Harta selalu dianggap penting oleh siapapun. Seseorang   tidak akan bisa mencukupi kebutuhannya tanpa memiliki harta. Islam juga memberikan tuntutan terhadap harta. Harta harus dicari dengan cara-cara yang baik dan dibolehkan.  Pada harta seseorang terdapat hak bagi orang  lain. Maka dalam Islam terdapat konsep seperti zakat, infaq dan shadaqah. Â
Selain itu, Islam memberikan tuntunan dalam mencari harta. Harta harus dicari dengan cara bekerja  dan tidak boleh mendapatkannya  hanya dengan cara meminta-minta. Harta harus dipilih, yaitu yang halal dan baik, dan syukur kalau hingga membawa berkah. Harta tidak boleh diperoleh dari hasil mencuri, merampok, merebut yang bukan haknya dan juga melalui korupsi.  Dalam Islam, terkait  harta,  harus dipertanggung jawabkan tentang dari mana diperoleh, bagaimana memperolehnya dan untuk apa harta itu digunakan. Selain itu, juga masih dipertanyakan, apakah dari harta yang diperoleh itu sudah diberikan hak-hak bagi orang lain.  Berbagai orang berbeda-beda dalam memaknai harta. Pertama, harta dimaknai sebatas sebagai bekal hidup. Sebagai bekal, maka harus mencukupi,  tetapi tidak perlu berlebihan hingga memberatkan. Seorang musafir selalu memerlukan bekal, tetapi bekal itu tidak perlu malah menganggu perjalanannya. Tidak boleh berkurangan  tetapi juga perlu menghindari berkelebihan.  Cara melihat harta seperti itu banyak ditemui  di mana-mana. Berkali-kali,  saya ketemu orang yang berpandangan seperti itu. Mereka mencari rizki hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama keluarganmya. Seorang sopir taksi misalnya, mengaku setiap datang waktu shalat, ——jika kebetulan tidak membawa  penumpang, segera ke masjid untuk memenuhi panggilan adzan. Memenuhi panggilan adzan oleh mereka dipandang lebih penting daripada mengejar-ngejar uang yang tidak menentu didapat dan kegunaannya. Seorang sopir taksi tersebut juga mengaku bahwa,  manakala pendapatannya di hari itu dianggap sudah cukup, maka  segera berhenti dan istirahat. Bekal hidupnya hari itu sudah mencukupi, baik untuk memenuhi kebutuhan hari itu,  dan sekedarnya menambah tabungan untuk hari esuk. Mereka berpedoman pada pandangan, bahwa ada hari ada rizki, ada laut ada ombak. Artinya, orang tidak perlu khawatir tentang kehidupan di hari esuk, asalkan mau bekerja, maka rizki selalu datang. Orang seperti ini memandang harta hanya sebagai bekal hidup. Kedua, harta dianggap sebagai bagian dari harga dirinya. Oleh karena itu maka mereka akan mencari harta sebanyak-banyaknya. Mereka merasa akan dihargai oleh orang lain karena hartanya itu. Maka harta menjadi segala-galanya. Mereka mencari dan membela hartanya sama dengan membela dirinya dan bahkan melebihi.  Orang seperti itu, dalam memutuskan sesuatu selalu mempertimbangkan harta kekayaan yang akan diperoleh. Mencari ilmu, mendapatkan jabatan, dan bahkan mencari pasangan hidup, maka faktor penting yang harus dipertimbangannya adalah terkait dengan kekayaan. Mereka bersekolah agar kelak menjadi orang kaya, maka  memilih bidsang ilmu yang mendatangkan kekayaan. Jabatan harus dipilih bagian-bagian yang basah. Demikian pula tatklala mau menikah, mencari orang yang kaya. Ketiga, harta dipandang  sebagai sarana perjuangannya. Sebenarnya pandangan ini mirip dengan makna yang pertama. Bedanya, tatkala harta dijadikan bekal perjuangan, maka disesuaikan kebutuhan perjuangannya. Orang-orang yang menyukai berjuang,  misalnya di bidang  pendidikan, pergerakan sosial dan lain-lain, maka memerlukan sumber-sumber pendanaan yang mencukupi. Bagi mereka itu harta dianggap sebagai instrument atau sarana perjuangan.  Keempat, harta kekayaan sebagai kecintaannya. Mereka ini menganggap bahwa harta adalah segala-galanya yang sangat dicintai. Mereka mau berkorban untuk mendapatkan dan mempertahankan harta kekayaannya. Siang dan malam tanpa henti, sehari-hari  mereka bekerja mencari harta, sekalipun  tanpa mengetahui   kegunaan sebenarnya harta itu kelak. Bagi mereka itu, yang penting hartanya banyak,  dan disebut sebagai orang kaya.     Orang-orang seperti ini biasanya sangat gigih mencari peluang-peluang di mana saja untuk mendapatkannya. Jika mereka berdagang, maka tidak merasa salah usahanya mematikan kehidupan orang lain. Kalau mereka menjadi pejabat juga tidak merasa dosa melakukan korupsi dan atau kolosi sekalipun merugikan rakyat. Rasa malunya hilang oleh karena kecintaannya terhadap harta itu. Orang yang terlalu mencintai harta  dan kekuasaan merasa tidak salah, sekalipun keputusannya   mengorbankan hubungan-hubungan silaturrahmi sesama teman seperjuangannya. Mereka menempatkan harta dan kekuasaan melebihi sekedar pertemanan dan atau persaudaraan. Orang seperti ini juga menganggap harta dan bahkan kekuasaan adalah segala-galanya, oleh karena itu harus diperebutkan dengan cara apapun. Kelima,  harta dianggap sebagai pengganggu dalam kehidupannya. Rasanya aneh, di tengah-tengah banyak orang mengejar-ngejar harta, masih ada orang yang menganggap bahwa harta adalah pengganggu hidupnya. Orang-orang sufi yang selalu memperkaya kehidupan spiritualnya untuk mendekatkan diri pada Tuhan, maka  harta dianggap sebagai pengganggu hidupnya. Mereka sengaja hidup dengan kesederhanaannya. Kesederhanaan  justru dianggap sebagai kelebihannya.  Selain itu, ——-sudah barang tentu, masih banyak  makna lainnya. Masing-masing kita ada di antara posisi yang disebutkan  itu,  atau bahkan lainnya. Tetapi apapun, bahwa harta  kekayaan memang penting bagi  kehidupan ini. Namun yang semestinya dihindari adalah terlalu mencintainya hingga menghalalkan segala cara, seperti melakukan korupsi, manipulasi dan lainnya yang tidak terpuji. Selain itu, sebagai pesan penting dari  tulisan ini adalah bahwa,  hendaknya dihindari memutus sillaturrahmi,  hanya sebatas  untuk mendapatkan  harta dan kekuasaan. Menjaga tali sillaturrahmi harus dipandang  sebagai segala-galanya.  Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang