Akhir-akhir ini gencar diserukan tentang pentingnya pendidikan karakter. Sedemikian seriusnya persoalan itu, hingga Presiden dan para menteri, lebih khusus menteri agama dan menteri pendidikan dalam berbagai kesempatan menyerukan hal itu. Pendidikan karakter oleh banyak kalangan dipandang sangat mendesak dilakukan  bersama.
 Persoalannya adalah bagaimana pendidikan karakter itu dilakukan. Para agamawan, Islam misalnya, bahwa pendidikan karakter  harus dilakukan dengan menambah intensitas pendidikan agama. Dalam pelajaran agama Islam, disebutkan bahwa, di sana ada bagian yang disebut akhlak dan tasawwuf. Mereka menganggap dengan diberikannya pelajaran akhlak dan tasawwuf, maka karakter para siswa akan menjadi semakin baik.  Sementara yang lain, berpendapat bahwa perlu ditambah dan disusun mata pelajaran karakter atau budi pekerti.  Dengan pelajaran karakter atau budi pekerti itu, maka karakter para siswa akan menjadi lebih baik. Karakter bangsa semakin merosot dengan ditandai berbagai kasus yang menggelisahkan banyak orang seperti konflik, permusuhan, perusakan, kurang adanya saling menghargai antar sesama, pornografi dan seterusnya, dianggap karena tidak adanya pendidikan karakter.  Anggapan itu tidaklah sepenuhnya salah. Bahwa pendidikan akhlak dan tasawuf memang penting, demikian pula pelajaran karakter adalah  juga perlu. Tetapi sebenarnya, kesadaran berperilaku menjadi baik atau sebaliknya menjadi buruk, tidaklah harus lewat diajari tentang kebaikan, atau keburukan secara langsung. Orang mencuri atau korupsi tidak berarti bahwa yang bersangkutan tidak tahu bahwa tindakan itu adalah salah dan bahkan dianggap buruk. Mereka mengerti tentang semua itu.   Demikian juga orang yang pandai mencuri dan juga korupsi bukan karena  yang bersangkutan telah belajar sekian lama bagaimana melakukan  kejahatan itu. Mereka tidak pernah belajar mencuri dan juga berkorupsi, tetapi lika liku bagaimana mencuri dan korupsi dikuasai dengan sumpurna. Bahkan para pelaku sindikat korupsi tidak pernah belajar tentang itu. Dan, memang tidak ada sekolah khusus yang membuka pendidikan korupsi atau mencuri.  Lalu bagaimana watak mereka itu menjadi baik dan sebaliknya berubah menjadi buruk dan bahkan sangat buruk. Perilaku seseorang ternyata tidak bisa dipahami secara sedehana.  Seseorang  mencuri dan korupsi atau tidak,  bukan terletak karena bisa dan tidak bisa, tetapi adalah karena watak atau karakter. Orang yang sudah memiliki karakter buruk, maka akan mudah saja melakukan keburukan itu.  Oleh karena itu, rupanya karakter adalah dibentuk dan bukan sebatas diajarkan. Maka pertanyaannya adalah,  bagaimana membentuk karakter itu. Dalam dunia pendidikan, berbagai hal yang dikemukakan di muka bisa dilakukan secara kumulatif. Misalnya lewat perilaku guru, berbagai mata pelajaran yang disampaikan, dan juga lingkungan.  Selain tersebut di muka, dari perspektif agama, ternyata semua kitab suci selalu mengungkap tentang  sejarah. Yaitu, sejarah orang-orang besar dan sukses dan sebaliknya, sejarah orang-orang yang telah melakukan kerusakan, dan akhirnya runtuh. Semua kitab suci ——Taurat, Injil, Zabur dan al Qurán,  berisi tentang sejarah kemanusiaan. Hal itu memberikan petunjuk, bahwa sejarah adalah penting untuk membentuk karakter, watak atau akhlak seseorang, dan bahkan  bangsa secara keseluruhan. Kehadiran agama adalah membangun karakter, watak atau akhlak, maka semua kitab suci itu banyak memuat  tentang sejarah kemanusiaan.   Berangkat dari pandangan itu, maka sebenarnya pendidikan karakter, selain diberikan melalui pendekatan sebagaimana dikemukakan di muka, hal yang tidak boleh dilupakan adalah melalui pendidikan sejarah. Setiap generasi perlu mengetahui lika-liku perjalanan sejarah bangsanya. Bangsa Indonesia berdiri kokoh di tengah-tengah bangsa lainnya setelah melewati sejarah perjuangan panjang  serta pengorbanan yang luar biasa besarnya.    Pelajaran sejarah seringkali dibaikan, karena dianggap tidak sepenting mata pelajaran lainnya. Padahal justru pelajaran sejarah itulah  akan membentuk karakter, watak, atau akhlak seseorang. Belajar dari kitab suci pun, ternyata manusia memerlukan pengetahuan sejarah. Lewat sejarah itulah maka di antaranya,   watak atau karakter seseorang  terbentuk.  Dengan demikian, karekter bangsa yang pada akhir-akhir ini dirasakan merosot, bisa jadi karena telah melupakan perjalanan sejarah kemanusiaan dan bahkan jua sejarah bangsanya sendiri. Wallahu a’lam.    Â
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang