Tatkala banyak orang memperbincangkan pendidikan, kiranya tepat merenungkan kembali apa yang dilakukan oleh Nabi terkait dengan hal itu. Kita pahami bahwa rasulullah sesungguhnya bertugas membawa misi pendidikan. Muhammad saw., pada hakekatnya adalah seorang pendidik paripurna. Tugas itu telah ditunaikan, dan ternyata berhasil dengan gemilang. Masyarakt Arab yang ketika itu dikenal berada pada zaman kegelapan hanya dalam waktu 23 tahun berubah total menjadi masyarakat yang damai dan beradap. Bahkan, kota Madinah sebagai basis Nabi Muhammad membentuk masyarakat utama, hingga saat ini budaya tersebut masih bisa dirasakan ketinggiannya
Banyak pemikir, ahli, dan tokoh pendidikan telah merumuskan konsep dan teori pendidikan, tetapi rupanya belum ada yang melampaui kualitasnya dibanding dengan konsep yang dijalankan oleh utusan Tuhan tersebut. Memang tidak pada tempatnya, membandingkan apa yang dilakukan oleh seorang rasul dengan karya manusia biasa. Apa yang dilakukan oleh Nabi adalah merupakan bimbingan dan petunjuk langsung dari Tuhan, dan oleh karena itu selalu benar. Berbeda dengan hasil karya Rasulullah, karya manusia biasa hanyalah merupakan hasil pemikiran yang bersifat relative dan terbatas. Tetapi betapapun, buah pemikiran manusia selalu diperlukan. Perjalanan sejarah dan juga kondisi obyektif yang berbeda dari kehidupan Nabi, selalu memerlukan adaptasi atau penyesuaian. Tidak mungkin misalnya, secara teknis pendidikan di Indonesia pada saat ini disamakan dengan pendidikan di Arab yang terjadi pada 1400 tahun yang lalu. Namun nilai-nilai pendidikan yang tinggi dan mulia harus tetap dipegangi, sekalipun teknis operasionalnya harus disesuaikan dengan kondisi obyektif yang terjadi pada saat ini. Ada beberapa praktek dan nilai-nilai pendidikan yang dijalankan oleh Muhammad saw., hingga berhasil mengubah masyarakat secara gemilang. Praktek dan niilai-nilai pendidikan itu bisa dilihat di al Qur’an maupun hadits Nabi. Di sana dijelaskan apa sesungguhnya yang dilakukan oleh Nabi dan bagaimana, utusan Allah itu menjalankannya. Dalam al Qur’an disebutkan bahwa tugas kerasulan itu meliputi sebagai berikut : tilawah, tazkiyah, taklim, dan hikmah. Ke empat tugas itu dapat dibaca dari ayat al Qur’an, surat Jum’ah yang berbunyi “ Huwalladzi ba’atsa fil ummiyyina rosulan minhum yatluu alaihim ayaatihi wa yuzakkihim wa yuallimuhumul kitaaba wal hikmata. Wa in kaanuu min qablu lafi dholaalin mubin Tugas pertama adalah membacakan ayat-ayat Allah, baik di langit maupun di bumi. Muhammad saw., mengajarkan tentang bagaimana memahami kehidupan ini, baik tentang dirinya, manusia dan alam serta seisinya. Tugas kedua, adalah mensucikan diri, yaitu tazkiyah. Agar selamat dan mendapatkan kebahagiaan dalam hidup, baik di dunia maupun di akherat, manusia harus membersihkan dirinya, pikirannya, hatinya, maupun badan atau raganya dari berbagai kotoran. Untuk membersihkan jiwa dan hatinya misalnya, manusia diajar selalu membangun komunikasi secara benar dengan Allah, manusia maupun alam semesta. Komunikasi dengan Allah dilakukan dengan kegiatan berbagai ritual, mulai dari selalu ingat pada Allah atau berdzikir, sholat lima waktu dan sunnahnya, puasa di bulan ramadhan, haji dan lain-lain. Sedangkan untuk menjaga kebersihan raganya, manusia dilarang mengkonsumsi makanan yang haram hukumnya. Tugas ke tiga adalah mengajarkan kitab suci, —– wa yuallimuhumul kitaaba. Nabi mengajarkan Al Qurán kepada umatnya secara terus menerus tanpa henti. Umatnya didekatkan dengan kitab yang dibawa dan diterima dari Allah melalui malaikat Jibril. Al Qurán dijadikan sebagai sumber inspirasi, petunjuk, pembeda antara yang benar dan yang bathil, atau yang baik dan yang buruk, sebagai penjelas tentang fenomena alam dan social, sebagai rahmat dan bahkan juga sebagai ashifa’ atau obat dari penyakit. Berpegang atau dengan panduan kitab suci, kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek dijalankan, baik yang terkait dengan kegiatan ritual, intelektual, social, maupun lainnya. Rasulullah juga mengajarkan tentang hikmah. Nilai-nilai luhur dan agung terkait dengan kemanusiaan diajarkan kepada manusia. Secara sederhana misalnya, dalam menyampaikan dakwah, hendaknya dilakukan secara hikmah. Tugas dakwah dan pendidikan tidak disampaikan secara paksa, melainkan dilakukan bertahap, disesuaikan dengan tingkat perkembangan pikiran orang yang harus diseru atau dididik. Tawanan perang tidak boleh dianiaya, tetapi malah ditugasi untuk mengajar ilmu yang bermanfaat yang dikuasanya. Harkat dan martabat manusia dihormati dan bahkan dijunjung tinggi. Akhlakul karimah selalu dikedepankan dalam berkomunikasi dengan siapapun. Dengan pendekatan dan strategi seperti itu, Rasulullah menjalankan misinya, yaitu melakukan perubahan masyarakat melalui pendidikan yang sempurna. Selanjutnya, seumpama cara-cara nabi itu berhasil dipahami, diterima, dan dijalankan oleh bangsa ini, maka masyarakat utama atau ideal yang dicita-citakan oleh bangsa ini sejak lama akan terwujud. Mengacu pada penjelasan al Qurán tentang misi Rasulullah, jika sekarang ini dikembangkan pendidikan ilmu dasar seperti biologi, fisika, kimia, matematika, sejarah, sosiologi, psikologi, dan budaya, maka kajian itu bisa dipandang sebagai instrument untuk bertilawah. Yaitu, membaca atau mengkaji terhadap fenomena alam dan social sekaligus. Pendidikan yang hanya sebatas menekankan pada aspek tilawah tentu belum mencukupi, sehingga masih harus disempurnakan dengan aspek lainnya, yaitu tazkiyah, taklim kitab suci. Bahkan para pendidik juga harus menyempurnakannya dengan memberikan latihan-latihan berpikir, bersikap, dan berbuat secara arif atau hikmah. Pendidikan dengan pendekatan prophetis, memang terasa lebih sempurna. Oleh karena itu pantas jika hasilnya lebih sempurna pula. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang