namun ada lirik yang sangat popular, menjelaskan tentang “tombo ati” atau obat hati yang sedang sakit, yaitu membaca al Qurán sambil menghayati maknanya, shalat malam, memperbanyak ingat Allah, mengurangi makan, dan berteman dengan orang-orang shaleh. Itu semua hanya bisa dilakukan oleh orang yang bersangkutan, dan tidak akan bisa diwakilkan. Orang yang hatinya sedang sakit akan merasa senang tatkala orang lain, terutama yang dianggap sebagai musuhnya, menderita dan bahkan musnah. Keindahan baginya adalah tatkala orang lain yang dianggap musuh menjadi menderita. Sebaliknya, ia akan bertambah sakit hati manakala orang lain, apalagi orang-orang yang dibencinya, mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, yang dipikirkan oleh orang yang hatinya sedang sakit adalah, bagaimana orang lain menjadi menderita dan bahkan suatu ketika musnah. Para teroris, termasuk pengebom di masjid Mapolres Cirebon hari Jumát tanggal 15 April 2011 yang lalu, siapapun orangnya, identitasnya, kelompoknya, tempat tinggalnya, alirannya, adalah orang yang hatinya sedang sakit. Mereka ingin mendapatkan kepuasan dari apa yang dilakukannya itu, dengan cara menghilangkan nyawa orang lain, sekalipun dirinya sendiri juga harus mati. Itulah sesungguhnya penyakit hati, sedemikian dahsyat bahayanya. Memusnahkan orang lain dijadikan target dan sasarannya. Mereka ingin mendapatkan kepuasan dari menderitakan terhadap orang lain. Mereka ingin menang dari mengalahkan dan bahkan memusnahkan orang lain, dengan cara dan apapun resikonya. Seseorang yang sedang sakit hati, dalam skala kecil juga bisa melakukan teror terhadap siapapun. Misalnya, seorang suami yang sedang sakit hati meneror isterinya, isteri meneror suaminya, seorang bawahan meneror atasannya, dan bahkan bisa jadi sebaliknya, atasan meneror bawahannya. Teroris sebenarnya ada di mana-mana, sebab penyikit hati juga bisa diderita oleh siapapun dan di manapun. Hal yang membedakan hanya skala kekuatannya. Oleh karena yang dianggap musuh cukup besar, dan kebetulan mereka memiliki biaya membuat bom, dan apalagi juga jaringan yang kuat, maka teror yang dilakukan menggunakan bom. Islam mengajak kepada jalan keselamatan, kedamaian, dan saling menyayangi antar sesama. Demikian pula, Islam menjauhkan orang-orang dari penyakit dengki, iri hati, hasut, suudhon, permusuhan, dan lain-lain. Agama yang dibawa oleh Muhammad saw., mengajak ummatnya agar hidup sehat, bersih, peduli dan toleran terhadap sesama. Oleh karena itu maka siapa saja, seharusnya menghindari dari melakukan sesuatu yang menyebabkan hati seseorang jatuh sakit. Para elite atau tokoh, tatkala membuat statemen, mestinya memperhatikan dampak sosialnya secara luas dan mendalam. Para birokrat dan juga anggota parlemen dalam memutuskan sesuatu tidak menyebabkan pihak-pihak tertentu, hatinya menjadi sakit. Bahkan tidak terkecuali media massa juga dituntut hal yang sama. Kehati-hatian seperti itu, secara langsung atau tidak langsung akan mencegah berkembangnya teroris. Sebab para teroris itu pada hakekatnya adalah orang-orang yang terlahir dari situasi tertentu. Para teroris dan bahkan semua orang dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci. Maka lingkunganlah yang sebenarnya menjadikan pribadi seseorang terbentuk. Kita tidak ingin bangsa ini melahirkan orang-orang yang hatinya selalu sakit, bahkan sementara menjadi teroris yang membahayakan bagi semua orang. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang