Menangis, Tertawa, Dosa, Dan Dzikir

Tatkala mengikuti dzikir bersama di kampus beberapa waktu yang lalu, saya menyaksikan banyak orang yang  hadir menangis. Sambil berdzikir, mereka tampak tersedu-sedu, mengeluarkan air mata,  menangis.  Saya yakin apa yang mereka alami itu tidak dibuat-buat.

  Mereka menangis, mungkin  karena benar-benar menghayati kalimat-kalimat dzikir yang dibacanya. Pada saat itu, dengan bersama-sama mengucapkan kalimat-kalimat yang mulia, berhasil menghayati kehidupan yang sebenarnya. Kenikmatan, rasa syukur, dosa, kebersamaan,  dan lain-lain terasakan semuanya. Itulah kiranya yang menjadikan mereka menangis.   Selain itu, mereka menangis, bisa jadi juga karena terharu. Dalam dzikir itu, semua orang mengucapkan kata atau kalimat yang sama. Yang terbayang pada saat  dzikir itu bukan lagi pekerjaan, tugas, anak, orang tua, saudara, tetapi adalah Tuhan, kehidupan yang sebenarnya, dan juga hari kemudian.   Kebersamaan dalam suasana rukun, damai, dan perasaan kebersamaan,  mendatangkan kebahagiaan dan kenikmatan.  Suasana itu justru menjadikan mereka menangis. Berdzikir memang bisa saja dilakukan sendiri-sendiri di rumah atau di tempat ibadah. Tetapi keadaan  seperti itu belum tentu berhasil mendatangkan suasana, hingga  yang bersangkutan bisa menangis. Berdzikir yang dilakukan sendirian, ——sekalipun juga harus dilakukan,    bagi sementara orang,  sulit  berkonsentrasi terhadap apa yang sedang diucapkannya.        Mengikuti dan menyaksikan banyak orang menangis itu,  maka terbayang pada pikiran saya, pada beberapa hal. Pertama, sebatas agar bisa menangis, ternyata tidak mudah.  Agar  seseorang bisa menangis, maka membutuhkan suasana tersendiri. Mengucapkan kata atau kalimat yang indah secara bersama-sama, ternyata bisa  menghadirkan suasana haru, gembira, nikmat, bahagia, hingga  bisa menjadikan orang menangis.       Kedua, saya juga menangkap bahwa ternyata semakin bertambah umur, sekalipun dosannya semakin banyak, kebanyakan orang semakin tidak pintar menangis. Sementara anak kecil,  sekalipun dosanya belum banyak, tanpa sebab, mereka  mudah sekali menangis. Sebaliknya,   semakin banyak umur dan juga dosanya semakin bertambah banyak,  ternyata aneh, tertawanya semakin banyak,  dan justru semakin tidak pernah   menangis.   Ketiga,  dengan bertambahnya umur, kematian semakin dekat, dosa semakin banyak, dan amal terasa masih sedikit, seharusnya orang semakin banyak menangis, tetapi  ternyata sebaliknya, yaitu justru semakin banyak tertawa. Dzikir bersama selalu akan  mengingatkan  terhadap makna kehidupan yang sebenarnya itu.   Akhirnya, jika direnungkan secara mendalam, berdzikir bersama-sama  memang banyak sekali manfaatnya. Secara dhohir saja, para peserta dzikir bisa saling bersilaturrahmi, membangun kebersamaan, dan menumbuhkan penghayatan terhadap kehidupan yang sebenarnya. Selain itu, masih ada lagi manfaat yang bisa dicatat dari dzikir bersama, yaitu  sebagai kesempatan berlatih  menangis tatkala merasa banyak kesalahan dan  dosa, dan tidak sebaliknya,  justru tertawa-tawa. Wallahu a’lam.  

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share