Mengikuti Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama

Setiap tahun kementerian agama selalu menyelenggarakan rapat kerja nasional. Kegiatan itu kiranya juga dilakukan oleh semua kementerian lainnya. Rapat kerja rupanya dianghgap  sebagai semacam bagian dari ritual birokrasi. Oleh karenanya, kegiatan itu  harus diprogramkan dan diselenggarakan.

Selama saya menjabat sebagai pimpinan perguruan tinggi yang berada di bawah kementerian agama, yang telah saya jalani tidak kurang dari 14 tahun, selalu mengikuti kegiatan resmi itu. Dari mengikuti kegiatan itu, akan  berkesempatan untuk bertemu dengan seluruh pejabat di kementerian agama, baik  yang ada di pusat maupun yang ada di daerah. Tentu pertemuan seperti itu menjadi terasa penting, setidaknya  untuk bisa bersilaturrahmi dan mengenal pejabat kementerian agama dari seluruh Indonesia. Dalam rapat kerja nasional setingkat kementerian itu, biasanya yang diundang adalah para pejabat pusat eselon satu dan dua, para  kakanwil kementerian agama, para pimpinan perguruan tinggi agama, yaitu Rektor UIN, IAIN, IHDN, ketua STAIN, STAHN, STAKN dan STABN dari seluruh Indonesia. Pada pertemuan itu, semua yang diundang biasanya hadir. Kegiatan raker tersebut  dibuka dan diawali  sambutan menteri agama, penjelesan sekjen, masing-masing dirjen, irjen, dan beberapa pembicara yang dianggap  relevan dengan persoalan aktual yang dihadapi oleh kementerian agama. Sejak beberapa tahun  terakhir,  seingat saya,  selalu  mengundang  pejabat KPK, BPK, Bepenas, dan Kementerian pendidikan nasional. Pada rapat kerja nasional yang baru saja diselenggarakan pada tanggal 12 sampai 14 Mei 2011 yang lalu, juga  mengundang pimpinan KPK dan BPK. Rupanya dua instansi yang terkait erat dengan pelaksanaan anggaran tersebut, pada setiap tahunnya tidak pernah ditinggal, sekalipun yang dibicarakan dari tahun  ketahun selalu sama, yaitu agar pengelolaan anggaran di masing-masing satuan kerja dijalankan dengan penuh disiplin, tanggung jawab,  dan tidak boleh sedikitpun disimpangkan. Sesungguhnya banyak hal menarik yang saya dapatkan dari mengikuti rapat kerja tersebut. Akan tetapi dari sekian banyak hal itu,  yang selalu  saya rasakan sebagai sesuatu yang menggelisahkan adalah tentang birokrasi pemerintah yang harus dijalankan secara kaku bagaikan mesin itu.  Keadaan seperti itu rupanya  tidak saja diberlakukan  di kementerian agama, tetapi juga di semua kementerian lainnya. Oleh karena birokrasi pemerintah harus dijalankan secara formal, tertib,  dan disiplin, maka birokrasi pemerintah justru berbiaya mahal, lambat,  dan  sulit mengalami kemajuan. Biaya mahal terjadi karena proses transaksi harus mengikuti aturan  baku, sementara pasar selalu berjalan secara cerdas, fleksibel, dan bebas karena untuk  mendapatkan keutungan yang sebesar-besarnya. Maka akibatnya bisa dengan mudah dibayangkan, jika dua kepentingan  yang masing-masing menggunakan paradigma berbeda, maka pihak yang cerdaslah yang teruntungkan dan begitu juga sebaliknya.Contoh sederhana yang sangat mudah dipahami, jika terjadi dua belah pihak bersabung, —–gulat, silat, atau bertinju,  yang satu  ingin bermain  cantik dan indah, sementara pihak lawannya ingin memenangkan pertandingan, maka   pemain yang   berorientasi agar disebut sebagai pemain cantik dan indah, dalam waktu singkat akan jatuh dan kalah. Pemain yang berorientasi untuk mendapatkan kemenangan akan menggunakan  tatktik dan strategi,  serta  kecerdasannya. Sementara yang ingin berpenampilkan indah dan cantik, sehingga tidak mau segera memukul dan bahkan selalu mengingat tata tertib permainan, maka  ia akan  segera dipukul jatuh  dan kalah.Birokrasi pemerintah yang berorientasi seperti itu, maka di mana-mana sangat sedikit yang mengalami kemajuan.  Penampilan  kantor-kantor pemerintah dan bahkan kinerja PNS, biasanya  kalah bilamana dibandingkan dengan kantor dan pegawai perusahaan swasta.   Contoh yang paling mudah, dan bisa dilihat di mana-mana adalah angkutan umum yang dikelola oleh pemerintah seperti bus, kereta api, dan lain-lain, maka kualitas pelayanannya tidak seunggul dibanding yang  dikelola oleh swasta. Ada sedikit contoh pelayanan pemerintah yang dianggap bagus, ——sekalipun kadang masih dikritik, adalah pelayanan haji. Memang dibanding dengan pelayanan yang diberikan oleh swasta yang disebut haji plus,  masih kalah, namun biaya yang dipungut oleh pemerintah jauh lebih murah. Demikian pula, beberapa lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, terdapat bebereapa yang maju dan berkualitas, tetapi  kalau diteliti secara mendalam, kemajuan itu bukan karena kekuatan birokrasinya, melainkan oleh karena di lembaga itu terdapat orang-orang yang memiliki jiwa maju,  karena berhasil mengembangkan apa yang disebut sebagai ruhul jihad. Dalam kesempatan rapat kerja nasional  tersebut, saya menawarkan konsep kepada pembicara dari BPK dan juga KPK,  bahwa untuk meningkatkan kualitas, inovasi birokrasi pemerintah, dan bahkan sekaligus  menghindari penyimpangan,  perlu dikembangkan entrepreneur birokrasi. Melalui konsep itu, para pejabat diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mencari pendekatan pelayanan yang lebih fleksibel dan efisien, namun  ternyata dijawab  bahwa konsep tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan. Birokrasi pemerintah, kata pejabat BPK yang hadir dan memberikan materi tersebut,   harus dijalankan  secara disiplin dan  tertib, sekalipun  dianggap kaku dan berbiaya mahal.Memperhatikan birokrasi pemerintah seperti itu, maka saya membayangkan bahwa terlalu berharap agar problem-problem bangsa, seperti kemiskinan,  pengangguran, pendidikan yang masih berkualitas rendah, dan lain-lain, bisa segera diatasi  akan  sia-sia. Bahkan sebenarnya birokrasi yang bernuansa kaku, formal, dan berbiaya mahal tersebut, justru sangat rentan terjadinya penyimpangan, termasuk korupsi.  Menurut hemat saya, bahwa korupsi di mana-mana masih selalu terjadi dan sangat sulit diberantas itu, sebenarnya adalah  oleh karena korupsi  merupakan  anak kandung birokrasi yang kaku itu. Wallahu a’lam.     

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share