Peran Sosial Perguruan Tinggi Islam

Kehadiran Perguruan Tinggi Islam seharusnya bukan semata-mata dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang bernafaskan Islam, melainkan juga  untuk mengembangkan kehidupan masyarakat yang bernuansa Islam. Oleh karena itu, kampus seharusnya  diformat sedemikian rupa agar melahirkan kekuatan yang dapat  mempengaruhi  kehidupan masyarakat di sekitarnya. Seluruh yang terkait dengan kampus, apalagi warganya —–pimpinan, dosen, karyawan dan mahasiswanya harus menjadi uswah bagi kehidupan masyarakat, sehingga nuansa Islam terasakan secara maksimal.

    Sebagai kampus Islam,  wajah kampus yang terdiri atas gedung, masjid, ma’had, para dosen, karyawan, mahasiswa dan segala penataan prasarana dan sarana pendidikannya harus bersih, rapi dan indah. Lagi pula wilayah itu harus mencerminkan lingkungan yang diwarnai oleh nilai-nilai Islam. Wajah kampus harus tampak gagah, bersih, rapi, fungsional, dan selalu digunakan secara efektif dan efisien. Juga tidak terkecuali penghuninya harus menggambarkan sebagai orang yang beriman, suka beramal sholeh dan berakhlakul karimah.     Peran-peran tersebut harus dapat dilihat secara nyata pada kehidupan sehari-hari oleh warga masyarakat. Kehadiran para pimpinan, dosen dan karyawanan kampus, di tengah masyarakat  harus dapat dirasakan sebagai penyandang peran uswah hasanah. Lebih-lebih di Bulan Ramadhan seperti sekarang ini misalnya,  tidak boleh luput dari misi mulia ini, yakni melakukan peran sebagai uswah hasanah, menjadi pelopor dan pembimbing masyarakat dalam menjalankan ibadah wajib ini .      Agar peran itu dapat dilakukan secara maksimal, maka suasana rumah tangga pimpinan dan juga bahkan dosen dan karyawannya harus bisa dicontoh. Islam memandang begitu penting sholat berjama’ah misalnya, maka jika mencari tempat tinggal  harus memilih tempat yang strategis untuk mendukung peran-peran itu. Tidak mungkin, seorang rektor, dekan atau dosen bertempat tinggal di lingkungan yang tidak memungkinkan mereka menyelenggarakan sholat berjama’ah bersama masyarakat sekitarnya. Pejabat dan dosen perguruan tinggi Islam, selain seharusnya melakukan peran-peran formal di kampus, juga seyogyanya aktif melakukan peran-peran kepemimpinan informal di tengah-tengah masyarakat.     Seorang pimpinan dan dosen perguruan tinggi Islam tidak selayaknya absen dalam kegiatan sholat jama’ah di masjid, setidak-tidaknya pada sholat jama’ah subuh, maghrib dan isya’, di masjid. Bahkan sebagai pemimpin informal, mereka harus mampu melakukan peran-peran kepemimpinan ritual seperti imam sholat lima waktu, kegiatan membaca al Qur’an bersama, kajian-kajian pengetahuan agama di masjid pada setiap saat dan lain-lain. Gambaran saya seorang pimpinan perguruan tinggi Islam dan juga para dosen dan karyawan lembaga semisal UIN, harus selalu terlibat dan bahkan mengambil peran kepemimpinan keagamaan di mana mereka berdomisili.     Selain itu, tidak berlebih-lebihan manakala pimpinan dan para dosen perguruan tinggi Islam   sekaligus dikenal sebagai ulama’, dan karena itu perannya adalah sebagai pewaris para nabi. Pimpinan dan para dosen perguruan tinggi Islam dituntut perannya bukan semata-mata sebagai pelaksana tugas-tugas manajerial dan mengajar  di kampus, melainkan juga harus menunaikan peran-peran kepemimpinan masyarakat.     Warga  perguruan tinggi Islam  harus tampil sebagai uswah hasanah secara nyata di tengah-tengah masyarakat.  Oleh karena itu, tidak selayaknya mereka bertempat tinggal terpisah dari masyaraktnya, apalagi rumahnya dipasang  pembatas tembok tinggi yang menggambarkan bahwa lingkungan hidup keluarga mereka tidak aman. Keamanan pimpinan perguruan tinggi Islam, bukan terletak pada adanya  kekuatan fisik, melainkan oleh kharakter, akhlak dan atau perangai yang selalu terpuji, yaitu damai, sejuk dan selalu memberi manfaat bagi kehidupan di mana mereka tinggal.     Akhirnya dengan gambaran seperti itu, maka peran sosial perguruan tinggi Islam akan dapat diwujudkan. Perguruan tinggi Islam, tidak saja dituntut melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat sebagaimana perguruan tinggi pada umumnya, melainkan juga harus sekaligus sebagai kekuatan dakwah, yaitu sebagai  pemandu kehidupan masyarakat sehari-hari. Wallahu a’lam 

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Share